Gue mengecek ulang bawaan gue. Baju, udah. Sepatu cadangan, udah. Isi tas ransel gue juga kayaknya udah lengkap semua.
Apa lagi yang belum ya?
Sebenernya gue berangkatnya masih dua hari lagi, sih. Cuma biar nggak ribet, gue udah mulai ngatur sebagian besar bawaan gue buat ke Jakarta mulai malam ini.
Ya kalo printilan macem oleh-oleh gitu biasanya udah disiapin sama Mama.
Sejujurnya, gue nggak sabar kembali ke Jakarta. Lebih tepatnya, gue pengen ketemu The Eyeless Pandora, terutama setelah Kandi akhirnya udah balik lagi.
Irgi udah ngehubungin gue dan cerita soal Kandi--gue sangat yakin Garin dan Wigra juga udah denger.
Masalahnya, gue nggak tau kalo urusan Kandi dan bokapnya sekompleks itu. Dan jujur aja, gue sempet takut dan bertanya-tanya sendiri: The Eyeless Pandora bisa lanjut nggak dengan keadaan gini?
Kalo lo tanya gue, gue juga maunya Kandi tetep sama The Eyeless Pandora dan bisa gabung lagi. Tapi gue juga nggak mungkin maksa dia milih kami ketimbang keluarganya.
Makanya gue lega ketika dia akhirnya nyautin obrolan kami di grup soal audisi gig kami yang akan datang. Audisi pertama setelah kami gagal waktu itu, yang kayaknya udah lama banget dan sebenernya pengen gue lupain aja.
"Mas, yang buat tentenganmu nanti Mama beresin besok aja ya?" suara Mama muncul dari luar kamar. Tuh kan bener.
"Iya, Ma, santai aja. Ini juga Mas masih beres-beres koper kok," jawab gue, sementara Mama masuk ke kamar.
"Gitarnya nggak dibawa, Mas?" tanya beliau sambil menunjuk gitar akustik di pojok kamar.
"Nggak, Ma, nanti malah ribet bawanya," ujar gue. "Lagian kan Mas di band megangnya bas," gue melanjutkan.
"Oh iya ya. Tapi basmu ditinggal di Jakarta aman kan?"
"Aman kok," gue menatap Mama yang duduk di pinggir kasur gue. "Nggak berasa bentar lagi kamu balik Depok ya, Mas," gumamnya.
Gue duduk di sebelah beliau. "Iya. Mas juga pengennya lebih lama di sini. Cuma kan kuliah juga mau mulai," kata gue, sementara Mama mengelus puncak kepala gue.
"Mama tenang aja ya. Nggak bakal berasa kok nanti Mas balik Surabaya lagi kalo udah selesai UAS semester depan," gue melanjutkan.
Dan saat ini nggak ada yang bisa gue janjikan ke mereka selain: 1) gue akan kuliah baik-baik, 2) gue akan selalu pulang saat ada kesempatan.
"Iya, Mama nggak apa-apa kok. Ya biasalah ibu-ibu, Mas,"
"Kenapa tuh?"
"Mau anaknya udah gede, udah mandiri, tapi kalo mau pergi ya ada cemas-cemasnya dikit," Mama tersenyum.
"Mama bisa aja," gue tidak bisa tidak ikut tersenyum. "Eh, tapi bener kan kamu betah di sana? Makan nggak pernah kurang? Tidur cukup?" tanya Mama.
"Iya, Ma. Mama kan tau Mas sukanya makan," jawab gue sekenanya.
Gue punya begitu banyak alasan untuk cepat-cepat kembali ke Depok; kuliah, ketemu The Eyeless Pandora, ketemu Sekar...
Tapi gua tahu gue cuma butuh satu alasan untuk selalu kembali pulang: ketemu Mama dan Papa.
***
Tiga hari kemudian
Sekar
Cak, kamu di mana? Masih tidur?Cakra
Nggak, ini lagi cari makan. Kamu masih di kampus?Gue sampe Jakarta kemarin dan langsung ke kos-kosan. Sekar sempet nawarin mau jemput gue, tapi daripada dia bolak-balik dan malah kemaleman, akhirnya gue memilih naik taksi dari Gambir ke Depok.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Eyeless Pandora
Historia CortaLima laki-laki dan lima jalan hidup berbeda, dipertemukan dan saling menemukan dalam kelindan mimpi yang sama. Dengar mereka bercerita soal hidup, musik, cita-cita, cinta, luka, menerima, memaafkan, serta serangkaian perjalanan yang menempa untuk j...