Pak Sofyan memandang tiga puluh mahasiswanya. "Bagaimana usul saya? Cukup adil kan?" tanyanya sambil tersenyum jenaka.
"Adil, Pak," jawab peserta mata kuliah Pak Sofyan, pelan tapi serempak.
Kalau ada alasan universal kenapa mereka semua, mahasiswa dari program studi dan angkatan berbeda, ada di kelas ini, ya karena mata kuliah Pak Sofyan yang ringan, tidak banyak tugas, dan UAS-nya berbentuk karya tulis yang bisa dikerjakan di rumah. Berkelompok pula.
Nah, kata Pak Sofyan sih, supaya fair dan semua mahasiswa saling kenal, anggota kelompoknya akan diundi.
Beberapa saat kemudian, para mahasiswa kelas tersebut sudah memegang gulungan kertas yang dibagikan Pak Sofyan. "Nah, silakan dibuka kertasnya," ujar Pak Sofyan sambil meraih buku catatan dan pulpen.
"Yang dapat kelompok 1, silakan tunjuk tangan, sebut nama ya," lanjutnya. Proses pencatatan nama anggota kelompok berlangsung selama beberapa saat.
"Kelompok 6?" Lima mahasiswa tersisa mengangkat tangan. "Lho, cah lanang semua. Coba, mulai dari masnya yang pakai kacamata, nama lengkapnya siapa?"
"Garin Arsakha Pamungkas,"
"Irgi Ganindra Aryasena,"
"Cakra Satya Prayoga,"
"Arkandi Nugroho Ardi,"
"Wigra Dwi Setya."***
"Eh, Bang..." Irgi nyaris terlonjak mendengar suara nge-bas di belakangnya. "Abang yang namanya Garin ya?" tanya cowok pemilik suara tersebut. Irgi tahu dia salah satu teman sekelompoknya, cuma Irgi lupa namanya.
"Bukan. Gue Irgi. Sori, gue belom hapal nama lo," dia menjulurkan tangan. Cowok itu menjabatnya. "Wigra, Bang," jawabnya.
"Eh, Irgi kan ya? Right?" cowok jangkung berkacamata yang tadi ditunjuk Pak Sofyan bergabung dengan mereka. "Gue Garin," dia menyalami Irgi dan Wigra. "Gue boleh minta nomor kalian nggak? Biar gampang ngehubungin kalo mau ngerjain tugas," tanya Irgi.
"Boleh, boleh. Eh, yang dua lagi ke mana ya?"
Mata Garin tertuju pada seorang cowok yang mengenakan sweater kotak-kotak. Dia tampak ragu hendak mendekati mereka. "Elo... Arkandi... iya bukan sih," kata Irgi. Cowok itu mengangguk. "Iya, panggil aja Kandi. Sori, gue ketinggalan ya?" tanyanya.
"Nggak kok. Ini kita masih nunggu yang satu lagi, ke mana ya? Lo liat?"
"Gue maksudnya?" Garin, Irgi, Kandi, dan Wigra menengok ke asal suara. Cowok berkaos Guardians of the Galaxy tengah mendekati mereka. "Cakra ya?" tanya Irgi. Yang ditanya hanya mengangguk, lalu menyalami mereka semua.
"Nah, karena semua udah ngumpul, kalian pada bisa ngerjain tugasnya kapan?" tanya Irgi. "Gue kapan aja bisa kok. Besok juga boleh," jawab Kandi.
"Eh jangan besok..." kata Wigra pelan. "Ada mentoring, Bang," lanjutnya, dan mendadak telinganya memerah. Garin mengangkat alis mendengar jawaban Wigra. "Elo maba?" tanyanya.
Wigra mengangguk. "Holy lobster," gumam Garin. Mungkin takjub karena si pemilik suara nge-bas ini ternyata masih menyandang status mahasiswa baru.
"Lusa aja kalo gitu?" Kandi mengusulkan. Irgi mengangguk. "Nggak masalah. Kalo perpus rame, bisa ke kos-kosan gue kok," jawabnya.
"Gue juga bisa sih kalo lusa. Eh, lo ngekos di mana emang?" tanya Cakra. Irgi menyebut daerah tempat dia ngekos, rupanya tidak jauh dari kampus mereka. "Deket lah. Garin sama Kandi?" kedua anak itu tidak butuh waktu lama untuk setuju.
"Oke. Nanti saling kontak aja ya," ujar Irgi.
***
Kandi berdiri lalu melakukan stretching sejenak. Nggak ada di antara mereka yang menyangka kalau makalah tugas akhir Pak Sofyan ternyata lumayan njelimet dan makan waktu sampai tiga jam. Itu juga belum selesai dan baru akan dilanjut besok.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Eyeless Pandora
Short StoryLima laki-laki dan lima jalan hidup berbeda, dipertemukan dan saling menemukan dalam kelindan mimpi yang sama. Dengar mereka bercerita soal hidup, musik, cita-cita, cinta, luka, menerima, memaafkan, serta serangkaian perjalanan yang menempa untuk j...