[43] Awal Mula (Dua)

68 4 0
                                    

Sebelum membaca, jangan lupa vote dan tinggalkan komentar kalian jika berkenan!

Selamat Membaca!



Kedatangan Rezka di rumah disambut oleh ribut suara Devina. Gadis itu menjerit frustasi. Berkali-kali ia pikirkan pun, tetap saja tanpa bisa ia cegah pikirannya kembali mengarah pada penghakiman dirinya sendiri bahwa ia ada hanya untuk membuat masalah.

Namun hal itu tak semudah itu mempengaruhi pikiran Rezka. Laki-laki itu malah tetap dengan santai melenggang, melangkahkan kakinya melewati Lingga dan Devina.

"Ka!" Seru Lingga.

"Kenapa?" Jawabnya singkat, bahkan terdengar sangat malas menyahuti panggilan Lingga.

"Lo nggak liat Dee kenapa?" Tanpa perlu melihat wajah Lingga secara langsung, Rezka pun sudah mampu menebak bahwa laki-laki itu tengah dipenuhi emosi.

 "Terus?" Jawab Rezka seolah sengaja memancing kemarahan Lingga. "Lo urusin sendiri lah. Gue sibuk masih banyak urusan penting yang harus gue selesaikan."

Sorry.

Setelahnya, Rezka bergegas pergi, mengatur kembali rencana yang sudah ia susun sejak lama. Ini puncaknya, semua harus berakhir sampai disini, Rezka berjanji.

***

Tepat pukul 07.00 pm, Hera dan Gilang sudah siap mengeksekusi malam balas dendam mereka. Setidaknya, malam ini mereka akan merasa lega setelah membalaskan semuanya.

Drrt... drrrtt...

Ponsel Gilang bergetar, sesegera mungkin ia membuka satu pesan dari Rezka.

From : Rezka

Kalian bisa mulai rencana sesuai skenario yang udah kita susun.

"Mulai sekarang?" Tanya Gilang memastikan pada gadis disebelahnya.

Hera kemudian mengangguk dengan mantap. Ia melangkah pasti seiring dengan kedatangan para pria berbadan besar yang secara khusus disewa Rezka demi kelancaran aksi balas dendam mereka.

***

Semua berjalan dengan sangat lancar. Satu keluarga Devina berhasil masuk dalam perangkap yang dibuat mereka, dengan tambahan Lingga, Om Edward, dan Viona yang memang sejak awal berada di rumah Devina untuk menangani gangguan mental Devina yang kembali kambuh.

Namun, Gilang dan Hera tidak tahu jika Rezka diam-diam datang menuju kantor polisi untuk menjemput Afrian. 

"Tunggu-tunggu, kita mau kemana?" Tanya Afrian penasaran melihat tingkah Rezka yang begitu mencurigakan. Tiba-tiba datang memberikan bukti bahwa ia tidak bersalah sehingga Afrian dibebaskan dari tuduhan penyalahgunaan narkoba. 

"Bacot." Tandas Rezka yang membuat Afrian diam seketika.

Begitu mobil berhenti, Afrian bisa dengan jelas mengenali tempat ini, rumah Devina yang sederhana, keberadaan orang-orang berpakaian hitam dan berperawakan tinggi-besar sedang berjaga di sekitar rumah Devina. 

Ini ada apa?

"Nggak usah banyak tanya, lo ikut gue masuk. Tapi jangan macem-macem, cukup ikuti instruksi gue. Apapun yang lo liat nanti, jangan komentar dan jangan mengacau." Peringat Rezka.

Afrian berdiam diri dibalik pintu halaman belakang Devina atas perintah Rezka. Entah mengapa hari ini feeling-nya sedikit berpihak pada laki-laki aneh itu, jadi ia diam dan menurut saja apapun yang Rezka perintahkan.

Filosofi Kaktus [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang