Pagi-pagi sekali Jeno sudah berada di depan rumah keluarga Huang. Ia memarkirkan motornya tepat di halaman rumah besar itu . Tak lama Renjun yang sudah rapi dengan seragam sekolah dan juga tasnya keluar. Jeno berdiri tegak lalu menghampiri Renjun dengan senyum lebar yang menenggelamkan matanya.
"Pagi, Ra."
Renjun diam menatap Jeno tidak minat.
"Senyum kali Ra, Senyum itu ibadah tau. Nih kaya gini." Jeno menarik ujung bibirnya sehingga membentuk senyum lebar. Namun pemuda mungil di depannya tetap diam tidak menanggapi omongan tidak penting Jeno.
"Mau berangkat sekolah ya?" kata Jeno basa-basi. Padahal jelas dari penampilannya saja si mungil sudah pasti akan pergi sekolah.
"Engga, mau ke kantor." ketus Renjun
"Lah ngapain?" tanya Jeno bingung.
"Udah tau gue pake seragam, ya pasti mau ke sekolah lah." Lagi-lagi Renjun berkata ketus namun tetap saja dibalas senyum oleh pemuda tinggi di depannya.
"Kan nanya gitu, Ra." Jeno menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.
Dan Renjun kembali terdiam.
"Eh berangkat sama gue yuk?" Ajak Jeno yang dibalas tatapan tidak minat oleh si mungil. "Kapan lagi coba berangkat sama cowo ganteng kaya gue?" Lanjutnya sambil menaikan sebelah alisnya
Renjun memutar bola matanya malas lalu pergi dari hadapan Jeno.
"Hati-hati, Ra, sampai ketemu di sekolah, eh di kelas hihi." Cowok sipit itu tak henti tersenyum.
Sedangkan Renjun tak menanggapi omongan Jeno sama sekali. Pemuda mungil itu pun segera masuk ke mobil sport merahnya.
"Kemajuan, hari ini dia mau di ajak ngomong,"
"Kemajuan apa, Jen?" Jaemin tiba-tiba datang
Jeno menoleh, "Eh hihi gapapa kok, Na."
Jaemin mengangguk
"Yaudah yuk, tar keburu macet," Jeno naik ke motornya besarnya. "Eh pake dulu nih helmnya." Lanjutannya lalu memberikan helm biru kepada Jaemin.
Jaemin tersenyum lalu menerima helm itu, "Thanks,"
"Bisa gak pakenya?" tanya Jeno setelah ia selesai memakai helm hitamnya.
"Bisa dong."
"Udah?"
Jaemin mengangguk.
Dan Jeno segera menekan pedal gasnya, ia melajukan motornya membelah ibukota yang tampak masih lengang, tapi ia yakin sebentar lagi pasti macet.
Sesampainya di sekolah, Jeno langsung menuju parkiran. Disana sudah ada Haechan yang juga baru sampai. Haechan menatap punggung pemuda yang berada di belakang Jeno, sepertinya dia kenal orang itu, pikirnya.
Dan si kulit tan itu pun memberanikan diri mendekat ke motor besar Jeno yang baru saja terparkir.
Jaemin membuka helm lalu turun dari motor Jeno, "Thanks ya, Jen."
Jeno membuka helmnya, "santai aja, Na."
"Nana?"
Merasa namanya dipanggil, Jaemin menengok, "Eh hai, Chan."
Haechan mengerutkan keningnya "Elo?"
"Oh iya gue hampir aja lupa, kenalin Chan ini Jeno, dan Jen ini Haechan sahabat gue juga." Jaemin tersenyum lalu merangkul bahu si pemuda tan.
Jeno balas tersenyum lalu menjabat tangan Haechan, "Lee Jeno."
"Lee Haechan." Ujarnya lalu menatap Jeno yang masih memberikan senyumnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
DESTINY
Fanfiction[NON BAKU] Huang Renjun tidak pernah merasakan kehidupan berwarna selain hitam, putih, dan abu-abu. Sampai akhirnya Lee Jeno datang memporak-porandakan kehidupan tenang miliknya Warning⚠️ BxB Jangan salah lapak. Walaupun udah selesai tapi tetep vote...