Part 11

4.3K 215 165
                                    

Mulmed: Immanuel Christ Hito

Setiap orang punya sisi baik dan sisi buruknya. Jangan hanya menilai mereka jika kau melihat sisi buruknya, begitu sebaliknya. Manusia itu umumnya memakai topeng. - Brandon Satya Permana
---

Saat Dena akan membuka pintu rumah, ia lumayan kaget karena pintu itu terbuka sedikit. Siapa yang masuk diam-diam? Dia mulai berpikir negatif sekarang.

Ia berjalan mengendap-endap setelah menutup pelan pintu rumahnya, lalu menuju ke dalam lagi. Diambilnya sapu ijuk sebagai bentuk jaga-jaga. Tiba-tiba saja....

Gresek....

Terdengar suara aneh dari arah dapur. Karena penasaran, ia berjalan pelan menuju dapur dengan gagang sapu digenggamannya.

"HIIAAA...." teriak Dena yang refleks memukul-mukul orang itu dengan gagang sapu saat sedang membuka kulkas.

"ADUH, ADUH! DENAA INI GUE!" teriak orang itu yang ternyata saat Dena sadari adalah Kak Vano.

Cowok itu meringis memegangi punggungnya yang sakit akibat dipukul adiknya itu.

Dena menganga kaget siapa yang ia lihat sekarang. "Kak Vano... De...Dena minta maaf, sakit ya kak? Aduh...."

"Iyalah sakit! Lagian elo tiba-tiba mukul gue, kan kaget! Lo pikir gue maling? Lo nggak liat motor gue di garasi?" Cowok tinggi dengan rambut yang menutupi sedikit dahinya berusaha duduk di sofa depan TV.

Dena mengikuti saudaranya itu untuk duduk, kemudian dipijat-pijatnya bagian punggung cowok itu dengan pelan.

"Nggak, sih. Ya lagian lo masuk malah nggak bilang-bilang. Malahan pintu depan belum ke tutup, tau."

Vano terdiam, masih membiarkan Dena memijat punggungnya yang masih terasa sakit.

"Lo dari mana aja sih, Kak?" Dena bertanya lagi, "kemarin katanya lo bakalan pulang, tapi gue tungguin malah nggak pulang-pulang!"

"Ada sesuatu yang nggak bisa gue tinggalin, Den." Cowok itu membalikkan badannya menghadap TV dan mulai mencari remotnya.

"Sesuatu apa sih, Kak? Jangan main rahasia-rahasiaan sama Dena!" Kini cewek itu lebih menekankan suaranya dan menatap tajam Kakaknya.

"Ini urusan gue." Vano tersenyum miring sambil menyalakam TV.

"Urusan Kak Vano itu juga urusan gue. Karena kita itu saudara kandung, satu darah!"

Mendengar kata-kata Adiknya itu, Vano memposisikan duduknya menghadap ke Dena, ia fokuskan menatap mata Adiknya itu yang mulai berkaca-kaca.

"Gue jagain temen gue di rumahnya. Dia lagi sakit. Orangtuanya baru-baru ini meninggal karena kecelakaam. Dia syok berat, dan nggak punya banyak teman. Walaupun ada keluarga dan beberapa teman yang ngejenguk dia, tapi dia butuh gue." Vano berbicara secara rinci agar Dena tidak menangis.

Seketika itu, Dena merasa tidak enak dengan Vano. Ia merasa sudah berpikir buruk terhadap Kakaknya itu. Terlebih, ia takut Kakaknya berubah karena pergaulan bebas.

"Temen kakak itu..." Dena bertanya lagi, "cewek?"

Vano mengangguk tanpa ragu dan menatap layar TV seolah sedang menikmati acara yang sedang ditayangkan.

"Temen atau... ehem." Dena berdeham sambil tersenyum jahil menggoda Vano yang langsung menoleh ke arahnya karena merasa malu.

"Apaan sih, Den?"

Dena tertawa kencang lalu menunjuk-nunjuk wajah Vano yang mulai memerah. Cewek itu mulai menjauh kala Vano berusaha meraih tubuh Dena.

"Awas ya, lo!"

BRANDENA [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang