Part 40

2.7K 119 17
                                    

Mulmed: Revano Jacob Islan

Dan akulah manusia bodoh yang hanya bisa diam menerima keadaan yang sangat menyulitkanku. - Revano Jacob Islan

---

Satu minggu sudah terlewati, murid-murid SMA Bhakti Mulya merasa sudah tidak ada beban lagi seusai menyelesaikan dan melewati masa-masa UTS. Hari ini hari sabtu. Di sore hari yang mendung, Dena duduk di balkon sambil memandang lurus ke depan, menampilkan hamparan taman yang luas dipenuhi tanaman dan bunga-bunga.

Di tengah kesibukannya menikmati suasana senja, tangannya mengambil satu biskuit dari dalam toples, lalu dimakannya. Dari jauh telinga Dena menangkap sebuah langkah kaki yang mendekatinya hingga terhenti tepat di sampingnya. Dena menoleh, dan mendongak melihat siapa yang datang.

"Kak Vano," ucapnya sebagai sapaan. Setelah Vano duduk di kursi kayu di sampingnya, Dena kembali menatap lurus ke depan dan mengunyah biskuitnya.

"Tumben, sendirian aja. Lagi galau, ya?" Vano merayu Dena dengan suara yang dibuat-buat.

"Apa sih, kak. Sotoy, deh." Dena berdecak singkat. "Lagi nyari angin aja." Kali ini Dena menghabiskan sisa biskuitnya dengan memasukkannya sekaligus ke dalam mulut.

"Maafin Bastian, ya."

Perkataan Vano barusan membuat Dena menoleh ke arahnya. Dengan alis yang ditautkan dan kerjapan matanya, Dena berpikir kenapa Kakaknya begitu membela cowok itu yang jelas-jelas menyelakai pacarnya.

"Kenapa sih, Kak Vano ngebelain dia? Dia tuh udah ngerjain Brandon dengan tindakan yang nggak bisa di tolerin tau nggak. Kalo dilaporin, si Bastian bisa kena tindakan kriminal!" Dena menjawab dengan emosinya, berharap Kakaknya mengerti.

Vano malah tertawa mendengar jawaban Adiknya itu. Dena dibuat bingung dan tampak kesal memandang Vano yang tengah tertawa.

"Kok malah ketawa? Ih...Kak Vano nggak bisa diajak serius!"

"Kalo ngelakuin hal itu atas dasar cemburu, masih bisa lo nggak maafin dia?"

Dena terdiam, matanya mengerjap beberapa kali. "Maksud Kak Vano?" tanyanya lagi dibuat bingung oleh Kakaknya.

Vano mengalungkan tangannya di leher Dena, lalu mencoba menjawab pertanyaan cewek itu. "Lo kira selama ini Bastian deket sama gue dan lo, bukan tanpa alasan?" Dena masih terdiam membisu lagi. "Bastian suka sama lo, Den," bisik Vano tepat di telinga Dena, kemudian menjauhkan tubuhnya dari tubuh Dena ketika sebuah nada telfon mengalihkan perhatiannya.

"Hallo?"

"...."

"Oke, oke. Lo tunggu gue sebentar, ya. Dua puluh menit lagi gue sampai disana."

Dena menoleh ke Vano, ingin menanyakan siapa yang menelfon. Tapi Vano sudah memberitahu sebelum ia bertanya.

"Temen gue nelfon. Dia butuh gue sekarang."

"Cewek itu?"

Vano mengangguk dan menaikkan kedua alisnya. Ia beranjak berdiri dari kursinya dan menyimpan handphone nya di dalam saku celana.

"Ya udah, jangan ngebut di jalan. Jangan juga pulang malem-malem, ya."

"Siap, Denong." Vano menyunggingkan senyum lalu mengacak rambut Dena sebelum akhirnya membalikkan badan dan pergi meninggalkan cewek itu di balkon. Tinggallah Dena sendiri duduk masih menatap ke depan, kata-kata Vano barusan memenuhi kepalanya.

Bastian suka sama lo, Den.

Tapi lamunannya segera buyar ketika suara Vano mengagetkannya. Kepalanya menyembul di balik pintu di belakang Dena. "Astaga, Kak! Bikin aku kaget aja! Kenapa lagi?"

BRANDENA [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang