08. Atap Gedung Sekolah

9.5K 491 2
                                    

Raditya duduk melamun di sebuah bangku panjang yang terletak di antara pepohonan rindang di taman sekolah.

"Woi, ngelamun aja lo!!" tegur Rio sambil melempar kepala Raditya dengan sebuah roti.

Raditya mendengus sambil mengambil roti yang dilempar Rio. Tak lama ia membuka plastik pembungkus roti itu lalu memakannya. Rio tersenyum geli melihat tingkah temannya sambil duduk disampingnya.

"Ngeliatin apaan sih?! Mpe lo melongo gitu." Rio menebar pandangannya. "Ehm, gue tau sekarang!" katanya kemudian sambil menjentikan jarinya.

"Lo lagi mikirin si Cheli, ya?! Cewek yang duduk sebangku ama lo itu."

Raditya mengerutkan alisnya sambil menggeleng. Cheli?

"Ah, pura-pura lagi lo! Man, gue kasih tau nih-cowok normal pasti pada suka ama dia! Udah cantik, baik, beken, kapten cheer lagi! Kurang apa lagi coba?" tunjuknya ke arah Edenin yang sedang asyik bercanda dengan ketiga temannya. "Gue kasih tau ya?! Cuman orang yang hatinya dari batu yang nggak tertarik sama senyum manisnya dia!!"

Raditya kembali mendengus sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

"Sok tau lo." Katanya sambil menyilangkan kakinya.

Rio bukannya diam malah semakin mengoceh. Dengan gaya sok, ia menasehati sambil menepuk bahu Raditya layaknya seorang ayah pada anaknya.

"Udah deh, my man. Gue sebagai satu-satunya temen elo cuman bisa nasehatin-mending lo kubur dulu deh harapan elo itu. Si Cheli itu udah punya cowok. Yah, cowoknya sih lumayan beken di sekolah ini. Si Azzam, lo tau nggak?"

Raditya menggeleng malas menanggapi ocehan temannya.

"Azzam tuh mantan ketua PASKIBRA. Mereka berdua sih emang sama-sama beken-tapi, Cheli yang kapten cheer jalan sama si Azzam yang anak PASKIBRA... nggak nyambung sebenernya! Kapten cheer cocoknya-yah, sama anak basket," Rio menarik krahnya sambil nyengir. "contohnya, kayak gue ini. Kan mau di mana juga, basket itu identik sama yang nama cheerleader! Ya nggak, Radit my man?!"

Raditya diam saja sambil memandang Rio dengan kesal. Rio buru-buru membuang muka sambil menutupi kedua matanya dengan tangan kanannya.

"Weitz, lo jangan keluarin jurus mata es lo ke gue dong!"

Raditya mengomel tanpa suara sambil menahan geli melihat sikap Rio.

"Nah, gitu dong!" kata Rio kemudian. "Oya, lo masih inget cewek yang kena timpuk bola elo tempo hari itu, kan?!"

"Inget." Jawab Raditya sambil manggut-manggut. "Lo kenal ama dia?"

Rio segera menjetikan jari sambil terkekeh.

"Beuh, satu sekolah juga pasti kenal ama tuh anak. Si Verinda, cewek belagu yang beken berkat kejutekannya, kenyolotannya en kedinginannya... ah, gue inget dia juga bisa dibilang premanita alias preman wanita."

Raditya mengerutkan alisnya. Jadi namanya Verinda. Ia mulai sedikit tertarik dengan cerita Rio.

"Waktu kelas satu, dia tuh pernah kena skors seminggu di HARI PERTAMA masuk sekolah! Gila nggak?! Mana ada cewek kayak gitu! Cowok berandalan juga nggak bakal segila itu kali!"

"Emangnya dia bikin salah apa?"

"Jadi gini, dulu ada anak kelas tiga yang namanya Amel. Nah, denger-dengernya sih... dia dulu yang dateng cari gara-gara sama si Ver. Mungkin karena kesel makanya Ver NONJOK si Amel mpe pingsan!! Gokil, kan?! Seumur-umur yang gue tau tuh kalo cewek berantem-paling cuman ngejambak rambut atau cakar-cakaran!"

Raditya tersenyum sejenak mendengar cerita Rio.

"Kalo gitu, kenapa dia yang kena skors?"

"Ada saksi yang bilang kalo Ver dulu yang cari masalah. Karena kesaksian itu makanya dia yang kena skors. Padahal yang jadi saksinya itu temen-temennya Amel juga-tapi, pihak sekolah udah nggak mau pusing. Apalagi si Amel yang bonyok... jadi yah gitu deh! Akhirnya, Verinda yang kena skors."

Raditya menghela nafas sejenak sambil manggut-manggut.

"Oya, lo pasti kaget kalo gue bilang si Ver itu ternyata adeknya si Chelia."

"Apa?!" tanya Raditya yang tiba-tiba merasa pendengarannya kurang baik.

"Kaget kan lo. Gue awalnya juga shock banget, man! Si Cheli cewek yang ramah dan baek itu punya adek yang juteknya minta ampun!! Yah, walau soal tampang mereka sih sebelas duabelas gitu-nggak jauh-jauh amat. Tapi, menurut gue... yang duabelas itu si Cheli. Alias cantikan Chelia, man!" kata Rio sambil cengar-cengir. "Si Cheli tuh-senyumnya, gayanya... wah, bisa bikin cowok normal nggak tidur semaleman!!" lanjutnya lagi.

Raditya memukul kepala Rio yang mulai berpikir kemana-mana.

"Ngeres aja otak lo." Omel Raditya.

"Si Cheli emang cewek high class..." Rio terdiam sejenak, ia kembali teringat sesuatu. "Oya, ngomong-ngomong soal high class. Menurut gue si Verinda yang jutek tuh punya sedikit sisi baek juga. Dia tuh rada low profile."

Raditya mengerutkan sebelah alisnya. What?!

"Si Cheli kalo ke sekolah selalu dianter jemput ama sopir. Nah, si Ver ini malah naek bus atau bajaj! Padahal dia bisa aja bareng ama kakaknya, kan satu sekolah. Sebatas pengetahuan gue, dia belum pernah tuh pergi sekolah dianter ama sopir. So, kesimpulan gue dia tuh cewek yang mandiri-tapi, mandirinya kebablasan. Dia kayak hidup di dunianya sendiri. Kayak nggak butuh orang laen!"

Raditya kembali manggut-manggut sambil teringat wajah jutek dan tatapan dingin Verinda saat di lapangan basket tempo hari.

"Eh, tapi..." Rio kembali meralat omongannya.

Lamunan Raditya segera buyar. Ia mengalihkan pandangannya pada Rio.

"Si Verinda sama si Chelia kan emang nggak akur sih." Rio menggaruk kepalanya. "Jadi, nggak mungkin juga pergi ke sekolah bareng." Gumamnya.

"Nggak akur gimana?"

Rio menggelengkan kepala sambil menepuk dahi. Tidak habis pikir.

"Gue pernah ngeliat mereka berdua papasan. Mereka berdua cuek-cuek aja tuh! Kayak nggak kenal gitu! Asing."

"Oya?" Komentar Raditya.

"Yee, dibilangin nggak percaya. Gue di sekolah ini dari kelas satu! Lo kan baru berapa minggu di sini. Masa nggak percaya lo? Eh, tapi kalo lo penasaran... elo buktiin aja sendiri gimana dinginnya hubungan mereka-dan, gue yakin nih hubungan mereka nggak akur pasti gara-gara Verinda yang reseh. No doubt."

Raditya terdiam mendengar ucapan Rio. T-TEET...!! Bel tanda jam istirahat berakhir. Raditya dan Rio segera berjalan menuju kelasnya yang di lantai tiga.

Miss Troublemaker (nona si pembuat onar)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang