Ruangan ini terlihat sepi, hanya ada Rezka yang sibuk berkutat pada layar laptopnya dan Devina yang masih setia memejamkan matanya. Malam ini hanya tinggal Rezka yang menjaga Devina, kebetulan dihari esok Rezka tidak ada jadwal kuliah, berbeda dengan Rezka yang harus terus masuk sekolah mengingat ia sudah kelas dua belas dan diharuskan fokus pada ujian dan beberapa tes masuk perguruan tinggi.
Beberapa menit lagi dokter jaga akan berkeliling memeriksa pasiennya. Hingga detik ini Devina belum juga membuka matanya meskipun semua peralatan medis yang Devina butuhkan sudah terpasang dengan benar. Rezka menghela napasnya perlahan, jika nanti dokter datang, Rezka akan bertanya selengkap-lengkapnya mengenai kondisi Devina.
Disaat seperti ini, Rezka bahkan tidak berani menghubungi pihak keluarga Devina. Karena dari jauh-jauh hari, Devina telah mewanti-wanti Lingga dan Rezka agar tidak memberitahukan apapun pada keluarganya, kecuali jika Devina sudah memberi izin.
Rezka tahu ini salah. Bagaimanapun juga, kedua orang tua Devina seharusnya berhak mengetahui keadaan putrinya agar tidak melulu melimpahkan kesalahan di masa lalu dan membebankannya kepada Devina.
Rezka kembali fokus pada layar laptopnya, tiba-tiba dahinya berkerut ketika mendapati sebuah kejanggalan.
Ralvano's Company
Keadaan perusahaan itu kini tengah porak poranda, sebagian besar asetnya bahkan telah dijual untuk melunasi hutang-hutang perusahaan, dan terancam gulung tikar. Rezka mengusap wajahnya frustasi, ketika mengetahui penyebab jatuhnya perusahaan itu adalah karena data-data pentingnya telah diretas oleh perusahaan saingannya, Amatidar Corporation.
Seharusnya tidak begitu mengherankan, mengingat hal-hal seperti ini sangat lumrah terjadi. Persaingan-persaingan kotor memang sering kali dilakukan oleh pemegang saham terbesar untuk mempertahankan perusahaannya.
Namun, hal yang membuat Rezka kelabakan adalah karena perusahaan itu milik kedua orang tua Devina. Rezka tahu mungkin Devina memang tidak pernah peduli pada urusan-urusan yang menyangkut keluarganya, apalagi urusan tentang perusahaan. Tapi Rezka cukup mengerti bahwa dibalik ketidakpeduliannya, Devina masih cukup menyimpan rasa sayang yang teramat besar pada keluarganya, sekalipun mereka mungkin sudah lupa bahwa Devina masih menjadi salah satu bagian diantaranya.
Rezka berencana akan mendiskusikan hal ini dengan Lingga esok harinya. Rezka akan berusaha sekuat tenaganya untuk membantu mengembalikan aset-aset penting perusahaan kedua orang tua Devina yang telah dicuri. Rezka menutup laptopnya ketika mendengar suara pintu ruang rawat Devina dibuka, Rezka tersenyum ramah menyapa seorang dokter dan suster yang datang untuk memeriksa kembali keadaan Devina.
Rezka mengenal baik dokter yang berusia separuh abad itu, beliau adalah dokter spesialis penyakit dalam yang Rezka dan Lingga pesan secara khusus untuk menangani Devina jika sedang dalam kondisi drop seperti sekarang ini.
"Gimana, Dok?"
"Saya pikir seharusnya kondisi Nona Devina sudah lebih baik mengingat pasien telah menerima tambahan darah yang cukup. Anemia aplastik memang bukan penyakit yang ringan, tapi jika pasien mendapat suplai darah yang cukup secara rutin, maka seharusnya tidak ada yang perlu di khawatirkan."
"Tapi kenapa sampai sekarang dia masih belum sadar, Dok?"
"Sebelum ini, apa kamu pernah melihat gelagat aneh dari tubuh Devina?"
Rezka mengernyit, gelagat aneh? "Iya Dok, pernah. Waktu itu, malam-malam dia keringetan banyak banget, padahal dia sama sekali nggak ngelakuin aktifitas berat."
"Jika begitu, maka penyebabnya masih belum bisa saya pastikan, sepertinya pasien memerlukan cek darah untuk mengetahui penyebabnya secara lebih lanjut."
KAMU SEDANG MEMBACA
Filosofi Kaktus [Selesai]
Ficção Adolescente(Noted: Segera di revisi setelah menyelesaikan cerita selanjutnya) Masa SMA atau biasa dikenal sebagai masa putih abu-abu adalah masa dimana seorang anak remaja yang baru akan bertransformasi menjadi manusia dewasa, seseorang pada masa ini biasanya...