Kulihat binar matamu penuh beban
Hei, ada apa gerangan?
Ah ku pikir ada yang merajuk dengan penyesalan_________________________________________________
Beberapa hari terakhir ini, Devina mulai kembali beraktifitas seperti biasa. Ia pun sudah diizinkan untuk kembali tinggal di rumah kecilnya bersama Lingga, tapi tetap harus berada dibawah pengawasan Raline, Mama Devina.
Hari-harinya kemudian mulai kembali berjalan normal, tak ada lagi kesedihan, tak ada lagi air mata, atau bahkan drama-drama yang memuakkan.
"Non, sarapan dulu, di meja makan udah ditunggu sama nyonya." Ujar Bi Inah menemui Devina yang masih sibuk menata tas sekolahnya di kamar.
"Bibi yang masak?"
Bi Inah menggeleng pelan, "Nyonya yang masak non, dari tadi subuh."
Devina terdiam. Wanita tua itu lagi-lagi mencari perhatian, pikirnya. "Tapi aku mau makan telur gorengnya Bi Inah, boleh yaa?"
"T-tapi non---"
"Ya kalau Bi Inah ga mau, ya nggak apa-apa, nanti aku sarapannya di sekolah aja." Devina berpura-pura merajuk, hingga pada akhirnya Bi Inah mau menuruti keinginannya.
"Ya udah Bibi gorengin telur, tapi non tunggu di meja makan ya," Devina hanya mengacungkan dua jempolnya pada bi Inah.
Setelahnya, Devina bergegegas menuju meja makan. Disana sudah ada Lingga dan Raline dengan dua kursi kosong yang salah satunya menjadi tempatnya.
"Pagi sayang,"
"Pagi Dee,"
Sapa Lingga dan Mama Devina bersamaan. Sedang yang disapa hanya membalas satu dari dua sapaan itu dengan senyuman hangat.
"Pagi juga, Lingga!"
Sedangkan di seberang sana, Mama Devina hanya tersenyum kecut melihat tingkah anak perempuannya yang masih sulit untuk dijangkau hingga hari ini.
"Kamu mau sarapan apa? Biar Mama yang ambilin ya?"
Namun Devina hanya terdiam dengan gelengan pelan yang bisa ditangkap oleh dua manusia lainnya.
"Sarapan dulu lah Dee, biar bisa minum obat, abis itu gue tebengin ke sekolah deh." Ujar Lingga.
Devina tersenyum jenaka, "Gue sarapan kok. Cuma lagi nungguin telur ceploknya Bi Inah."
"Lagian gue dijemput sama pangeran, ngapain juga berangkat bareng lo. Males amat." Perihal pangeran yang Devina bicarakan adalah Afrian. Sejak kepulangan Devina dari rumah sakit, Afrian menjadi baik pada Devina.
Lingga mendengus kesal.
Tidak lama kemudian, Bi Inah datang sembari membawa telur goreng pesanan Devina.
"Wah, makasih Bi Inah. Enak banget nih pasti."
"Ya udah kalau gitu, nak Lingga sarapan yang banyak ya, sayang makanannya kalau nggak dihabisin." Raline tersenyum pedih menatap anaknya secara halus menolak makanan yang sudah ia masak susah payah dari subuh tadi.
Lingga yang menotis sinyal kepedihan dari Mama Devina pun hanya mengangguk sembari tersenyum miris. Bagaimanapun juga, Raline tengah berusaha merebut kembali hati Devina yang sudah berjalan terlalu jauh.
***
Di sekolah pun semua tampak baik-baik saja, namun tetap saja lebih banyak hal yang berbeda karena berubah. Seperti Lingga yang kini bersekolah di tempat Devina dengan alasan agar dapat menjaganya lebih dekat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Filosofi Kaktus [Selesai]
Teen Fiction(Noted: Segera di revisi setelah menyelesaikan cerita selanjutnya) Masa SMA atau biasa dikenal sebagai masa putih abu-abu adalah masa dimana seorang anak remaja yang baru akan bertransformasi menjadi manusia dewasa, seseorang pada masa ini biasanya...