[34] The Game

108 7 2
                                    

"Permainan tetaplah permainan. Lo nggak bisa berhenti sesuka hati di tengah jalan. Karena hanya ada dua pilihan, yaitu selesaikan! Atau balik dipermainkan."

____________________________________


"Gini nih calon istri idaman. Pinter masak. Nggak kayak lo, Ca, apa-apa manja."

Caramel menjambak rambut Gilang kasar, membuat cowok itu mengadu kesakitan. "Ca?!! Sakit!! Dasar bar-bar! Pantes jomblo. Hahaha."

Hari ini rumah kecil Devina tidak lagi sepi. Ia kedatangan dua tamu gila. Siapa lagi jika bukan Caramel dan Gilang. Dua saudara sakit jiwa ini sukses membuat puyeng Devina.

"Na, ada orang gila masuk rumah!!!" Seru Gilang panik.

"Mana?!" Devina menoleh bingung. 

Devina selalu memastikan pintu rumah terkunci rapat karena rumah ini tidak ada gerbangnya, maklum, masih kompleks perkampungan.

Tawa Gilang pecah melihat Caramel dan Devina celingukan. "Itu yang duduk sebelah lo! Hahaha."

Menyadari orang gila yang dimaksud oleh Gilang adalah Caramel, Devina tertawa.

"Wah sialan lo!" Caramel mendekati Gilang, tapi cowok itu menghindar.

Lemparan brutal bantal kursi tak terhindarkan antara Gilang dan Caramel. Devina hanya menonton sembari tertawa. Ia ingin ikut sebenarnya, namun Devina tak mau ambil resiko karena kondisinya yang belum sembuh benar. Apalagi vonis mematikan yang baru ia ketahui kemarin. Setidaknya Devina harus menjaga kesehatan tubuhnya agar bisa bertahan hidup sedikit agak lama.

Gilang dan Caramel berhenti setelah lelah. Keduanya kembali duduk beristirahat sembari menyomot kue guna memulihkan tenaga.

"Bentar dulu, Ca, istirahat. Nanti lanjut lagi, oke?"

"Oke!"

Suasana menjadi sedikit tenang. Baik Gilang maupun Caramel tidak ada yang membukanya. Caramel sibuk dengan potongan kue di meja. Hingga suara Gilang lagi-lagi memecah keheningan.

"Banana, lo tuh sebenarnya sakit apa sih? Nggak sembuh-sembuh perasaan."

"Jangan bilang kalo lo kena kanker?!!"

Devina tersentak mendengar tebakan asal Gilang. Memberikan responnya, Devina hanya tersenyum kecut. Dengan sengaja ia tidak menyangkal ataupun mengiyakan ucapan Gilang.

Refleks, Caramel mencubit perut Gilang, "Mulut lo!"

Gilang hanya melengos kesal.

Guna mencairkan suasana, Devina tertawa kaku. Diam-diam ia melempar kulit kacang ke arah Gilang. Dan tepat saat Gilang membuka mulut, kacang itu masuk.

Gilang tersedak, membuat tawa dua gadis itu makin melebar.

"RASAIN LO RASAIN! MAMPUS LO!! HAHA." Sembur Caramel dengan tawanya yang masih membuncah.

Gilang bergumam tidak jelas. Sepertinya cowok itu tengah menyumpah serapahi Devina dan Caramel.

"Ca, ambilin minum di belakang. Takut bikin anak orang mati gue." Ujar Devina masih dengan tawa yang tersisa.

Filosofi Kaktus [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang