"Hati-hati jika bermain dengan kata percaya. Semesta kadang suka bercanda. Mereka bahkan pandai menutupi makhluk yang berpotensi mengukir luka dengan membuatnya seolah-olah menjadi pencipta bahagia. Jadi, lo perlu waspada sebelum terluka." -itsnone-
____________________________________
"LO GILA?!!"
"LO APAIN DIA BANGSAT!!!"
Lingga melayangkan kepalan tangannya tepat mengenai wajah Gilang.
"Udah, Ga. Tenang."
"MANA BISA GUE TENANG, KA. LO NGGAK LIAT ITU SI DEE KENAPA?!!"
"YA LO PIKIR AJA, GILA!!! KITA UDAH JAGAIN DEE MATI-MATIAN, NAH SEDANGKAN DIA BALIK-BALIK BAWA KABAR BEGINIAN!!!" Umpat Lingga penuh emosi pada Gilang yang masih tersungkur karena pukulannya.
Gilang hanya diam di tempatnya, seolah pasrah menerima segala umpatan kasar dari Lingga. Gilanh yidak mencoba membela diri, ia hanya mengusap sudut bibirnya yang berdarah akibat tonjokan Lingga.
Lingga baru akan kembali melayangkan pukulannya pada Gilanh, namun Rezka segera menengahinya. "LINGGA!! KALO GUE BILANG UDAH, YA BERARTI UDAH, BEGO!! " Maki Rezka yang membuat Lingga bungkam seketika dan mengacak rambutnya frustasi.
"Lo pikir dengan gini bisa bikin keadaan Dee jadi baik? Hah?!!" Ucap Rezka lagi. Nada suaranya sudah menurun dibanding tadi.
Rezka mengulurkan tangannya pada Gilang, membantunya berdiri. "Are you okay?"
Gilang hanya mengangguk menjawab pertanyaan dari Rezka.
"Sorry bro. Gue harap lo bisa maklum sama kelakuan Lingga. Dia gampang kepancing emosinya, apalagi kalo udah nyangkut masalah Dee."
Over posesif gila. Kalo gini sih, gue nggak yakin bakal ada yang berani nyakitin Devina. Gilang menatap horor pada Lingga.
Gilang tersenyum kecil. Pikirannya berkelana entah kemana, yang pasti ia bertanya mengenai hubungan kedua cowok ini dengan Devina. Karena setahu Gilang, Devina hanya tiga bersaudara, dengan dua perempuan dan satu laki-laki, dan seingat Gilang, salah satu dari dua cowok ini bukanlah kakak Devina.
"Boleh gue tau Dee itu sebenarnya kenapa?" Suara Rezka yang tiba-tiba membuat lamunan Devina buyar seketika.
Gilang berdehem sebentar menghilangkan kegugupannya, "Gue nggak tahu awalnya gimana. Gue cuma nemuin dia kehujanan, pas gue deketin dia malah pingsan dan mimisan. Ya terus gue bawa ke UKS dong, berhubung lo nelpon, karena panik, yaudah gue angkat. Lo dateng ke sekolah gue, terus bawa dia ke rumah sakit. Selesai."
"Sedikitpun gue nggak ada niatan nyakitin Devina." Ucap Gilang tegas, matanya sinis tertuju pada Lingga yang kini duduk sembari membalas nyalang tatapannya.
"Gue tahu."
Lingga masih tampak tidak terima atas kehadiran Gilang yang menurutnya memiliki potensi sangat besar menyakiti Devina. Walau tidak tau alasannya, tapi Lingga benar-benar membenci Gilang sejak awal pertemuan mereka tiga jam yang lalu. Ada rasa tidak nyaman yang Lingga rasakan saat bertatap muka dengan Gilang.
"Dia bakal baik-baik aja kan?" Tanya Gilang pada Rezka. Namun Lingga menyelanya.
"Ya. Dan dia bakal jauh lebih baik-baik aja kalau lo nggak nyoba deketin dia lagi. Paham?!"
"Lingga, udah!!! Lo itu udah gede, harusnya lo bisa mikir. Bukan main nyalahin orang gitu aja. Lo khawatir sama Dee? Gue juga!! Bukan cuma lo aja yang khawatir, Ga."
Rezka menatap Gilang dengan pandangan tidak enak, "Lang, lo pulang dulu aja nggak papa. Biar gue sama Lingga yang jagain Dee. Nanti kalo dia udah sadar gue kabarin, biar Lingga juga bisa tenang dulu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Filosofi Kaktus [Selesai]
Fiksi Remaja(Noted: Segera di revisi setelah menyelesaikan cerita selanjutnya) Masa SMA atau biasa dikenal sebagai masa putih abu-abu adalah masa dimana seorang anak remaja yang baru akan bertransformasi menjadi manusia dewasa, seseorang pada masa ini biasanya...