Jakarta, 26 September 2018
Hening menyelimuti suasana diantara Gilang dan Devina. Sejak pulang dari sekolah, kemudian mampir di pasar swalayan dan berakhir pulang ke rumah Gilang, keduanya memang tidak banyak terlibat banyak percakapan.
Hingga Gilang memecahkannya, "Kalau begini, gue jadi keinget Papa." Ujarnya dengan nada sendu.
Devina menoleh pada Gilang dengan tatapan bertanya. Tanpa perlu dapat bicara, Gilang segera melanjutkan ceritanya.
"Lusa itu anniversary pernikahan bokap-nyokap yang ke dua puluh. Tiap tahun kita selalu punya tradisi rayain itu dirumah, dengan kue buatan nyokap sendiri."
Gilang menghela napas menjeda ucapannya.
"Sampai sekarang, sekalipun bokap-nyokap udah tinggal terpisah, entah kenapa nyokap masih ngelanjutin tradisi itu tiap tahun. Gue suka sedih kalau ingat itu."
"Mereka cerai?" Tanya Devina dengan hati-hati supaya tidak melukai Gilang.
Cowok itu menggeleng, suasana disekitar mereka mendadak mengharukan. Meski tidak mengeluarkan air mata, Devina tau Gilang benar-benar terluka.
"Mereka cuma pisah rumah, udah dua tahun, untungnya belum cerai. Udah lama gue mau mereka kembali bersama, tapi nggak tahu gimana caranya."
Ucapan Gilang kemudian berhenti bersamaan dengan laju mobil Gilang yang melambat. Devina menatap keluar jendela, sudah sampai rumah Gilang ternyata. Rumah yang tidak terlalu besar, namun elegan itu tidak pernah membuat Devina bosan, ditambah lagi sebuah taman penuh warna di sudut rumah menjadi kenyamanan tersendiri bagi Devina.
"MAMAMIAAAA~ Anakmu yang ganteng ini pulaaaaannnggggg!" Teriak Gilang ketika sampai di rumahnya. Devina terkekeh ketika kemudian Mama Gilang muncul dengan wajah gemas seperti ingin menyubit pipi Gilang sepuasnya
"Gilaaanngggg! Jangan teriak-teriak, ini rumah bukan hut--" Ucapan Mama Gilang terpotong ketika melihat Devina, "Gilang ngajak pulang bidadari kenapa nggak bilang-bilang?"
Devina maju, menyalami Mama Gilang. Kali ini dia bertemu dengan Ratna sebagai Mama dari pacarnya, bukan sebagai kepala sekolah. Devina tidak menyangka jika ia bisa masuk lebih dalam pada kehidupan Gilang yang penuh misteri dan teka-teki.
"Kau bidadari, jatuh masuk kali, ditabrak banci, eaaaa." Ketus Gilang dengan bernyanyi ala-ala boyband hits Indonesia yang salah satu personilnya menjadi aktor utama di film Dilan.
Cowok itu mencebikkan bibirnya kesal karena Ratna lebih memperhatikan Devina dari pada anaknya sendiri.
"Udah yuk sayang jangan didengerin. Dia belum diruqyah. Malem Jum'at kemarin abis kerasukan soalnya."
Devina terkekeh, kemudian mengikuti langkah Ratna menuju dapur meninggalkan Gilang yang semakin merengut di rung tamu, "Tuhkan tuhkan, Devina aku pulangin ya, Ma. Enak aja pacar orang main diserobot gitu aja. Dosaaaaa tau, Ma."
Gilang terus berteriak-teriak tidak jelas, Devina dan Ratna tidak bisa untuk tidak tertawa melihat kelakuan absurd Gilang, si cowok cool di sekolah yang memiliki kelakuan super aneh jika sudah di depan orang terdekatnya.
"Dulu, diantara keluarga kita cuma dia yang suka ngelucu dan bawel, mirip Tante. Kalau Iyan, saudara kembarnya Gilang itu lebih pendiam persis Papanya, tapi kadang dia juga sama anehnya kayak Gilang."
"Gilang punya kembaran?" Devina tersentak, suaranya lirih, namun masih cukup untuk bisa didengar oleh Ratna.
"Punya. Kamu belum tau? Gilang nggak pernah cerita ya? Kamu pasti kenal, dia juga sekolah di Tunas Bangsa kok, namanya Afrian. Afrian Putra Wiranata."
KAMU SEDANG MEMBACA
Filosofi Kaktus [Selesai]
Fiksi Remaja(Noted: Segera di revisi setelah menyelesaikan cerita selanjutnya) Masa SMA atau biasa dikenal sebagai masa putih abu-abu adalah masa dimana seorang anak remaja yang baru akan bertransformasi menjadi manusia dewasa, seseorang pada masa ini biasanya...