[16] B. Kebenaran yang Tersembunyikan

124 5 0
                                    

Bel pulang sekolah berbunyi, Gilang dan Wildan segera meninggalkan ruang kelasnya setelah membereskan semua buku yang berantakan diatas mejanya. Jangan salah, buku-buku itu hanya mereka gunakan alibi agar terlihat rajin di depan guru. Selebihnya, mereka lebih banyak menggunakan buku untuk sebagai penghalang agar tidak ada guru yang mengetahui jika mereka tertidur. Cerdas bukan?

"Heh kampret tungguin gue," Ujar salah seorang teman mereka yang bernama Gabriel.

Gabriel berjalan tergesa-gesa menghampiri Gilang dan Wildan yang sudah berada di luar kelas. Tanpa sengaja ia menabrak Afrian yang kebetulan juga berjalan tergesa-gesa keluar dari kelasnya. Gabriel menatap Afrian berniat meminta maaf, namun belum sempat Gabriel meminta maaf, Afrian sudah melengos pergi dari hadapan Gabriel tanpa mengucap salam.

Gabriel menatap Afrian iba, dulunya mereka berempat bersahabat. Namun sejak insiden itu, Afrian menjadi sosok yang pendiam dan perlahan menjauhkan dirinya dari lingkungan pergaulan.

"Lah si monyet, malah bengong disini,"

"Woyy, Gabriel. Lo ngapain disitu? Sini buruan,"

Gabriel terperanjat mendengar teriakan dari kedua temannya, ia berlari mendekati Gilang dan Wildan yang sudah menunggunya di depan pintu kelas.

***

Gilang membuang puntung rokok terakhirnya ke tanah kemudian menginjaknya. Kini Gilang, Wildan, dan Gabriel berada di warung belakang sekolah. Mereka bertiga memang sering menghabiskan waktunya disini sekedar untuk membuang sepi. Perlu diketahui, mereka bertiga memang memiliki satu kesamaan yang membuat persahabatan mereka semakin menguat, mereka bertiga sama-sama kesepian.

Gabriel dan Wildan adalah anak tunggal, mereka tidak memiliki satupun saudara yang bisa diajak untuk bercengkrama. Kedua orang tua mereka sama-sama sibuk dengan pekerjaannya, membuat Gabriel dan Wildan sibuk mencari pelampiasan untuk sekedar menyamarkan rasa sepi yang selalu menemani mereka.

Sedangkan Gilang sebenarnya memiliki satu saudara kembar. Sayangnya, kedua orang tua Gilang memilih untuk berpisah rumah sampai mereka benar-benar resmi dinyatakan bercerai. Sebenarnya Gilang dan saudara kembarnya cenderung lebih dekat dengan ibunya, namun saudara kembar Gilang bersikap dewasa sehingga ia memilih untuk tinggal bersama dengan Papanya supaya Gilang bisa tinggal bersama ibunya.

"Lang gue denger lo lagi deket sama cewek kelas sebelah itu ya?" Ujar Wildan sesekali menghisap puntung rokok yang terselip diantara jari tengah dan jari telunjuknya.

Gabriel mengernyitkan alisnya, "Siape?"

"Itu tuh cewek yang pinter komputer, yang kemarin bikin geger satu sekolahan gara-gara kejadian dikantin itu. Namanya Dee bukan sih?"

Gabriel memotong ucapan Wildan, "Devina maksud lo?"

"Oh jadi nama aslinya Devina? Gue mah kagak tau, gue cuma tau temen-temennya manggil dia Dee,"

Gilang tetap diam, walaupun sebenarnya sedari tadi ia tetap menyimak pembicaraan antara Gabriel dan Wildan.

"Lo lupa? Cewek itu kan dulu pernah deket sama Afri-"

Wildan yang tahu kemana arah pembicaraan Gabriel pun langsung menyenggol lengan Gabriel dengan keras sehingga es teh yang Gabriel pegang menjadi tumpah dan membasahi seragamnya, "Eh iya gue tau, lo suka risih kan kalau di deketin sama si Nira? Lagian lo sih kebanyakan tebar pesona, gitu kan jadinya,"

Gabriel yang tidak peka pun akhirnya menatap jengkel Wildan, "Kok jadi bahas Nira sih. Bukannya benar ya itu si Devina kan dulunya emang deket banget sama Afrian. Gue aja dulu ngira mereka pacaran karena tiap harinya gue lihat mereka berdua nempel terus kayak lalat kejebak di lem lalat. Haha," Gabriel tertawa renyah, tapi tidak dengan kedua temannya.

Filosofi Kaktus [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang