Papa dan mama duduk berdampingan di ruang keluarga. Televisi di ruangan tersebut dibiarkan menyala tanpa ada yang menonton. Papa sengaja menyalakannya untuk mengurangi kesunyian yang tercipta.
"Pa," kata mama akhir memecah kebisuan. Bibir mama bergetar menahan air mata yang mendadak mendesak keluar. "a-aku,"
Papa langsung menggenggam tangan mama untuk menenangkannya.
"Ini juga alasan kenapa aku selalu minta kamu buat ngelupain semuanya." Tangan papa yang lain kemudian merangkul bahu mama. "Ma, aku udah maafin kamu. Udah sejak lama, ma. Jadi, semestinya kamu nggak keras sama Verinda. Dia nggak salah. Dia nggak tau apa-apa."
Tangisan mama langsung pecah. Kepalanya langsung tertunduk dalam genggaman tangan papa. Air mata mengalir deras ke tangan papa.
"Maaf, pa." Suara mama bergetar. "Aku nggak bisa gitu aja ngelupain semua dosaku ke kamu dan Edenin. Tiap-setiap aku liat Verinda, aku langsung ingat semua dosaku. Kesalahanku. Aku cuman nggak mau dia jadi anak nakal yang ngerepotin kalian."
Papa menggeleng tidak habis pikir sambil mengelus lembut kepala mama.
"Ma, aku nggak sepicik itu. Apa kamu lupa janji aku? Aku bakal ngerawat dan anggap dia seperti anak kandungku sendiri. Aku nggak akan bedain dia dengan Chelia. Aku selalu berusaha nepatin itu-tapi, kenapa justru kamu," papa tidak meneruskan kalimatnya karena tangisan mama makin keras.
"Sekarang mama harus gimana, pa?" tanya mama sambil mendongak.
"Kita mulai dari awal lagi." Kata papa lembut sambil menghapus air mata dari pipi mama. "Kita bujuk Verinda biar mau berobat. Kamu juga harus perbaiki sikap sinis kamu itu, ma. Minta maaf ke Verinda-karena, sebenernya itu akar masalahnya."
Air mata mama kembali menetes. Papa langsung memeluk sehingga tangisan mama makin keras dalam bahu papa. Kebisuan kembali menguasai papa dan mama. Hanya suara-suara yang berasal dari televisi yang berusaha menyemarakkan suasana kalut dalam rumah tersebut.
"Berita selanjutnya. Pemirsa, berita duka datang dari kalangan pengusaha perminyakan tanah air. Ya, dunia bisnis telah kehilangan salah satu putra terbaiknya, Bapak Adham Nugraha telah meninggal dalam usia 48 tahun karena penyakit gagal ginjal yang telah dideritanya selama beberapa tahun terakhir. Berikut liputannya." Kata seorang pembaca berita.
Mama langsung beringsut melepas pelukannya dari papa. Keduanya lalu saling tatap selama beberapa lama begitu mendengar nama Adham Nugraha disebut. Pandangan mereka langsung tertuju pada televisi.
Dalam televisi itu kemudian menayangkan gambar hasil liputan di rumah duka dan lokasi areal pemakaman. Seorang wartawan kemudian muncul dan memberikan hasil reportasenya.
"Ya, pemirsa sekarang saya telah berada di pemakaman tempat di mana bapak Adham Nugraha akan dimakamkan. Di sini bisa anda lihat, banyak sekali pelayat yang membanjiri areal pemakaman ini. Beberapa orang penting juga nampak hadir dalam upacara pemakaman yang berlangsung khidmat ini."
Gambar saat itu menayangkan suasana ketika jenasah mulai diturunkan ke liang kubur.
Mama langsung menoleh ke papa dan begitu juga sebaliknya. Keduanya saling berpadangan seolah berkata melalui mata. Lama keduanya terdiam sehingga Verinda yang sempat muncul di televisi luput dari pengamatan mereka.
"Ada kejadian menarik selama proses persiapan pemakaman jenasah bapak Adham ini. Beberapa kali jadwal pemakaman beliau ini sempat tertunda. Hal ini dikarenakan para kerabat almarhum yang selama ini diketahui berstatus duda tanpa anak itu menantikan kedatangan putri semata wayang beliau yang baru saja diketahui keberadaannya. Sekian laporan kami. Saya reporter Shina Siregar dan kameramen Muhammad Adnan melaporkan."
Papa dan mama langsung menoleh ke layar televisi yang kini sudah beralih kembali ke studio.
"Ya, beruntung sekali pada akhir hayat beliau masih sempat bertemu dengan putrinya yang kabarnya telah lama menghilang." Komentar pembaca berita tersebut pada rekannya.
"Iya, benar sekali. Pemirsa, perlu diketahui beliau telah meninggal kemarin sore pukul empat di rumah sakit dan telah dimakamkan tadi pada pukul dua siang." Kata pembaca berita yang lainnya. "Yak, kami segenap kru dan kerabat kerja TV News mengucapkan turut berbelasungkawa."
Papa mematikan televisinya. Pikirannya langsung campur aduk.
"Pa," kata mama masih dengan suara bergetar. "kenapa perasaan aku jadi nggak enak?" mama memegang dadanya yang berdetak tidak karuan.
Papa menatap mama sambil berusaha tersenyum.
"Jangan mikir macam-macam, ma." Sahutnya meski dalam hati ia juga merasakan ada firasat buruk yang menghampiri.
Semoga nggak akan terjadi apa-apa. Semoga ini cuman kebetulan dan nggak akan berkaitan lagi dengan keluarga ini... Adham Nugraha, semoga Allah memaafkan semua dosamu. Tapi-siapa yang dimaksud putri yang baru diketahui itu? Ya Allah, semoga dugaanku ini salah....
KAMU SEDANG MEMBACA
Miss Troublemaker (nona si pembuat onar)
Teen Fiction"Verinda itu anak badung. Pokoknya mama nggak mau kamu deket-deket dia, Chel." Doktrin itu udah terlanjur melekat di kepala Edenin, kakak Verinda. Mamanya aja udah tobat ngadepin perilaku anak bungsunya. Edenin yang manja dan anak mama, jelas aja la...