Mulmed: Alexandra Deviana Islan
Waktu bisa saja mempermainkanmu, jadi jangan sampai kau menyia-nyiakan waktu yang kau punya barang sedetik pun.
---
Begitu terpaan sinar yang masuk melewati celah yang memantul di ujung jendela yang gordennya sedikit terbuka, Dena reflek membuka matanya. Setelah mengerjap untuk beberapa sekon, Dena menguap lebar dan merentangkan tangan.
Ia menyadari sesuatu yang basah di sekitaran bawah matanya. Ia menangis?
Sekelebat memori semalam muncul di kepalanya dan membuat cewek itu beranjak ke ujung meja belajarnya.
Matanya melebar memandang tong sampah kecil hitam yang tertutup itu. Kemudian tangannya terulur untuk mengeluarkan isi dari tong sampah tersebut.
Dena mengorek-ngorek sampah yang tidak begitu banyak itu, dan mengambil satu barang yang semalam ia buang dengan kasar.
Gantungan kunci itu penuh debu dan kotor. Dena akhirnya membawa benda itu ke kamar mandi untuk dibersihkan seusai mengambil handuk yang terjemur di balkon untuk sekalian membersihkan badan.
---
Vano yang sudah bersiap-siap dengan seragam sekolah sedang memasang dasinya di depan cermin besar. Getaran dari arah meja belajar membuat kepalanya menoleh ke sisi kanan. Selesai memasang dasi dan merapikannya, Vano meraih handphone nya dan melihat pesan pop-up Line yang masuk.
Bastian: van, pagi ini kasi gue kesempatan ya anter dena ke sekolah yee
Sudut bibir Vano menaik dan hanya membalas dengan stiker yang berarti 'oke'.
Vano mengenakan jam tangannya lalu menggaet tas gendong seraya melangkah keluar kamar. Punggung tangannya mengetuk pintu kamar Dena yang masih tertutup rapat.
"Masuk aja," ucap Dena samar-samar dari dalam. Vano pun membuka knop pintu dan matanya mendapati Adiknya tersebut sedang menyisir rambutnya di depan meja rias yang terdapat cermin besar.
"Hm, kirain udah selesai. Lama amat dandannya. Awas telat," balas Vano mengejek seraya duduk di tepi ranjang menatap cewek yang sudah berseragam sekolah itu.
Dena spontan menoleh ke jam dinding. "Ih tungguin dong Kak!" jawabnya dengan cepat menyisir dan mengepang satu rambutnya yang lurus dan panjang.
"Lo nggak bareng Brandon?" tanya Vano memastikan.
"Nggak." Dena menjawab ketus lalu beranjak merapikan buku-bukunya untuk jadwal hari ini ke dalam tas gendongnya. "Ngapain bahas-bahas dia."
"Yee emang nggak boleh? Lagi berantem?" tebak Vano asal. Alisnya naik sebelah.
Dena menghentikan gerakannya lalu diam sejenak. "Udah end." Dena menutup resleting tasnya lalu menggaetkan tali tas ke bahunya dan berjalan meninggalkan Vano duluan.
"Lho, lho? Kok bisa?" Vano menyusul Dena di belakang. Sedangkan Dena berada beberapa langkah di depan Vano.
"No comment."
"Pantesan aja." Vano menahan langkahnya ketika Dena berhenti dan menoleh ke belakang.
"Pantesan apaan?" tanya Dena masih dengan nada judes.
"Ya pantesan si Bastian minta ijin buat jemput lo sekarang."
Dena mengernyit lalu melangkah sedikit untuk membuka pintu rumah. Dan benar ucapan Kakaknya barusan, Bastian sudah ada di depan rumah sedang duduk di kursi kayu.
"Bastian," sapa Dena lebih ke nada kaget. "Lo—"
"Pagi Den," balas Bastian dengan senyum lebarnya ke arah Dena kemudian lirikan ke arah Vano yang tengah diam-diam tersenyum melihat tingkah temannya itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
BRANDENA [COMPLETED]
Teen Fiction{Destiny} Manusia itu gampang berubah. Tapi berubah untuk ke lebih baik itu sulit. Hidup Dena berubah ketika bertemu dengan Brandon yang sebelumnya ia benci karena cowok itu suka ikut campur dengan masalah Dena. Tapi siapa sangka jika kebencian Dena...