Part 57

2.2K 90 32
                                    

Mulmed: Felicya Angel Christa

Terkadang, sejahat apapun seseorang, pasti ada alasan dibaliknya. Sebenarnya hatinya juga sedang hancur. Hanya saja ia tak bisa mengontrol emosinya yang memuncak.

---

Hal pertama yang Brandon rasakan saat menerima kecupan di pipinya oleh Ema adalah canggung. Begitu pun dengan Boy dan Hito yang terperangah melihat kejadian tadi. Tapi entah apa yang membuat cowok itu mengelus puncak kepala Ema dan setelah itu, Ema tersenyum malu.

Brandon tampak berpikir di dalam pesawat saat semenit lalu ia sudah duduk dengan sabuk pengamannya. Apa maksud Ema menciumnya seperti tadi? Kejadian tadi benar-benar mengganggu pikirannya. Tetapi getaran dari dalam kopernya membuyarkan lamunannya. Tangannya merogoh sesuatu dari dalam koper dan mengeluarkan benda pipih tersebut yang menyala. Terpampang jelas di layar bahwa ada notifikasi pesan Line yang masuk.

Ema: i'm sorry about that.

Dahi Brandon mengerut, lalu ia mencoba membalas pesan dari teman SD nya tersebut.

Brandon: iya gpp

Tidak perlu menunggu lama, balasan datang dari Ema.

Ema: gue bakal kangen banget sama lo :)

Brandon menaikkan sebelah alisnya membaca balasan Ema tersebut. Tidak tahu harus membalas apa, ia membiarkan pesan dari Ema terbaca karena mendengar pemberitahuan untuk penumpang pesawat agar segera mematikan handphone karena sebentar lagi pesawat akan lepas landas.

Kemudian ia menatikan benda itu lalu menoleh ke arah jendela sambil bergumam dalam hati, i'll miss you so much, Dena.

---

Dena terus berlari kembali menjauh dari kejadian yang dilihatnya barusan. Rasanya seperti sesuatu yang menghalangi paru-parunya dan seolah-olah membuat Dena jadi susah bernapas melalui hidungnya. Dena mencoba membuka mulutnya untuk mengambil udara dari sana. Tak lama, jantungnya sudah cukup tenang tapi hatinya masih terasa sakit setelah melihat Ema memeluk dan mencium pipi Brandon. Meski sudah menjadi mantan pacar, tapi sesungguhnya cewek itu belum sepenuhnya bisa melupakan Brandon dan kenangan yang mereka buat bersama.

Secara tiba-tiba saja tangannya diraih oleh seseorang. Dan tanpa sempat melihat siapa orangnya, Dena berjalan mengikuti orang tersebut yang sudah menarik tangannya.

"Bas? Lo kok bisa ada di sini?" tanya Dena setelah ia menahan tubuhnya ditarik Bastian. Yang ditanya menoleh dan tersenyum miring.

"Tadi gue ke rumah lo dan Mama lo khawatir katanya lo tiba-tiba pergi buru-buru tanpa pamit. Jadi gue ke sini jemput lo."

Dena mengernyit, merasa tidak nyaman dengan sikap Bastian tapi ia sembunyikan. "Gue bawa motor."

"Gue nggak."

"Maksudnya?" tanya cewek itu tambah menautkan alisnya.

"Ya tadi gue ke sini naik taxi. Jadi biar gue yang bonceng lo sampe rumah," katanya sambil membuka telapak tangan—meminta kunci motor.

"Apa?" tanya Dena masih bingung.

"Kunci motor lo." Dena pun merogoh saku celananya dan memberikan benda itu kepada Bastian. Kemudian cewek itu berjalan mendahului menunjukkan tempat ia memarkirkan motor tadi.

"Lo nyari siapa di sini?" tanya Bastian saat mereka masih berjalan, mencari keberadaan motor Dena.

Dena masih terdiam. Bukan karena ia tak mendengar pertanyaan Bastian, tetapi ia malas untuk menjawab.

BRANDENA [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang