[5] Gelap tak Bercahaya

217 10 0
                                    

Suasana pagi hari di rumah ini begitu ceria. Seorang gadis berambut pendek tampak memamerkan hasil masakannya kepada seluruh anggota keluarga.

"Kalian suka nggak? Dee masak nasi goreng buat kalian semua,"

Seorang anak laki-laki berusia sekitar lima belas tahunan ini tampak menanggapi ucapan sang adik dengan sama cerianya, "Serius Dee? Sini coba, abang makan ya?"

"Eummm enak Dee, yang itu buat abang juga ya?" Ucap anak laki-laki itu sembari menunjuk sebuah kotak bekal berwarna biru.

Devina seketika menatap garang kakaknya, "Ih abang apaan sih. Ini bukan buat abang tau. Ini tuh buat temen aku,"

"Pelit banget sih jadi orang. Lagian itu yang mau dikasih bekal teman apa teman. Nah loh, Dee ketahuan, masih kecil udah pacaran."

"Jadi, siapa cowok yang udah berani mencuri hati putri kecilnya Papa?"

Wajah Devina memerah, "Cuma teman kok, Pa. Dia itu baik banget. Dia suka belain aku kalau lagi dimarahin guru,"

Sang Papa tersenyum melihat keantusiasan Devina ketika menceritakan 'teman'nya, membuat Revan, Papa Devina, menemukan sebuah ide jahil untuk mengerjai anaknya.

"Oh ya? Ehm, sepertinya besok Papa harus menemui anak laki-laki yang berani-beraninya membuat perhatian Devina menjadi berkurang untuk Papa dan Abang Devan."

Merasa mendapat dukungan dari sang Ayah, Devan pun tersenyum penuh kemenangan,

"Setuju, Pa. Kira-kira kalau ketemu, enaknya kita apain ya, Pa?" Kata Devan mengetuk-ngetukkan jarinya ke kepala, seolah tengah berpikir serius.

"Hmm gimana kalau kita ikat di pohon mangga samping rumah aja, Pa,"

"Ide bagus. Jadi, kapan Devina bawa 'teman'nya ke rumah? Hm," Ucap Revan dengan sengaja menekan perkataannya.

Revan, Devan dan Raline, Mama Devina tertawa lebar, sedangkan Devina tampak mengerucutkan bibirnya.

"Mama, liat tuh abang Devan makannya rakus kayak orang nggak pernah makan satu tahun." Kini giliran Devina yang mengadu kepada Dahlia.

"Apaan sih, Dek. Kamu tuh, masih kecil aja udah pacaran, wlee,"

"Devan, Devina, kalian ini ribut terus kerjaannya. Udah itu makanannya buruan dihabisin. Tuh liat Papa sama Dea udah nungguin kalian dari tadi,"

***

Waktu masih menunjukkan pukul dua dini hari. Terlihat bulan dengan setia menemani malam di tengah kesunyian. Membiarkan jiwa-jiwa manusia yang sibuk berkeliaran mencari mimpi kebahagiaan.

Devina terbangun tepat setelah bermimpi indah tentang keluarganya. Devina tersenyum hambar, bagaimanapun juga ia bersyukur karena setidaknya dirinya masih bisa merasakan kehangatan keluarganya walaupun hanya dalam mimpi.

Berulang kali Devina mengerjakan matanya, tapi tetap saja ia masih terjaga, matanya seolah enggan tertutup. Sepertinya Devina akan menyelesaikan tugasnya malam ini juga. Devina mengambil sebuah laptop berwarna putih dibalik laci meja belajarnya. Laptop ini adalah laptop kesayangannya. Karena merupakan barang pertama yang berhasil ia beli menggunakan uang pribadinya.

Jari-jemari Devina menari dengan lincah diatas keyboard, sesekali terdengar bunyi beep sesaat ketika Devina salah memasukkan keyword. Meski begitu, pekerjaan Devina terselesaikan dengan sempurna tanpa cacat sedikitpun.

Dengan segera Devina membuka e-mail kemudian mengirimkan sebuah pesan kepada seseorang.

Elfaza Narose William <elfazanaw@helperindo.com>
to : asian.corporation@hardinatagroup.co.id

Filosofi Kaktus [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang