[2] Pertemuan Pertama

285 10 0
                                    

Devina berjalan menelusuri koridor sekolahnya dengan senyum yang masih setia melekat pada bibirnya. Devina berjalan seolah-olah ia telah melupakan kejadian beberapa hari yang lalu di kelas XI IPA 1, tentunya dihadapan Afrian.

Sesekali Devina menyapa beberapa orang yang berpapasan dengannya. Hingga akhirnya tanpa sengaja Devina bertabrakan dengan seseorang pria yang sedang asyik berjalan menunduk sambil memainkan ponselnya dan membuat Devina jatuh terduduk dengan beberapa bukunya yang berserakan di lantai.

"Kalau jalan, liat pake mata bisa kali ya." Ucap pria yang menabrak Devina dengan nada dingin, membuat Devina berdecak sebal.

"Lagian jadi orang sok ramah banget, sekalian aja noh sapa orang satu sekolahan." Lanjut pria itu masih dengan nada sok cool-nya.

"Biasa aja dong. Kok jadi gue sih yang disalahin. Bantuin kek, apa kek, ngomel mulu lo kayak emak-emak rempong." Ucap Devina, tangannya sibuk membereskan buku cetaknya yang masih berserakan di lantai.

Pria itu pun akhirnya berjongkok, kemudian ikut mengulurkan tangannya sama seperti Devina., namun tidak untuk membantu Devina, melainkan meraih dagu Devina kemudian mengarahkannya agar Devina menghadap kearah pria itu.

Sejenak mata bulat Devina beradu pandang dengan iris mata kecoklatan milik pria itu. Hal ini membuat tangan Devina refleks menjatuhkan kembali buku yang sudah ia bereskan.

Pria itu menatap Devina tajam, kemudian mendekatkan dirinya ke arah Devina, "Berisik lo. Jangan banyak bacot, nona sok ramah."

Devina melotot, seketika ia tersadar kemudian mendorong kuat pria itu agar menjauh darinya. Tangannya meraih buku-buku cetaknya yang sudah tersusun rapi tapi masih tergeletak dilantai. Devina berdiri, pria itu juga ikut berdiri. Sebelum akhirnya Devina membaca name tag yang terpasang tepat di dada sebelah kiri pria itu.

"Gilang Kusuma, nama yang bagus." Ucap Devina tersenyum remeh.

Devina berlari kecil menjauhi Gilang setelah sebelumnya ia berteriak kencang dan menjulurkan lidahnya tanda mengejek kearah Gilang, "TAPI SAYANGNYA GUE LEBIH SUKA MANGGIL LO KARET GELANG, GIMANA DONG? HAHAHA."

Devina berlalu masih dengan tawanya yang menggelegar, menyisakan Gilang yang masih mematung di tempatnya. Seketika senyumnya terbit, sesaat setelah menemukan sebuah buku kecil mirip diary tergeletak di lantai. Gilang membukanya, senyumnya semakin melebar ketika menemukan sebuah tulisan di lembar pertama buku itu,

Don't touch!! This book belong to ♥ Devina Sabrina Elfaza

Wellcome to the game, let's play with me, Gilang menyeringai kemudian membawa buku kecil itu berlalu.

***

Suasana di kelas ini tidak jauh berbeda dengan kelas lain ketika guru yang seharusnya mengajar berhalangan hadir. Devina merutuk dalam hati, tangannya memainkan satu benda keramat ciri khas anak sekolahan, bolpoin.

Devina tampak duduk di bangkunya sendirian, kursi sebelahnya kosong dan bangku di depannya pun juga kosong. Bukan tanpa alasan, melainkan Hera, Nadya, dan Arin memutuskan untuk pergi ke kantin.

Triing. Devina mengernyit, sebuah pesan masuk ke ponsel Devina dengan nomor tidak kenal.

From : 082245390xxx

Kls lo lg jam kosong kan? Ke perpus skrg.

Kening Devina berkerut semakin dalam, namun tak ayal Devina tetap saja berjalan menuju perpustakaan mengikuti perintah pesan dari nomor tak dikenal itu.

Sesampainya di perpustakaan, Devina pun menolehkan kepala ke seluruh penjuru perpustakaan. Namun nihil, ia sama sekali tidak menemukan satu orang pun disana. Devina memutar tubuhnya, hendak meninggalkan perpustakaan.

Filosofi Kaktus [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang