02. Pulang Lebih Awal

10.5K 615 5
                                    


Verinda duduk manis di ruang kepala sekolah. Ia baru saja selesai diinterogasi plus ceramah lengkap dengan omelan kepala sekolah yang panjang dan lebar.

"Saya sudah bilang sejujurnya, pak. Bukan saya yang mulai."

"Oya? Kalo gitu, kenapa keterangan kamu beda sama dua anak kelas tiga yang juga kebetulan ada di toilet, hah?!"

"Dua cewek itu pengikutnya Amel, pak."

"Terserah kalo kamu nggak mau ngaku!! Tapi kalo gini caranya, saya harus meliburkan paksa kamu, Ver. Selama itu, pikirkan semua kesalahkan kamu!" kata kepala sekolah yang menahan marah dengan menggebrak meja.

Verinda tetap terlihat tenang walau kepala sekolah berusaha menggertaknya. Tak seberapa lama, seseorang mengetuk pintu ruangan kepala sekolah dan mengabarkan bahwa mama Verinda telah datang.

"Persilahkan beliau duduk di ruangan sebelah." Perintah kepala sekolah sambil melirik ke Verinda yang tetap terlihat tenang . "Kamu tunggu sini!" lanjutnya sambil beranjak pergi.

Kedua bola mata Verinda perlahan bergerak setelah sejak tadi hanya menatap lurus ke depan. Perlahan ia menarik nafas panjang begitu terdengar pintu ditutup dari luar. Ia pun menguap panjang. Bisa-bisanya dia jadi kepsek. Nggak cerdas. Setengah jam berlalu, seseorang membuka pintu ruangan kepala sekolah dengan tidak sabar. Verinda menoleh dengan gerakan slow motion yang cool.

Mama Verinda berdiri dengan wajah memerah menahan marah didampingi seorang cewek yang berseragam sekolah sama dengannya. Cewek itu adalah Edenin Chelia Adistriesa, kakak Verinda yang duduk di kelas dua. Kakak yang sama sekali tidak akrab dengannya.

"MAU KAMU TUH APA, SIH?! BISA-BISANYA KAMU DISKORS SEMINGGU DI HARI PERTAMA MASUK SEKOLAH?! MAU BIKIN MALU MAMA, IYA?!"

Verinda menghela nafas pelan sambil membuang muka. Tingkah Verinda membuat kemarahan mamanya semakin memuncak. Dengan tidak sabar mama berjalan mendekati Verinda dan mulai mengomel lagi.

"KAMU NGGAK CUMAN MALU-MALUIN MAMA TAPI CHELI JUGA!! BISA NGGAK SIH KAMU NGGAK BIKIN MAMA MARAH, VER?! JAWAB!!"

Verinda diam tidak bergeming dengan wajah yang terlihat dingin.

"Ma, udah dong sabar. Nggak enak marah-marah disini." Bisik Edenin menenangkan. "Malu kalo didengerin guru-guru."

Verinda yang duduk membelakangi mama dan kakaknya hanya tersenyum sinis sambil melipat kedua tangannya. Ia tetap diam, tidak berkomentar.

"Si Ver ini harus dikerasin, Chel. Dia beda ama kamu. Dia anak badung. Udah kamu diem aja, nggak usah ikut-ikutan." Kata mama dengan suara yang melunak.

Wajah sangar mama kembali muncul ketika kembali melihat Verinda.

"KAMU MO SOK JAGOAN, IYA?! KAMU BANGGA BISA NGALAHIN ANAK KELAS TIGA, IYA?! DARI KECIL KAMU UDAH NYUSAHIN MAMA TAU NGGAK?! JADI ANAK ITU HARUS TAU DIRI, VER!! JANGAN CUMAN BISA NGEREPOTIN DAN BIKIN MALU DENGAN SEGUDANG KENAKALAN KAMU!!"

Verinda memejamkan matanya sambil mendengus. Telinganya mulai panas mendengar omelan mamanya. Ia segera bangkit dari duduknya. Mama terlihat sedikit kaget melihat tingkah Verinda. Verinda terdiam sejenak lalu perlahan memutar badannya dan menatap mamanya yang berdiri disamping kanannya. Mama balik membalas dengan menatapnya seperti menatap spesies berbahaya yang harus dimusnahkan dari muka bumi.

Verinda mengalihkan pandangannya pada kakaknya yang masih terpaku di depan pintu. Edenin memilih untuk tidak menatap mata Verinda. Ia tidak ingin merasakan sensasi beku dari sorot mata tajam Verinda yang dinginnya bisa minus beberapa derajat dari nol. Ia kembali menoleh ke mamanya.

"Udah selesai?" tanya Verinda sambil membuang muka sejenak. "Aku mau pulang." Verinda segera berjalan namun kemudian berhenti tepat di depan kakaknya yang berdiri di tengah-tengah pintu.

Verinda sedikit menundukan kepalanya untuk bisa menatap kakaknya. Meski Verinda berstatus sebagai adik namun ia lebih tinggi enam centimeter. Edenin memilih untuk memalingkan mukanya.

"Minggir." Usir Verinda.

Sore hari, di halaman belakang rumah

Verinda terlihat asyik menyirami tanaman di belakang rumahnya. Entah sejak kapan ia mulai suka dengan tanaman. Merawat dan menata tanaman kini menjadi rutinitasnya. Setiap habis pulang sekolah ia terus berada di halaman belakang di dekat kolam renang. Setelah itu, ia akan istirahat di sebuah pendopo kecil di tepi kolam renang.

Verinda terus menyemprotkan air ke segala arah. Tiba-tiba, ia meringis kesakitan sambil memegangi perutnya. Ia merasa perutnya terasa sangat nyeri hingga selang air yang dipegangnya terjatuh. Verinda membungkukan badannya untuk mengurangi rasa sakit.

"Sakit maagnya kumat lagi, ya non?!" tanya mbok Tun dari belakangnya.

Mbok Tun adalah salah satu pembantu di rumah Verinda. Namun bagi Verinda, mbok Tun lebih dari sekedar pembantu. Verinda sangat menghargai dan menghormati mbok Tun. Verinda menoleh ke arah asal suara sambil mengangguk dan berusaha tersenyum.

"Duh, non-makanya kalo makan jangan sampe telat toh!" nasehatnya sambil membopong Verinda menuju pendopo. "Non udah minum obat belum?"

Verinda meringis kesakitan sambil menggeleng pelan.

"Gimana mau sembuh kalo makan telat-obat juga jarang diminum! Piye toh?!"

Verinda terlihat geli mendengar mbok Tun yang keluar elogat jawa timur-nya.

"Bentar juga ilang."

Mbok Tun hanya bisa menggelengkan kepala. Tidak habis pikir.

"Non-non, kadang saya ngeliat non itu kok melas banget."

"Melas? Artinya apa, mbok?"

"Yah, udahlah-ora usah dibahas. Oya, non bikin salah apa lagi sama mama? Barusan mbok dapet perintah nggak boleh ngasih makan nasi atau apa-apa sama non kecuali masakin mie instan. Seminggu lho, non! SEMINGGU."

Wajah Verinda kembali serius. Ia mendengus sambil menebar pandangannya.

"Nggak usah dibahas, mbok." Verinda kembali menatap mbok Tun, "Ora usah dibahas!" lanjutnya menirukan gaya mbok Tun.

"Jangan nyindir toh!" protes mbok Tun sambil tertawa.

Yah, begitulah kehidupan Verinda yang monoton. Setiap dia melakukan kesalahan maka dia akan dihukum nggak boleh ikut acara makan keluarga dan tidak boleh makan nasi, hanya boleh makan mie instan. Verinda bahkan tidak ingat sejak kapan hukuman itu diberlakukan. Sebatas ingatannya, sejak kecil dia sudah sering sekali makan mie instan.

Miss Troublemaker (nona si pembuat onar)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang