[38] Mengenang Kenangan

112 2 0
                                    

"Afri ini aku kenalin sam-----" Ucapan Devina terhenti ketika mendapati sofa tempat Afrian duduk tadi sudah kosong.

"Udeh balik noh cowok lo." Kata Lingga dengan wajah menyeringai.

Mata Devina menyipit menatap Lingga, ia semakin merasa curiga ketika melihat tawa geli dari Rezka.

"Cemburu dia ngeliat lo dipeluk dua big brother mu ini."

Devina melotot, "TUHKAAAAN!!!! KALIAN KENAPA ISENG BANGET SIH!!!!" Teriak Devina sembari menjewer telinga Lingga dan Rezka dengan gemas.

"Adududuh sakit kali Dee." Rintih Lingga dengan tawa.

"Loh loh ini kok gue dijewer juga. Sumpah gue nggak ikut-ikutan. Cuma bantu Lingga aja." Kali ini Rezka yang bersuara.

"SAMA AJA!!!!"

"Dee lepas dong. Sakit tau! Rezka bawain lo coklat noh dimobilnya."

Mendengar kata 'coklat' disebut, Devina refleks melepas tangannya dari telinga Rezka dan Lingga.

Begitu terlepas, Lingga menyeringai dan langsung bergegas kabur ke dalam rumah.

"Tapi gue bohong. Hahaha." Tawa Lingga menggelegar meninggalkan Rezka yang mematung dan Devina yang menatap punggung Lingga kesal.

"LINGGAAAAAAA!"

Devina beralih menatap lekat Rezka.

"Kenapa liatin gue gitu amat?"

"Lingga ngebohongin lo. Gue beneran beliin coklat kok buat lo. Ambil aja di mobil."

Devina menatap galak Rezka kemudian menginjak keras kakinya.

"Ya Allah salah apa lagi gue?"

"Pikir aja sendiri. Kesel gue sama lo. Mamam tuh coklat."

Devina berlalu pergi meninggalkan Rezka yang kebingungan sembari menggaruk tengkuknya yang tak gatal. "Padahal gue beneran beliin coklat buat dia. Dasar aneh. Untung sayang."

***

"Lang buruan lah. Gercep gituloh. Tinggal dikit lagi nih rencana kita." Ucap Hera pada Gilang ditengah keramain club yang biasa mereka datangi setiap harinya.

"Gue bingung." Gilang terlihat gamang. Wajahnya gelisah. Sejak tadi ia hanya terus menuang alkohol ke dalam gelasnya namun sama sekali tidak meminumnya.

Hera mendudukkan tubuhnya disamping Gilang lalu menatap curiga pada Gilang, "Jangan bilang kalau lo jatuh cinta sama Devina?!"

"Aduh, Lang, udah berapa kali sih gue bilang, jangan sampai lo jatuh cinta sama dia. Lo nggak boleh lupa, Devina itu penyebab cinta pertama lo, Dea, meninggal! Devina nggak pantes bahagia. Lo harus bikin dia menderita persis seperti apa yang Dea alamin." Tandas Hera tegas.

Tanpa sadar Gilang terbakar. Segala apa yang diucapkan seolah menjadi bahan bakar yang sengaja Hera siramkan pada Gilang yang hampir meledak.

Mata Gilang memerah. Kobaran api dendam itu jelas terlukis di matanya.

Hera menyeringai. Cowok bodoh itu nyatanya memang kelewat tolol sebab terlalu mudah dihasut tanpa mencari tahu kebenarannya terlebih dahulu. Jika sudah begini, artinya rencana Hera untuk menghabisi seluruh keluarga Devina akan berjalan dengan mudah.

Gilang terlalu mudah dimanfaatkan. Padahal sebenarnya dalang dibalik kematian Dea adalah Hera, tapi cewek itu dengan mudah memutar balikkan fakta dan membuat mata Gilang tertutup dendam.

Filosofi Kaktus [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang