Mulmed: Brandon Satya Permana
Dendam tidak menyelesaikan masalah. Hanya menperburuk dirimu sendiri.
---
Bastian, Vano dan beberapa temannya bersorak senang ketika melihat namanya terpampang di kertas putih yang tertempel di papan pengumuman yang menyatakan LULUS dengan huruf kapital. Suasana sekolah sudah lumayan mereda dari pagi tadi yang begitu meledak bagaikan konvoi. Bastian mengeluarkan sesuatu dari dalam tasnya dan menyemprotkan benda itu ke seragam Vano dan teman-teman lainnya.
"Anying!" pekik Vano sembari menghindar menjauh dari serangan Bastian yang terus menyemprot benda yang mengeluarkan warna biru tersebut. Vano berusaha merebut benda itu dari tangan Bastian dengan mengejarnya berlari di sekitaran parkiran.
Sementara di lain tempat, Dena baru saja tiba di sekolah dengan taxi karena Vano membiarkannya tidur pulas dengan alasan tidak tega membangunkan Adiknya itu. Kepala Dena sudah berasap-asap siap-siap mengomeli Kakaknya itu. Langkahnya cepat dan pasti menuju kerumunan di depan parkiran yang tidak jauh dari penglihatannya.
Langkah Dena tertahan saat matanya menangkap sebuah mobil putih. Bukan karena mobil itu yang menyita perhatiannya, tetapi sebuah benda yang tergantung di kaca spion tengahnya.
"Itu... Mirip gantungan punya Brandon," gumamnya sambil menyipitkan mata ke arah mobil yang ada dua meter di depannya. "Ah," Dena mengernyitkan dahinya. "Gantungan gitu mah banyak yang punya." Tidak mau ambil pusing, Dena berjalan lagi menuju tempat tujuannya.
Tangannya sibuk menyolek punggung seseorang yang menghalangi jalannya. "Permisi, permisi." Kemudian dengan cermat ia mengamati kertas-kertas putih yang tertempel di papan dengan jari telunjuknya. Setelah mendapati namanya, jarinya berhenti di satu titik kemudian meluruskan ke kanan.
"Yes! Lulus!" sorak Dena gembira sambil melompat kecil. "Sembilan lima koma empat lima." Dena bergumam dengan senyum yang menghiasi bibirnya. Baru saja meluapkan rasa bahagianya, seseorang dari arah belakang mendorong kasar bahunya hingga terhuyung ke kiri.
Feli datang bersama Cilla yang mengekor. Cilla menyapa Dena dengan senyum ramahnya sedangkan Feli seperti biasa mengabaikan keberadaan Dena.
"Yes!" pekik Cilla tak tertahankan setelah melihat namanya.
"Selamat, Cill!" seru Dena dengan senyum lebarnya.
"Yee!" Cilla membuka tangannya agar mendapat tos dari Dena. "Rata-rata lo berapa?"
"Sembilan lima koma empat lima. Hehe." Tangan Dena masih bertautan di tangan Cilla.
Cilla yang mendengar pun membulatkan mata. "Widih! Keren! Gue ngga papa deh cuma delapan lima kome enam puluh, hehe."
"Nggak papa lah Cill, yang penting lulus."
Lantas, Feli yang mendengar pembicaraan mereka memasang ekspresi tidak sukanya setelah membandingkan nilai rata-ratanya yang lebih kecil daripada Dena. Sembilan lima koma dua lima. Yang selanjutnya terjadi adalah Feli keluar dari kerumunan dan menarik tangan Cilla untuk pergi dari sana. Mata Feli sempat melirik judes Dena yang tadinya tersenyum ke arah Cilla, namun detik itu juga senyumnya luntur ketika Feli menyenggolnya.
Dena memutuskan untuk pergi dari kerumunan dan duduk di kursi panjang bawah pohon.
Di lain tempat, Hito dan Boy berlarian dari parkiran menuju kerumunan siswa-siswi di papan pengumuman yang kedua di ujung parkiran. Dengan cepat Hito membaca nama demi nama dan menghentikan jarinya di namanya. "Bravo! lulus woi! Sembilan tujuh koma lima puluh! Yess!!" pekik Hito kegirangan lalu memeluk Boy semena-mena.
KAMU SEDANG MEMBACA
BRANDENA [COMPLETED]
أدب المراهقين{Destiny} Manusia itu gampang berubah. Tapi berubah untuk ke lebih baik itu sulit. Hidup Dena berubah ketika bertemu dengan Brandon yang sebelumnya ia benci karena cowok itu suka ikut campur dengan masalah Dena. Tapi siapa sangka jika kebencian Dena...