Part 47

2.4K 109 43
                                    

Mulmed: Brandon Satya Permana

Kamu itu seperti vitamin buat aku. Iya, setiap ngeliat kamu, aku selalu dua kali lebih bersemangat dan lebih berenergi. - Brandon Satya Permana.

---

Sudah sekitar satu jam Vano mengurung diri di kamarnya seusai mandi sore tadi. Ia terus menatap layar ponselnya yang menyala yang menampilkan sms dari orang itu. Pikirannya masih bingung antara mengabaikan pesan itu atau benar-benar pergi menemui orang itu. Sepersekian detiknya, cowok itu beranjak dari duduknya dan mengambil jaket abunya yang menyampir di balik pintu.

Saat akan membuka pintu kamar, langkahnya terhenti karena Clara sudah ada tepat di hadapannya bersiap ingin mengetuk pintu. Keduanya diam mematung untuk beberapa saat, saling menatap, lalu membuang pandangan.

"...Mama baru aja mau manggil kamu," ucap Clara dengan tidak menatap ke lawan bicaranya.

"Kenapa?"

"Mau ngajakin kamu makan sama yang lain di bawah."

"Sori Ma. Tapi aku lagi mau keluar," jawab Vano seraya menatap ke arah Clara. Mendengar jawaban anak laki-lakinya itu, Clara membalas tatapan Vano dengan menautkan alis.

Vano melewati Clara sambil berjalan cepat menuruni anak tangga dan memakai jaketnya tanpa menjawab pertanyaan Clara yang menggantung. Clara mengejar kepergian Vano tapi ia kalah cepat dengan cowok itu. Perempuan itu hanya sempat berpesan sambil berteriak, "JANGAN PULANG MALAM-MALAM!"

Dena dan Raka yang sudah ada di meja makan memandang kepergian Vano dalam diam kemudian mengalihkan pandangan ke Clara yang ada di atas. Lalu setelah Clara kembali ke meja makan, Raka bertanya, "Vano kemana?"

Clara menatap suaminya dalam beberapa detik yang sulit diartikan laki-laki itu. Clara menggeleng pelan lalu duduk kembali.

---

Vano mendorong pintu kaca cafe dan di dalamnya sudah ada beberapa pengunjung yang menduduki mejanya. Matanya menyapu isi ruangan tapi tampaknya tidak ada seorang laki-laki yang duduk sendiri di mejanya. Vano merogoh ponselnya dari dalam saku dan menghubungi nomor itu.

Nada sambung terdengar tiga kali sampai akhirnya ada jawaban.

"Anda ada di mana? Saya sudah ada di dalam cafe. ...Oke, Saya akan tunggu." Vano melanjutkan langkahnya dan duduk di meja kosong yang ada di pojok paling dalam. "Iya. Saya ada di meja nomor 21. ... Oke, oke."

Vano memutuskan panggilannya dan meletakkan handphone nya di atas meja. Beberapa saatnya datang waiters untuk menanyakan pesanan, Vano pun melihat-lihat buku menu lalu hanya memesan satu gelas jus jeruk. Setelah kepergian waiters tadi, Vano sibuk memainkan ponselnya. Pakaian cowok itu malam ini hanya dengan kaus putih polos yang ditutupi jaket abu yang masih ia pakai dengan resleting yang terbuka, dan balutan celana jins panjang hitam serta sendal kulit senada yang dikenakannya.

Lima belas menit sudah berlalu, Vano menoleh ke sekelilingnya, berharap ada pengunjung baru yang datang. Suasana cafe sudah mulai sepi, tinggal sepasang kekasih yang ada di sudut jendela kaca yang sedang mengobrol dengan canda tawa mereka. Hingga seseorang dari arah berlawanan dengan Vano mendekat, cowok itu sempat terkesiap menatap laki-laki tinggi jangkung berkumis tipis dan bertopi hitam berjalan pelan ke arahnya. Jantungnya mulai berdetak lebih cepat dari biasanya.

Drap drap drap....

Jarak di antara mereka sekitar dua meter dan bersamaan dengan itu, langkah laki-laki tersebut terhenti, kepalanya yang menunduk menatap layar ponsel untuk beberapa sekon, kemudian kepalanya terangkat dan matanya menatap lurus-lurus ke mata Vano. "Permisi?" ucapnya sambil tersenyum ramah. "Apa kamu tahu di mana letak toiletnya?" tanyanya yang membuat Vano menghembuskan napas lega.

BRANDENA [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang