Kalo ada yang typo bilang ya 🤗
***
"Na, Na Jaemin."
Jaemin yang masih bergulat dengan selimutnya seketika membuka matanya dan kaget saat melihat orang yang ada di depannya.
"Bangun, Na."
Jaemin masih menormalkan pandangannya. Cowok itu bangkit lalu menyibakkan selimutnya asal. Jaemin menatap sosok mungil di depannya dengan dahi berkerut. Pasalnya selama ia tinggal di rumah ini, tidak pernah sekalipun Renjun masuk ke kamarnya. Dan pagi ini pemuda Na benar-benar melihat Renjun berdiri di samping tempat tidurnya.
Sejak kepulangan Renjun dua hari lalu, hubungan keduanya masih sama. Tidak ada sambutan dari Jaemin ketika Renjun datang, tidak ada pelukan layaknya seorang saudara, bahkan tidak ada sapa menyapa ketika keduanya tak sengaja berpapasan di halaman ataupun di dapur. Mereka hanya menjawab seperlunya ketika Candra bertanya sesuatu.
"Ada apa?" Jaemin masih duduk di tepi ranjangnya dan menatap Renjun yang berdiri di depannya, jarak keduanya hanya dua langkah saja.
"Bokap mau ngomong di bawah." usai mengatakan itu, Renjun mundur selangkah dan berbalik lalu keluar dari kamar Jaemin meninggalkan sang pemilik yang menatapnya bingung. Namun sedetik kemudian Jaemin terlihat bangkit dan mengikuti Renjun yang sudah lebih dulu turun.
Jaemin menuruni satu persatu anak tangga dengan beberapa pertanyaan di otaknya. Tidak biasanya Candra memanggilnya untuk bicara serius. Biasanya keduanya mengobrol hanya seputar sekolah dan nilai-nilai, tidak lebih dari itu.
Ketika sudah sampai di ruang tengah, Jaemin mendekat kepada Candra yang sudah berdiri di dekat sofa. Di belakangnya ada Renjun yang diam sambil menunduk. Candra maju dan langsung memeluk Jaemin membuat si pemuda Na menatapnya bingung namun ia ikut membalas pelukan itu.
"Papa..."
"Mama udah nggak ada sayang."
Kaki Jaemin melemas. Candra masih memeluknya erat dan beberapa kali mencium puncak kepalanya. Jaemin yang masih belum mengerti menatap Renjun di belakang Candra yang masih menunduk, sesekali cowok itu terlihat menyeka ujung matanya.
"Pesawat Mama kecelakaan sayang."
Jaemin langsung melepaskan pelukan itu. Di tatapnya Candra dengan tajam lalu beralih menatap televisi yang menyala di sampingnya. Kaki jenjang itu melangkah mendekati TV dan menyimak baik-baik berita disana.
Belum diketahui pasti penyebab jatuhnya pesawat namun untuk saat ini 53 orang di nyatakan menghilang dan 60 lainnya meninggal termasuk Pilot dan Co Pilot—
Kaki Jaemin semakin bergetar mendengar berita di TV. Ia menggeleng keras lalu kembali menatap Candra.
"Bukan pesawat Mama kan, Pa?" Jaemin bertanya dengan pertanyaan yang seharusnya ia sendiri sudah tau jawabannya dari pernyataan Candra tadi. Namun cowok itu masih ingin memastikan.
"Pa," Jaemin kembali bersuara dengan suara yang kini terdengar bergetar. Candra menunduk lalu mendekat dan menempelkan kedua tangannya di pundak sang putra.
"Kamu harus ikhlas ya sayang. Dua jam lagi jenazah mama sampai, kamu—" pria dengan kemeja putih itu terlihat berhenti lalu membuka kacamatanya lalu ia pakai kembali. Tangannya bergetar dan ia kembali memeluk Jaemin yang langsung menangis histeris.
"Enggak. Pa nggak mungkin."
"Sabar ya sayang." Candra kembali mengeratkan pelukannya dan menciumi puncak kepala Jaemin.
Jaemin menangis dengan sesegukan. Sesekali tangannya memukul-mukul Papanya dan di balas dengan semakin mengeratkan pelukannya oleh pria itu. Sedangkan Renjun yang masih berdiri di tempatnya terlihat menunduk dan menghapus air mata yang entah kapan mulai keluar.
KAMU SEDANG MEMBACA
DESTINY
Fanfiction[NON BAKU] Huang Renjun tidak pernah merasakan kehidupan berwarna selain hitam, putih, dan abu-abu. Sampai akhirnya Lee Jeno datang memporak-porandakan kehidupan tenang miliknya Warning⚠️ BxB Jangan salah lapak. Walaupun udah selesai tapi tetep vote...