Renjun menutup laptopnya ketika ponselnya berbunyi. Cowok mungil itu bangkit dan menyambar ponselnya di atas meja.
Nama Jeno tertera di layar touchscreennya membuat si mungil mengerutkan dahi namun tak lama ia langsung mengangkatnya.
"Hai, Ra.."
"Gak usah basa-basi. Cepetan gue sibuk."
Renjun mendengar kekehan kecil diujung sana sebelum si penelpon kembali berbicara.
"Keluar yuk. Makan kek apa kek."
"Hah?"
"Gue ada di samping rumah lo."
Renjun bangkit dan berlari ke jendela kamarnya. Ia mencari keberadaan Jeno sampai matanya menangkap sebuah motor hitam yang terparkir tak jauh dari samping rumahnya.
"Ngapain?" Renjun bertanya sambil mata yang masih tertuju ke tempat Jeno berada
"Nungguin lo."
"Gue,"
"Bentar aja, Ra. Gue janji abis itu langsung pulang. Gue tunggu disini ya." potong Jeno cepat dan sambungan terputus.
Renjun menghela napas kasar. Cowok itu kembali melihat ke bawah, dan Jeno masih ada disana. Lagi ia menghela napas sebelum menyambar jaket dan ponselnya di atas mejanya lalu berjalan keluar kamar.
***
"Gue kira lo bakal nolak lagi." Jeno sedikit berteriak dan membuka kaca helmnya lalu melihat Renjun dari kaca spionnya.
"Nyatanya sekarang gue sama lo." walaupun Renjun mengucapkan denga volume kecil, namun Jeno masih bisa mendengarnya. Cowok itu pun kembali menekan pedal gasnya dan membelah ibukota yang tampak ramai walaupun ini bukan malam minggu.
Motor Jeno berhenti di sebuah warung pinggir kota. Cowok berjaket hitam itu membuka helmnya dan menoleh ke belakang.
"Apa?" Renjun berkata ketus namun cowok itu malah tertawa.
"Yuk turun."
Renjun turun dari motor Jeno. Cowok mungil dengan jaket coklat itu tampak mengerutkan kening ketika Jeno membawanya kesana.
"Gak suka ya?" Cowok itu juga sudah turun dan kini berdiri di samping Renjun.
"Gue gak ada bilang kalo gue gak suka." Renjun memasukkan ponselnya ke saku celananya dan membuat cowok di sampingnya itu tersenyum lalu menarik tangannya.
"Sini ikut gue."
Mereka berjalan berdampingan menuju warung itu.
Warung sederhana yang terletak di pinggir kota. Tidak mewah dan tidak ada wifi disana. Mungkin bagi sebagian siswa jaman sekarang enggan nongrong di warung seperti itu, namun tidak untuk Jeno. Cowok berhidung mancung itu malah senang beristirahat disana dan memakan satu mangkuk mie buatan Bi Siti, si penjaga warung.
"Malem, Bi." Jeno tersenyum dan menghampiri Bi Siti yang sedang membuatkan kopi untuk beberapa bapak-bapak yang ada disana.
"Eh den Jeno. Kemana aja den? Kok sekarang jarang kesini?" Wanita berumur lima puluhan itu menghentikan mengaduk kopinya dan beralih menghampiri Jeno yang berdiri di dekat meja
"Biasa Bi sibuk sekolah." jawab Jeno tersenyum sopan
"Ari ini teh siapa? Manis pisan." Bi Siti tersenyum ke arah Renjun membuat si mungil ikut tersenyum canggung.
"Temen Jen, Bi. Namanya Rajendra." Jeno ikut tersenyum dan menarik tangan Renjun agar si mungil tidak terus-terusan berdiri di belakangnya.
Alih-alih bergerak, Renjun justru memukul pundak Jeno membuat si tampan meringis lalu menoleh.
"Apa sih?"
"Renjun bukan Rajendra." protes Renjun membuat Jeno mengangkat alisnya satu.
"Jadi namanya ini Renjun atau Rajendra?" Bi Siti terkekeh kecil melihat perdebatan di depannya itu.
"Renjun aja, Bi. Kalo Rajendra khusus buat saya." jawaban Jeno kembali mendapatkan sebuah pukulan di pundaknya
"Sakit, Ra!"
"Rasain!"
"Sudah atuh, den. Kasian den Jeno nya." Bi Siti kembali terkekeh membuat si mungil menyengir
"Lo mau makan apa?" Jeno berbalik dan membuat Renjun mendongkak
"Terserah."
"Bi mie rebus nya dua ya, pake telor. Jeno nunggu di sana aja." cowok berhidung mancung itu maju mendekat ke arah dapur
"Oh oke siap den." ucap Bi Siti membuat Jeno tersenyum lalu berbalik
"Yuk." cowok itu kembali menarik tangan Renjun
"Duduk disana aja." Jeno menunjuk sebuah pos yang tak jauh dari sana.
Renjun hanya mengangguk lalu mengikuti Jeno dari belakang.
"Lo sering kesini ya? Kok ibu-ibu itu tau nama lo?" Renjun duduk di teras lalu Jeno mengikutinya
"Gak sering sih. Cuma beberapa kali aja." Jawaban Jeno membuat Renjun mengangguk dan tak mengeluarkan suara lagi. Cowok mungil itu memilih diam sambil bersenandung kecil. Renjun bukan tipe orang yang suka kepo dan banyak bertanya. Cowok itu hanya bertanya seperlunya, dan tak pernah kembali bertanya karena sudah mendapat jawaban yang menurutnya cukup.
"Lo gak keberatan kan Ra gue ajak kesini?" Jeno menoleh ke samping membuat si mungil ikut menoleh
"Gue bukan tipe orang yang harus di makan di restoran atau kafe. Kalo menurut gue tempat ini punya makanan yang enak, why not?" Dan Jawaban itu membuat Jeno menarik ujung bibirnya. Cowok itu tak henti menatap cowok di sampingnya. Walaupun hanya menggunakan celana jins selutut dan kaos yang dilapisi jaket, Renjun akan tetap terlihat manis. Begitu kata Jeno
"Manis."
"Hah?" Renjun menoleh membuat Jeno duduk tegak dan menggaruk tengkuknya
"Itu mie nya datang," Jeno menunjuk mang Asep, suaminya Bi Siti yang berjalan menghampiri mereka sambil membawa nampan dengan dua mangkuk mie dan dua gelas es teh manis di atasnya.
"Silahkan atuh," Mang Asep menyimpan nampan itu di samping Jeno
Jeno tersenyum, "Makasih ya, Mang."
"Sama-sama den. Sok atuh di makan. Mang Asep kesana dulu." pria lima puluhan itu tersenyum lalu berbalik meminggalkan keduanya
"Nih," Jeno memberikan semangkuk mie kepada Renjun dan langsung di terima oleh si mungil.
"Selamat makan." Jeno tersenyum membuat si mungil memutar bola matanya dan segera memakan mie yang masih hangat itu.
Renjun menyantap mie itu dengan sangat lahap membuat Jeno diam-diam tersenyum memperhatikannya.
"Kalo lo ngeliatin gue terus gak akan bikin mie lo abis." Renjun berkata dengan tangan yang sibuk mengaduk mie
"Lo cantik Ra, selalu cantik." lagi-lagi Jeno tersenyum. Renjun yang sedari tadi fokus ke mie nya menoleh.
"Udah berapa kali sih gue bilang kalo gue itu cowok? Gue bisa aja ya bikin lo masuk rumah sakit malam ini juga." Renjun berkata kesal namun tetap saja melanjutkan acara makannya.
"Makan dulu yang bener," Jeno terkekeh lalu mengusap ujung bibir Renjun dengan tangannya.
Setelah itu si tampan kembali menyambar mangkuk mie dan memakannya sambil bersenandung kecil meninggalkan Renjun yang langsung terdiam karena perlakuan oknum Lee Jeno.
Tibisi
KAMU SEDANG MEMBACA
DESTINY
Fanfiction[NON BAKU] Huang Renjun tidak pernah merasakan kehidupan berwarna selain hitam, putih, dan abu-abu. Sampai akhirnya Lee Jeno datang memporak-porandakan kehidupan tenang miliknya Warning⚠️ BxB Jangan salah lapak. Walaupun udah selesai tapi tetep vote...