[41] B. Akhir yang (Belum) Berakhir

137 8 3
                                    

4500+ words huh *lapingus😪
Jangan lupa tap tombol vote dan tinggalkan komentar kalau kamu suka sama cerita ini ya!^^

Jangan lupa kasih tau teman-temanmu supaya bisa baper bareng-bareng disini😋

Selamat membaca~

Check this out😍😍😍

-o0o-


12 Oktober 2018, 03:45 PM

"OM EDWARD!!!" Seru Lingga saat baru saja turun dari mobilnya. Tanpa salam pembuka, Lingga langsung menyerobot masuk ke dalam rumah seperti orang kesetanan.

Di ruang tengah, Lingga bertemu dengan Viona --kakak sepupu Lingga-- yang menatapnya penuh rasa heran.

"Teriak mulu lo di rumah orang, nggak ada sopan-santunnya." Celetuk Viona namun Lingga sama sekali tidak menggubrisnya.

Hingga seorang laki-laki paruh baya mencul dari balik pintu dapur. Tanpa berbasa-basi lagi Lingga langsung menghampirinya. "Om tolongin Lingga sekarang kondisi Dee sedang menurun." Ujar Lingga tanpa jeda.

"Dee? Maksud kamu Devina? Dia drop lagi?"

Mendengar nama Devina disebut, Viona tertarik untuk mendekat. Viona mengenal Devina, karena dua tahun lalu Devina pernah menjadi pasiennya. Viona ini adalah psikolog muda. Di usianya yang baru menginjak dua puluh lima tahun, Viona sudah berhasil menyelesaikan pendidikan S2 di Canada.

"Devina baik-baik aja. Cuma tadi dia teriak histeris dan berusaha nyakitin dirinya sendiri. Aku takut Devina kembali depresi." Ujar Lingga.

"Lingga kamu lupa ya? Om ini dokter, bukan psikolog. Harusnya kamu minta tolong sama Viona." Ujar Edward.

Tanpa banyak bicara, Lingga langsung menghampiri Viona, "Kak Vio, Lingga minta tolong---"

"Elah udah tau gue permasalahan lo. Giliran ada maunya manggil Kak, tadi aja nyelonong seenaknya bae. Dasar sepupu nggak sopan." Gerutu Viona.

Dulu Lingga lah yang bersikeras meminta bantuannya untuk menerapi psikologi Devina. Awalnya Viona heran karena Lingga tidak pernah bersikap seperduli itu pada orang lain, apalagi cewek semenjak kematian Marsha.

Namun setelah Viona bertemu dengan Devina, ia paham alasan mengapa Lingga begitu mengkhawatirkan Devina. Sebab Devina sangat amat mirip dengan Marsha yang telah meninggal dunia.

Ketiganya lalu bergegas keluar rumah setelah Viona mengambil beberapa perlengkapannya ditemani Om Edward.

Saat hendak masuk ke dalam mobil, Om Edward terlebih dahulu menarik Lingga.

"Biar Pak Joko aja yang nyetir." Titah Dokter Edward pada Lingga. Bukan apa-apa, ia hanya tidak ingin terjadi petaka di jalan raya sebab Edward tahu emosi Lingga sedang tidak stabil sekarang.

Lingga hanya pasrah ketika Dokter Edward menariknya untuk duduk di kursi penumpang bersama Viona. Saat mobil mulai membelah jalanan, Lingga tidak bisa diam sama sekali.

"Pak cepetan dong!!"

"Sing sabar toh mas ganteng. Alon-alon sing penting kelakon gitu loh. Bentar lagi yo wis sampai kok mas."

"Tau lo nggak sabaran banget. Nyawa kita juga berharga kali. Lagian nanti kalau kita kenapa-kenapa nanti nggak ada yang nolongin Devina. Gobloknya sampai dna." Celetuk Viona.

Lingga hanya diam sembaei menghela napas gusar. Berkali-kali ia melirik jalanan berharap segera sampai di rumah Devina.

"Masnya kok panik banget, siapa toh mas yang lagi sakit? Pacarnya?" Tanya Pak Joko.

Filosofi Kaktus [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang