Kerumunan orang-orang dengan pakaian serba hitam menghiasi salah satu makam yang tanahnya masih basah dengan taburan bunga di atasnya. Terlihat Feli menangis tak tertahan dengan memeluk batu nisan tersebut. Di sampingnya ada juga Hito, Mamanya, Dena, Brandon, Vano yang ikut berkabung dalam acara itu.
Suasana cuaca yang mendung dan berawan sangat mendukung perasaan mereka saat ini. Terdengar sesenggukan yang tak henti silih bergilir melukiskan haru yang mendalam.
"Maafin Feli ya, Pah. Feli udah salah paham sama Papa.... Feli sayang sama Papa...." Hito yang memahami kondisi Feli pun hanya bisa merengkuh bahu cewek itu dan menasihatinya.
"Udah Fel, Papa lo udah tenang di sana. Dia udah maafin lo, kok. Jadi jangan sedih terus, ya."
Langkah kaki dua orang dari belakang terhenti di posisi Feli dan salah satunya berjongkok mendekati Feli dan memeluknya dari belakang.
"Fel, lo yang sabar ya. Gue tahu apa yang lo rasain sekarang. Papa lo udah tenang di sana, dia udah maafin lo dan dia mau lo bahagia di sini. Jadi gue minta, jangan nangis, ya." Nadya membalikkan tubuh Feli dan menghapus air mata yang sejak tadi membasahi pipinya. Nadya yang baru datang pun malah ikut menangis melihat sahabatnya menangis seperti itu.
"Makasih, Nad. Gue akan berusaha buat kuat." Feli membalas pelukan Nadya dan berusaha tersenyum.
"Makasih juga buat lo, Fel. Karena tanpa lo, mungkin gue bakalan nggak ada lagi di dunia ini. Gue janji bakal jaga baik-baik hati pemberian lo ini." Tangan Nadya terulur meremas dan mengusap bahu cewek di hadapannya sekarang, ia berusaha tersenyum tapi air matanya tak henti jatuh begitu saja.
Sepuluh menit kemudian, mereka meninggalkan tempat tadi dan kembali ke rumah masing-masing. Nadya duduk di belakang motor yang dikendarai Boy dan cowok itu melajukan kendaraannya membelah jalanan yang ramai.
"Kamu udah maafin Feli, kan?" celetuk Nadya sambil melihat ekspresi wajah cowok di depannya dengan memajukan kepalanya.
Boy menoleh sesaat dan tersenyum lalu mengangguk. Ia juga tak menyangka Feli akan mendonorkan 40% hatinya untuk Nadya. Kalau saja hati mereka tidak cocok, mungkin Nadya tidak akan bisa bersamanya sekarang.
Tak menunggu lama, Boy akhirnya sampai juga di depan rumahnya. Sebelum membuka pagar, Nadya memutuskan untuk turun dan bergegas akan membuka helmnya.
Namun, Boy menahannya melakukan itu. Cowok itu menoleh ke arah Nadya dan menatapnya intens. Pipi Nadya bersemu merah merona.
"Apaan sih ngeliatin mulu," gerutu Nadya yang memalingkan pandangannya ke lain arah.
"Aku masih nggak percaya aja yang aku lihat ini Nadya yang aku sayang." Senyum Boy tambah merekah dari sebelumnya.
Nadya menangkap pandangan Boy, lalu tangannya mencubit hidung cowok itu dengan keras. "Ih! Jangan bikin gemes, deh!" Tak tahan, Nadya akhirnya mengulum senyumnya dan tawanya keluar begitu saja.
Nadya membuka pagar rumah dan membiarkan Boy memasukkan motornya. Boy ikut tertawa, lalu saat tangannya menggas motor, tangan satunya dibiarkan dengan sengaja menutup kaca helm yang Nadya kenakan menimbulkan suara prak.
"Ihh! Boy!" Tangan Nadya terulur mencubit lengan cowok yang berstatus sebagai pacarnya itu.
---
Hari demi hari berlalu, bulan demi bulan terlewati. Feli duduk termenung di teras rumahnya. Menikmati semilir angin yang menerpa kulitnya. Pikirannya masih teralihkan pada satu titik fokus: papanya.
"Pah," gumamnya sambil memandangi langit biru berawan. "gimana kabar Papah di sana? Baik-baik aja, kan?"
"Feli kangen sama Papa. Sering-sering dateng ke mimpi Feli, ya. Jaga Feli, Wulan, sama Mama ya.... Feli janji bakal jadi anak kebanggan Mama Papa...." Setelah sibuk dengan tangisannya, Feli menyeka air matanya kala seseorang yang menepuk bahunya dari samping.
Hito tersenyum, ikut duduk di kursi sebelah Feli sambil terus memegangi pundaknya. "Fel... Gue punya sesuatu buat lo."
"Apa?"
Hito menyerahkan satu kotak berukuran kecil dengan pita sebagai pengikatnya. Feli meraih kotak kecil putih dengan pita merah itu dan membukanya.
"Ini...." Feli menganga begitu melihat sebuah kalung liontin putih yang membuatnya tersenyum. "Apa?"
"Ini kalung liontin buat lo. Di dalemnya ada foto kita berdua. Kalo lo kangen sama gue, lo bisa liat kalung ini dan foto kita." Hito meraih kalung tersebut dan memasangkannya di leher Feli.
"Hito... Makasih.. Gue suka."
Tanpa ijin, Hito memeluk erat tubuh cewek di dekatnya. "gue juga suka sama lo. Banget," katanya sambil tersenyum lepas.
"Gue juga," balas Feli mengeratkan pelukannya.
---
"Lo tahu nggak, kenapa gue bisa jatuh cinta sama lo?" tanya Brandon di pertengahan obrolan mereka di sebuah tempat wisata dengan hamparan rumput luas disertai tanaman. Mereka sedang berjalan-jalan santai sambil bergandengan tangan.
"Kenapa?" tanya Dena memandang ke arah lawan bicaranya dengan tatapan intens. Kernyitan di dahinya samar-samar dan seukir senyuman muncul di bibirnya yang kemerahan.
"Karena lo emang pantes buat dicintain. Apalagi sama cowok ganteng kayak gue." Brandon melengkungkan senyumannya selebar mungkin dan sesekali terkekeh geli.
"Ih! Apaan sih malah pede nya keluar lagi kan."
"Biarin! Yang penting sayang lo!" Satu kecupan berhasil mendarat di pipi Dena. Seketika muka Dena berubah memerah.
"Brandon!"
"Apa, apa?"
Dena mengejar Brandon yang malah berlari menghindari pukulan dari Dena. Meskipun begitu, Dena sebenarnya menyimpan rasa suka yang mendalam ketika diberikan hal kecil seperti tadi.
Setelah Dena berhasil memukul-mukul lengan dan punggung Brandon, cowok itu balik mengejar Dena dan mengangkat tubuh cewek itu ke dekapannya. Tawa ceria tampak jelas di wajah mereka masing-masing. Pancaran cinta yang begitu dalam terlihat jelas di mata mereka yang berbinar-binar.
***TAMAT***
KAMU SEDANG MEMBACA
BRANDENA [COMPLETED]
Ficção Adolescente{Destiny} Manusia itu gampang berubah. Tapi berubah untuk ke lebih baik itu sulit. Hidup Dena berubah ketika bertemu dengan Brandon yang sebelumnya ia benci karena cowok itu suka ikut campur dengan masalah Dena. Tapi siapa sangka jika kebencian Dena...