Pada akhirnya, tirai tertutup
Pemain harus menunduk
Pada akhirnya, aku berdoa
Namaku akan kau bawa...
-Nadin Amizah, Beranjak Dewasa
_________________________________________
Keesokan paginya, setelah sarapan, Devina langsung pamit pada Rezka dan Lingga untuk melanjutkan kembali misinya yang sudah ia susun dari jauh-jauh hari.
"Lo, serius nggak mau dianter?" Devina mengangguk antusias.
"Ck. Apa si, lebay banget, hari ini gue mau kencan sama Afrian. Lagipula bareng Caca juga naik taksinya, ya kan Ca?"
Caramel mengangguk mengiyakan.
"Lo dapet salam dari Kak Viona, udah minum obatnya kan?"
Devina seketika terhenti dari kegiatan menyuapkan makanan ke dalam mulutnya. "U-udah kok."
Merasa ada yang tidak beres, Lingga memicingkan matanya curiga. "Lo nggak bohong kan?"
"A-apa si. Udah kok," udah gue buang ke toilet maksudnya. Lanjut Devina dalam hati. Ia benar-benar muak dengan semua obat-obatan itu. Ia hanya ingin bebas, kembali tertawa tanpa terikat lagi dengan pil-pil pahit yang sialnya adalah satu-satunya topangan Devina agar tetap hidup lama di dunia.
Namun bagaimana pun, semua orang juga pasti akan menghilang juga kan? Devina tidak menampik, ia memang ingin bahagia bersama semua orang yang menyayanginya, namun ia juga tidak lagi kuat menahan semua rasa sakit yang bersarang di tubuhnya. Jadi bukan masalah bukan, jika ia segera mempercepat kehadiran takdirnya untuk menghilang?
"Oh iya, nanti sore, gue nggak mau tau pokoknya kalian semua harus dateng ke rumah kaktus gue ya! Gue mau adain bakar-bakaran nanti. Gue nggak nerima alasan apapun, kecuali kehadiran kalian. See you and good bye soon!"
Dan semua orang pun hanya mengangguk diam, Ketiganya bungkam, merasakan ada aura menyedihkan yang menguar dibalik ucapan Devina barusan.
***
"Pemisi,"
Devina masuk ke dalam rumah Afrian tanpa ragu. Ia yakin, semuanya masih lengkap berada di rumah karena matanya menatap mobil yang sejak dahulu selalu menjadi mobil andalan Papa Afrian masih berada disana, dipanaskan mesinnya oleh supir.
Ia kemudian berteriak antusias begitu mendapati Ana, Mama Afrian sedang menyiapkan sarapan untuk Papa Afrian yang duduk manis di meja makan sembari membaca Koran.
"Ya ampun, Dee! Mama kangen sama kamu." Setelah meletakkan semua hidangan di meja makan, Ana segera menarik Devina dan mendekapnya erat sembari mencium puncak kepala Devina berkali-kali, melepaskan rasa rindu karena tidak pernah lagi bertemu dengan Devina setelah 4 tahun lamanya.
"Kamu, baik?" Tanya Ana ragu. Ia bisa melihat dengan jelas, tubuh Devina yang lebih kurus dari sebelumnya dan wajahnya pun terlihat pucat.
Devina bisa menangkap kecemasan Ana dengan baik, ia segera menganggukkan kepalanya, meyakinkan Ana jika ia baik-baik saja.
"Dee baik kok, Ma. Mama baik juga kan? Oh iya, Om---"
"Papa sayang." Potong Wira tegas.
"Hehe maaf. Iya, Mama Ana sama Papa Wira baik juga, kan?"
Keduanya mengangguk kompak.
"Ini tumben sepi, Ma?"
Ana menghela napasnya pelan, "Ah itu... Setelah kamu pergi, Afrian jarang mau diajak sarapan bersama."
KAMU SEDANG MEMBACA
Filosofi Kaktus [Selesai]
Teen Fiction(Noted: Segera di revisi setelah menyelesaikan cerita selanjutnya) Masa SMA atau biasa dikenal sebagai masa putih abu-abu adalah masa dimana seorang anak remaja yang baru akan bertransformasi menjadi manusia dewasa, seseorang pada masa ini biasanya...