36. Kacau Balau! (2)

6K 402 16
                                    

Author's note:
Jangan baperan baca bab ini yah 😅 apalagi sampe ikutan lemes kayak si Verinda yah gank 😧
Author signed out 🖖
____________________________________

Raditya menatap tajam ke arah Verinda. Ngapain tuh cewek sialan di sini?! Orang nggak tau diuntung kayak dia-AARGH, sialan!! Lamunannya kemudian buyar karena teman satu timnya memberinya umpan bola.

"Dit, oper ke gue!!" teriak teman yang lain di seberang lapangan.

Raditya terpaku sejenak sambil terus men-dribble bolanya. Ia berusaha mencari celah untuk meloloskan diri dari lawan. Namun mendadak sebuah ide melintas cepat di otaknya ketika melihat Verinda yang sudah berbalik menuju ke luar.

"Tangkep!" teriaknya pada teman satu timnya yang posisinya sejajar garis lurus dengan Verinda. Ia melempar bola basketnya dengan kekuatan penuh.

Bola lemparan Raditya sukses melambung tinggi. Bola itu terus melayang melintasi separuh lapangan hingga melebar ke luar. BUUUGH!! Sesuai harapannya bola itu tepat jatuh ke sasaran targetnya. Verinda.

Verinda langsung oleng dan terjatuh berlutut dengan telak. Suasana yang tadinya heboh langsung sunyi senyap seketika. Kejadian yang dulu pernah terjadi seolah sedang diputar lagi. Semua siswa yang tahu kejadian sebelum ini langsung merasakan sensasi de javu.

Seperti kejadian yang dulu, semua yang ada dalam gedung sibuk menanti reaksi Verinda yang terkenal biangnya nyolot. Beberapa di antara siswa mulai berkasak-kasuk tak sabar menantikan perang si kutub utara versus kutub selatan live.

Verinda tidak langsung bangkit dari lantai. Ia membuang nafas berat berusaha mengumpulkan tenaganya yang sudah habis. Pandangannya semakin buram. Kilauan bintang mulai bermunculan di matanya. Ya Allah, tolong!! Perlahan Verinda bangkit dengan sempoyongan.

Keadaannya bahkan tidak jauh lebih baik meski Verinda berhasil berdiri. Ia merasa saat itu adalah keadaan paling buruk dan menyiksa di antara semua rasa sakit yang selama ini rutin menimpanya. Ia memejamkan mata sejenak sambil membalikan badan dengan gerakan slow motion yang kali ini tidak dibuat-buat. Pandangannya langsung mengarah ke para pemain.

"Sini bolanya." Kata Raditya dingin tanpa merasa bersalah.

Verinda langsung menoleh ke Raditya. Untuk pertama kalinya sorot mata galaknya yang biasanya penuh amarah hanya jadi kenangan. Hanya ada sorot mata yang sayu dan tampak kuyuh namun tetap dingin. Dingin yang justru lebih menusuk hati setiap orang yang ditatapnya.

Entah kenapa saat itu Raditya merasakan sesuatu yang aneh dari tatapan Verinda. Akhirnya meski susah diakuinya, ia merasakan apa yang dikatakan banyak temannya tentang speechless setiap beradu mata dengan Verinda. Ini hal baru baginya karena dalam sekejap emosinya yang menggebu berubah menjadi perasaan bersalah.

Verinda membuang nafas panjang dari mulutnya. Anak sialan ini pasti sengaja. Tadi pagi mau nabrak gue-sekarang, nimpuk gue. Sial! Ia lalu menyerigai karena sakit pada perutnya semakin mencengkeram. Ia memejamkan mata sambil menggeleng pelan. Keringat di dahi Verinda mulai bercucuran. Nggak ada waktu. Gue harus cepet pergi. Verinda memutar badannya ke arah pintu. Saat berbalik dari sudut matanya, Verinda bisa melihat Edenin berdiri tidak jauh darinya.

Verinda pura-pura tidak melihat kakaknya. Verinda tahu bahwa dia tidak memiliki waktu lagi untuk bertanya-tanya kenapa Edenin juga ada di sana. Verinda membuang jauh rasa penasarannya karena tidak ingin tinggal lebih lama lagi. Pikiran dalam otaknya saat itu menyuruhnya untuk segera keluar dari sana.

Verinda terus berusaha menampakkan sikap wajar meski rona wajahnya tidak lagi bisa berbohong. Keringat yang mengucur di dahinya terus membasahi wajahnya. Ia berjalan dengan langkah terseok-seok. K-kenapa... rasanya aku.... Padangannya semakin buram. Kepalanya seperti dibebani batu raksasa. Verinda merasa badannya kehilangan tulang dan ototnya. Lemas. Tolong, jangan disini... JANGAN!!!

Harapan Verinda tidak terkabul. Kesadarannya semakin menipis seiring dengan hilangnya seluruh tenaga. Akhirnya, tubuhnya kembali oleng dan jatuh.

"VER!!" teriak Edenin segera berlari berusaha menangkap tubuh adiknya.

Edenin gagal karena adiknya telah mendarat telak menelungkup di tanah sedetik setelah ia berhasil mencapainya. Edenin langsung menarik kepala Verinda ke pangkuannya. Ia menatap panik wajah adiknya yang masih setengah sadar.

Miss Troublemaker (nona si pembuat onar)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang