Mulmed: Brandon Satya Permana
Menyimpan rahasia itu bagaikan kau menyembunyikan jati dirimu yang sebenarnya dari orang lain.
---
Hito memasuki rumah Boy setelah tak ada yang membukakannya pintu. Waktu sudah hampir gelap mengingat sebentar lagi sang fajar kembali ke asalnya. Hito melangkah menaiki anak tangga lalu menuju kamar Boy.
Ceklek.
Pintu ia buka dan mendapati Boy tertidur memakai selimut menghadap berlawanan arah dengan Hito sekarang. Setelah menutup pintu, Hito berpikir sejenak untuk menanyakan hal yang memenuhi kepalanya tadi. Kini cowok itu duduk di kursi kayu meja belajar milik Boy.
"Boy, gue ada beberapa pertanyaan buat lo."
Masih tidak ada jawaban. Hito mencoba melanjutkan pertanyaannya. "Lo kenapa nggak masuk tadi di hari kedua pelantikan?" Sekian detik Hito menunggu respon cowok itu tapi tetap tak ada jawaban. Lalu Hito mencoba bertanya lagi.
"Gue mau nanya lagi," katanya lalu berhenti sejenak untuk berpikir. "Emm, tadi Feli ke rumah lo ngapain? Terus, kenapa tadi gue lihat mata dia sembab? Sebenernya lo sama dia tuh ada masalah apa?" Hito memberikan pertanyaan bertubi-tubi kepada temannya itu tapi hasilnya tetap nihil. Kini ekspresi Hito tampak masam, ia mengacak rambutnya lalu berdiri dari duduknya.
Langkah kakinya pasti, dan mencoba mendekati Boy. "Lo tuh kenapa sih, diem terus dari tadi?" Hito mendumel bersamaan membuka selimut Boy dengan paksa. Ia mendapati tubuh Boy meringkuk kedinginan dengan mata terpejam dan memeluk bantal gulingnya dengan erat. "B...Boy? Lo sakit?" Hito kembali menyelimuti tubuh cowok itu dengan selimut yang ia tarik tadi. Tampaknya ia merasa bersalah sudah memberi banyak pertanyaan kepada Boy. Hito agak membungkuk untuk melihat kondisi temannya, tangannya ia tempelkan di dahi Boy.
"Badan lo panes. Lo juga kedinginan, ya? Duh, gimana ya?" Hito memutar bola matanya dan berpikir sejenak. Lalu dirogohnya handphone dari dalam saku dan memencet keypad untuk menghubungi seseorang.
"Ndon, cepetan sini ke rumah Boy! Badan dia panes banget. Bukannya Om lo itu dokter kan? Minta dateng ke rumah Boy, ya?"
"...."
"Oke, oke. Gue tunggu."
Hito memutuskan panggilannya dan kembali menyimpan handphone nya ke saku celana. Cowok itu duduk dipinggiran tempat tidur sambil memandang kondisi Boy yang terus menggigil. Hito menaikkan selimut sampai ke leher Boy dan merapikannya.
Sekitar setengah jam kemudian, Brandon datang dengan membawa Om Panji alias dokter yang akan memeriksa Boy. Dengan jubah putihnya dan koper cokelat yang dijinjingnya, Om Panji berjalan cepat lalu mendapat senyum ramah dari Hito, kemudian dokter itu duduk di kursi dekat tempat tidur agar memeriksa keadaan Boy.
Dokter itu melihat kondisi Boy sepersekian detik sebelum akhirnya cowok itu terbangun dengam mata sayu. Dokter Panji menyunggingkan senyum khasnya kepada Boy.
"Itu Om Panji, Om nya Brandon, dokter yang mau meriksa lo." Hito menyeletuk bermaksud agar Boy tahu hal itu. Brandon masih berdiri di samping Hito dengan memandang khawatir temannya yabg sakit itu. Mereka berdiri berhadapan dengan tempat dokter Panji duduk.
"Hai, Boy. Gimana keadaan kamu?" tanya ramah dokter Panji dengan agak membungkukkan badannya ke depan—mendekati tubuh Boy yang terkulai lemas.
"Hhm...Saya flu, dok. Tadi sempat kedinginan, tapi sekarang udah enggak. Dan mata saya rasanya panes."
Dokter Panji mengeluarkan termometer dari dalam tasnya kemudian menyuruh agar Boy membuka ketiaknya dan menjepit alat itu disana selama beberapa detik.
KAMU SEDANG MEMBACA
BRANDENA [COMPLETED]
Novela Juvenil{Destiny} Manusia itu gampang berubah. Tapi berubah untuk ke lebih baik itu sulit. Hidup Dena berubah ketika bertemu dengan Brandon yang sebelumnya ia benci karena cowok itu suka ikut campur dengan masalah Dena. Tapi siapa sangka jika kebencian Dena...