Mulmed: Brandon Satya Permana
Matamu memancarkan kesedihan yang mendalam. Dan kau tak bisa menutupinya dengan sikap apapun. - Brandon Satya Permana
Author POV
Setelah selesai diberi "hadiah spesial" dari Pak Jaya, yaitu omelan dengan hujan yang muncrat merajalela mengenai muka mereka, Hito dan Brandon sudah bisa dibilang kapok melakukan hal kriminal seperti tadi di jalan raya. Oh, lebih tepatnya Hito yang sudah minta ampun pada Sang Kuasa untuk dimudahkan masalahnya.
Sekarang dua cowok itu masih menggendong tasnya menuju ruang kelas. Untungnya ini masih jam istirahat. Berarti mereka terbebas dari masalah dengan guru yang mengajar di kelas.Saat memasuki ruang kelas, Boy menepuk pundak keduanya bergantian dengan tawa yang tak dapat diartikan.
"Eh, kalian kemana aja? Baru bangun? Pelajaran Pak Dono udah kelar kali. Kerajinan sih."
Brandon menatap sebentar ke arah Hito dan juga diikuti oleh Hito yang melakukan hal sama.
"Tanya aja tuh sama Hito!" Brandon kemudian melangkah ke bangkunya untuk menaruh tas.
"Kita kena hukum Pak Jaya." Hito pun memulai pembicaraan sambil melangkah menuju bangkunya diikuti Boy dengan tatapan bingung.
"Lah, kenapa?" Tanya Boy dengan masih menatap Hito penasaran.
"Ya tadi gue nggak sengaja buang gelas plastik di jalan, dan malah nggak taunya kena Pak Jaya," jelas Hito lalu mendaratkan bokongnya di kursi.
"BAHLUL!" Tawa Boy pun pecah mendengar penjelasan temannya itu dengan menempeleng kepala Hito karena merasa hal tersebut sangatlah lucu baginya.
Hito langsung memalingkan pandangannya ke arah Brandon sambil mengusap bagian kepalanya yang dirasa sakit setelah ditempeleng Boy.
"Eh, soal omongan lo tadi itu... jadi itu Feli yang lo pernah ceritain?" ucapnya dengan menaikkan satu alisnya.
"He-em. Dan ternyata cewek songong yang lo benci itu temen deketnya Feli. Kebetulan banget nggak, sih?" Kini Hito lebih menyeriuskan pembicaraannya menatap mata Brandon lekat-lekat.
Boy hanya menyimak menjadi pendengar yang baik dengan mulutnya yang berbentuk huruf 'O' dan dengan ekspresi se-serius mungkin.
"Ndon, lo mikirin apa yang gue pikirin?" ucap Hito kemudian dengan nada pelan tapi menusuk ulu hati Brandon.
"NGGAK, NGGAK TO!" Brandon menutup mata dan telinganya.
"Kayaknya, lo nggak boleh nyari masalah lagi sama Dena, deh. Demi gue ya To, jangan bikin masalah lagi sama Dena, please..." Hito memohon dengan tampang memelasnya―seperti ekspresi kucing yang meminta makan kepada tuan rumahnya
---
Dena masih memasang wajah kesalnya perihal kejadian cerobohnya tadi yang ditertawakan saingan beratnya―Brandon. Ia masih duduk dengan semangkuk soto ayam di mejanya bersama Feli dan Cilla tentunya. Suasana kantin saat ini sudah lumayan sepi karena jam istirahat tinggal lima menit lagi, tapi perempuan bertubuh mungil dan berwajah imut itu belum juga menghabiskan soto ayamnya, malah ia sedari tadi asik mengomel-ngomel sendiri di depan teman-temannya.
"Udah, Den. Jangan ngomel-ngomel terus, entar cepet keriput. Cepetan di makan sotonya, bentar lagi masuk kelas." Feli membuyarkan pikiran Dena kala sedang berjeda dengan omelannya tadi dan ia hanya mengerutkan dahi terlihat kesal, sambil memainkan sendok makannya di mangkuk sotonya.
"Emangnya kalo marah-marah itu cepet keriput, ya? Masa, sih? Nyokap gue jarang marah ke gue, tapi kerutannya tetep nambah, tuh." Kali ini Cilla menyeletuk dengan keluguan yang ia miliki sejak dalam kandungan.
KAMU SEDANG MEMBACA
BRANDENA [COMPLETED]
Jugendliteratur{Destiny} Manusia itu gampang berubah. Tapi berubah untuk ke lebih baik itu sulit. Hidup Dena berubah ketika bertemu dengan Brandon yang sebelumnya ia benci karena cowok itu suka ikut campur dengan masalah Dena. Tapi siapa sangka jika kebencian Dena...