[12] Ulang Tahun Mama Gilang

170 7 0
                                    

"Hari ini hujan ku belum reda. Ia masih setia berjatuhan, meluruhkan tetesannya yang jatuh bersamaan dengan kenangan yang sekalipun tak pernah pudar."

____________________________________


"Kenapa lo?" Tanya Afrian sembari menaikkan sebelah alisnya menatap seorang gadis dengan penampilan acak-acakan sedang menangis di taman.

Gadis itu menggeleng, membuat Afrian berdecak.

"Grace, gue tanya lo kenapa?"

Gadis yang bernama Grace itu tetap tidak mau menjawab, namun isakannya semakin keras.

Hingga akhirnya Afrian duduk disebelah Grace, mengusap lembut bahu gadis itu.

Perlahan isakan Grace mulai mengecil, "O-orang tua gue.... Ma.. Mau cerai, Yan."

Afrian mematung seketika mendengar penuturan dari Grace, hatinya berdenyut kesakitan menatap Grace yag sedang menangis di hadapannya. Bukan apa-apa, tapi karena Grace memiliki nasib yang hampir sama dengan Afrian. Lagi pula, mental siapa yang tidak akan terpukul jika mendapati kenyataan bahwa kedua orang tuanya akan berpisah?

"Udah jangan nangis lagi, ayo gue anterin pulang." Ujar Afrian sembari meraih lembut lengan Grace namun tak mendapat sambutan baik dari sang pemilik lengan.

Grace menggeleng, "Gue.... Ng.. Nggak mau pulang. G-gue ta.. kut." Ujarnya dengan suara lirih.

Afrian mengerti rasanya, semuanya sama, hanya satu yang berbeda, Afrian lebih tegar dari Grace.

"Gue tau, gue ngerti, tapi lo nggak bisa terus-terusan lari. Mau nggak mau, bisa nggak bisa, lo kudu ngadepin semuanya. Jangan lemah, kalo lo nggak mau ditertawakan oleh semesta."

Kepala Grace perlahan mendongak menatap Afrian. Seulas senyum setipis benang terbit di wajahnya.

"Pulang ya?" Tanya Afrian. Grace mengangguk, beranjak berdiri dari bangku taman yang sedari tadi ia duduki.

Setelah duduk diatas motor, Afrian mematikan mesin dan memarkirkan motornya membuat Grace mengernyit bingung pasalnya Afrian turun dari motor tanpa nengajak Grace. Belum sempat kebingungan Grace mereda, sebuah jaket berwarna hitam tiba-tiba saja mendarat dengan manis di bahunya.

"Baju lo berantakan, gue nggak mau jadi bahan omongan orang."

Hanya satu kalimat, tapi berhasil menimbulkan rona merah di wajah Grace. Tanpa mereka sadari bahwa di seberang sana terdapat sepasang mata yang menatap mereka dengan hati patah.

Tidak lama kemudian, motor Afrian pun melaju memecah jalanan. Hingga akhirnya laju motor Afrian pun harus terhenti karena lampu merah.

Rintik-rintik air mulai turun perlahan membasahi bumi. Afrian menolehkan kepalanya ke kanan untuk berbincang dengan Grace.

"Grace, hujan. Mau neduh dulu?"

"Nggak usah. Rumah gue udah deket dari sini. Nanggung kalo berhenti."

Deg. Tanpa sengaja mata Afrian menemukan seorang Gadis yang tengah menatap hujan dengan tenang dari balik kaca mobil yang terbuka. Mata gadis itu terpejam seolah begitu menikmati alunan merdu suara yang dihasilkan dari rintik-rintik hujan yang berjatuhan.

Filosofi Kaktus [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang