[18] B. Devina dan Kaktus Ajaibnya

163 6 0
                                    

"Hanya karena dia berduri dan tidak memiliki bunga yang cantik seperti tanaman hias lainnya, bukan berarti kaktus itu tidak indah bukan? Keindahan itu tidak harus selalu apa yang terlihat oleh mata, tapi bisa saja terlihat dari bagaimana caranya dia bertahan di tengah kekeringan."

____________________________________


"Ca, rumah Devina sepi banget kayak nggak ada penghuninya. Lo yakin ini rumah Devina? Lo nggak nyasar kan?" Tanya Gilang memastikan.

Bukannya lupa, hanya saja Gilang ingin tahu lebih dalam tentang Devina melalui Caramel. Entah bagaimana caranya, tapi gadis itu selalu saja membuat Gilang penasaran bahkan sampai tidak bisa tidur semalaman hanya karena memikirkannya.

"Nggak lah. Gue sering kesini kok, meski sekarang udah jarang tapi gue bisa jamin kalo ini beneran rumahnya Dee." Ujar Caramel dengan sangat yakin.

Gilang menoleh sejenak pada Caramel yang duduk sampingnya.

"Kenapa semua orang manggil Devina itu Dee?"

Gilang mengalihkan pandangan menelusuri setiap bagian dari halaman rumah Devina yang lumayan luas. Tidak ada yang berarti, hanya terdapat sebuah taman mini yang terletak tepat di depan sebuah jendela kaca besar. Taman itu sama sekali tidak tampak menarik, tidak ada satupun tanaman hias ataupun tanaman bunga indah yang tumbuh di taman itu, hanya terdapat satu jenis tanaman yang mendominasi taman itu, kaktus.

Aneh, pikir Gilang.

"Itu nama kecilnya. Kata Devina, dulu waktu kecil dia kesulitan nyebut nama Devina, jadi Mamanya ngasih nama panggilan khusus buat dia. Sebelum itu, Devina pernah nyebut namanya jadi 'De', tapi itu malah bikin bingung, karena Devina juga punya adik kandung yang namanya Dea. Jadilah dia dipanggil Dee. Lucu kan?"

Gilang hanya merespon ucapan Caramel dengan mengangguk dan tersenyum tipis.

Setelah mobil Gilang berhenti, Caramel bergegas turun dan mengetuk pintu rumah Devina meninggalkan Gilang yang menurutnya berjalan terlalu lambat.

Tidak lama kemudian, muncul wanita paruh baya yang membukakan pintunya. Tentu saja, Bi Inah. Siapa lagi memangnya, mengingat kedua orang tua Devina jarang sekali berada di rumah.

"Eh ada Non Camel, nyari saha atuh? Non Devina ya? Sok atuh langsung ke kamarnya."

"Caramel, Bi. Bukan Camel. Panggil Caca aja," Kata Caramel memutar bola matanya jengah, karena selalu saja setiap Caramel berkunjung kemari, Bi Inah selalu salah menyebut nama Caramel.

Caramel masuk ke dalam rumah Devina, dirinya sudah tidak sabar bertemu dengan sahabatnya itu, sampai-sampai Caramel lupa bahwa ia kemari bersama dengan Gilang.

"Non Camel tunggu, itu cowoknya nggak diajak masuk sekalian?"

Caramel membalikkan langkahnya, menghampiri Gilang yang kini berdiri di samping mobilnya dengan wajah bodohnya.

"Woyyy Lang, napa malah ngelamun disitu? Sini masuk buruan." Teriak Caramel membuat Gilang tersentak dari lamunannya dan bergegas menyusul Caramel.

"Dee?!!! Spadaaaa?!! Yuhuuuuu,"

Gilang membekap mulut Caramel dengan tangan kanannya, "Ca, lo apaan sih. Ini tuh rumah orang bukan hutan. Lo gila ya."

"Eeeeehh, tangan gue kenapa lo gigit bego! Sakit, arghsss."

Caramel menjulurkan lidahnya pada Gilang yang kini menatapnya kesal. Caramel berlari menuju kamar Devina dan membukanya tanpa permisi.

Brakkkk. Pintu kamar Devina terbuka.

Filosofi Kaktus [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang