Mulmed: Immanuel Christian Hito
Cewek kadang gitu, pas lagi bercanda dikiranya serius. Pas lagi serius malah dikira bercanda. Lalu gue cuma bisa mijit-mijit pelipis dengan senyum samar antara mau ketawa atau nangis darah. - Immanuel Christian Hito
---
Bastian menurunkan Dena di depan pagar rumahnya, cewek itu melamun sepanjang jalan sehingga suara Bastian pun seolah tak terdengar olehnya. "Den? Udah nyampe. Lo nggak mau turun?" tanya Bastian masih menoleh ke belakang.
Begitu tersadar, Dena mengerjapkan mata dan langsung turun. "Ng...makasih, Bas," ucapnya dan melenggang melangkah membuka pagar dan masuk ke dalam.
"Dena!" panggil Bastian lagi ketika cewek itu berbalik badan tapi masih berada tidak jauh darinya.
Dena berbalik lagi menghadap Bastian dan menatap tatapan Bastian yang menyala-nyala itu. "Kenapa, Bas?"
"Walaupun gue tahu kalau lo itu punya Brandon, tapi gue nggak akan nyerah buat dapetin hati lo...." Dena mengernyit mendengar perkataan cowok itu. Senyum tipis terbit dari bibirnya, namun cowok itu tersenyum lebar hingga akhirnya berpamit pulang.
Dena memasuki rumah dengan langkah gontai. Pikirannya masih kalut soal kejadian tadi di jalan. Bagaimana bisa ia mendapati Feli dan Brandon sedang bersama? Padahal setahunya, mereka tidak pernah sedekat itu. Pikirannya itu terbuyar saat menemukan Vano tengah duduk termenung di sofa depan TV.
Dena menutup pintu rumah dan menghampiri Kakaknya itu. Tidak seperti biasanya cowok itu terlihat lesu dengan mata sayu seperti yang dilihat Dena sekarang. "Kak Vano kenapa?" Dena duduk di sudut sofa, jauh dari posisi Vano. Saat bertanya pun Dena tidak berani menatap langsung Vano, ia hanya melirik sebentar cowok itu agar tidak lagi mendapatkan kebohongan di matanya.
"Diem aja. Kenapa?"
"Kenapa tumben?"
Vano terdiam mendengar pertanyaan Adiknya itu. Dihembuskannya napas panjang, lalu tetap memandang lurus ke depan. "Memangnya nggak boleh?"
"Kak, lo sadar nggak sih? Sikap Kak Vano akhir-akhir ini itu aneh sama Dena, tahu nggak?"
"Ohya?" Vano melirik ke lain arah, tapi tetap mencoba mendengarkan pertanyaan-pertanyaan dari Dena.
"Kak! Jangan bohongin Dena! Dena mohon...gue tahu ada yang lo sembunyiin dari gue."
Vano baru berani menoleh dan disana Dena sudah lebih dulu menatapnya dengan dahi berkerut dan mata penuh harap. Vano tersenyum miring, lalu memindahkan posisi duduknya agar dekat dengan Dena.
"Gue nggak kenapa, kok. Lo nggak usah khawatir gitu." Vano mengelus rambut Dena pelan dengan senyum manisnya.
Dena mencoba menatap kedua mata milik Vano. Sulit sekali menentukan apakah kali ini cowok itu berkata jujur atau sebaliknya. Tapi, Dena berusaha berpikir positif, mencoba meluruskan pikirannya. "Kak Vano yakin?" tanyanya lagi.
Vano mengangguk yakin. Dena memerhatikan luka lebam di bawah bibir Kakaknya. Kemudian ia mengambil sesuatu dari dapur. Selama menunggu Adiknya kembali, Vano menyentuh bagian lukanya yang masih terasa sakit. Sesekali ia mengerang menahan rasa sakit itu dan bersikap seperti biasa saat Dena kembali membawa mangkuk berisi air panas dan saputangan.
"Kemarin gue nggak sempet ngobatin luka lo. Sekarang, gue obatin, ya!" Dena memeras saputangan dan mengompresnya di bagian luka Vano.
"Aw, pelan-pelan...." Vano mengerang kesakitan yang langsung direspon oleh Dena.
"Sebenarnya Kak Vano kenapa bisa ke tempat kayak gitu? Kata Bastian, Kak Vano lagi ada masalah di sekolah?"
Pertanyaan lagi yang membuat Vano terdiam kehabisan kata. Mengapa Adiknya begitu penasaran dan memukulnya bertubi-tubi dengan pertanyaan yang sulit untuk ia jawab? Vano sekarang benar-benar harus pintar-pintar mencari alasan.

KAMU SEDANG MEMBACA
BRANDENA [COMPLETED]
Ficção Adolescente{Destiny} Manusia itu gampang berubah. Tapi berubah untuk ke lebih baik itu sulit. Hidup Dena berubah ketika bertemu dengan Brandon yang sebelumnya ia benci karena cowok itu suka ikut campur dengan masalah Dena. Tapi siapa sangka jika kebencian Dena...