40. Berubah Pikiran

6.3K 414 10
                                    

Yo, yo, yo 😆😆😆 mimin author lagi nganggur seharian. Jadi bisa produktif update nya 😎 sekarang giliran si miss troublemaker confronted sama mamanya 😱😱😱 please enjoy 😘 jangan lupa share, vote and comment yah 😊
____________________________________

Dua hari Verinda berada di ICU dengan kondisi yang mulai membaik meski selama itu dia selalu dibuat tertidur ketika perlahan mulai sadar. Akhirnya, dokter memutuskan ia boleh dipindahkan di kamar inap biasa. Verinda pun lalu dipindahkan dalam kondisi tertidur karena obat tidur.

Mama duduk di kursi di samping ranjang Verinda. Kedua matanya tampak lelah dan bengkak dengan lingkaran hitam di bawah matanya. Tatapannya tidak pernah lepas dari Verinda sejak ia menginjakkan kakinya di rumah sakit.

"Ma," panggil Edenin lembut ketika baru masuk. "istirahat dulu gih. Mama ntar sakit. Udah berapa hari nggak tidur." Ia mendekat lalu merangkul mamanya.

Mama berusaha tersenyum sambil menggeleng membuat Edenin hanya bisa menghela nafas pasrah.

"Aku beliin teh hangat mau, ya?"

Mama hanya mengangguk sambil tetap berusaha tersenyum. Edenin segera beranjak meletakkan tas sekolahnya di sofa lalu keluar untuk membeli secangkir teh.

Mata mama kembali menatap Verinda. Perlahan kedua matanya mulai basah. Ya Allah, tolong aku... aku mamanya-tapi, aku justru jadi sumber penyakitnya. Aku tega nyiksa anakku sendiri! Anak yang bahkan nggak minta untuk dilahirkan ini! Ya Allah, aku yang bikin dia sakit! Jangan hukum aku dengan melihat dia sakit karena aku... Semua salahku!! Air mata terus menetes deras membuat bibirnya bergetar hebat.

"Ver," panggil mama gemetar sambil menundukkan kepalanya dan menangis sambil menggenggam tangan kanan Verinda. "maafin mama."

Kepala Verinda perlahan menggeliat lemah. Ia berusaha keras membuka kedua kelopak matanya yang terasa berat. Sekujur tubuhnya terasa kaku dan susah bergerak. Namun kesadarannya semakin pulih secara teratur.

Mama masih menangis di tangan Verinda dan belum menyadarinya.
Kelopak mata Verinda mengejap-ngejap cepat. Berusaha memastikan apa yang dilihatnya. Ia mendengus dan mendadak emosinya naik. Ngapain orang ini?! Ia lalu mengerahkan segenap tenaganya menarik tangannya dari mama.

"Ver?!" mama terkejut namun ia lalu tampak lega. "Kamu udah sadar, sayang? Mama khawatir banget!" lanjutnya.

Verinda terpekur mendengar ucapan mamanya. Sebagian hatinya tidak bisa berbohong bahwa ia merasa senang tapi sisa hatinya yang lain merasa pedih. Kenapa? Kenapa baru sekarang?! Ia lalu tersenyum sinis. Pasti karena udah tau penyakit gue!

"Ngerasa bersalah?" tanya Verinda dingin sambil mengatur posisi ranjangnya dengan remote agar ia bisa duduk. "Kenapa? Aku nggak sopan, ya?" katanya lagi setelah posisi duduknya cukup nyaman. "Mau hukum aku makan mie instan lagi?" senyum sinisnya makin lebar.

"Ver, maafin ma,"

"Nggak perlu." Potongnya cepat. Senyum sinisnya segera menghilang. Ia lalu membuang pandangannya.

"Tapi,"

"Pergi." Katanya dengan nafas naik turun. Terlihat jelas ia berusaha menahan amarahnya. "Jangan pernah muncul lagi-sampai kapan pun."

"Ver?!" desis mama dengan tangisan tidak terbendung. "Mama tau mama salah... Mama minta maaf, nak," lanjutnya cepat sebelum dipotong lagi Verinda.

"Aku maafin," balas Verinda kemudian masih tidak memandang mamanya. "tapi, jangan muncul lagi sampai aku mati." Katanya dingin tanpa perasaan.

"Ver, mama memang salah sama kamu, nak! Tapi mama nggak,"

"Pergi." Katanya sambil mengangkat tangan kanannya untuk mengisyaratkan agar mamanya berhenti bicara. "PERGI!" bentaknya lepas kendali.

Mama lalu tertunduk menyerah. Dengan sesenggukan ia perlahan beranjak dari duduknya dan pergi meninggalkan Verinda yang masih buang muka.

Verinda terpekur selama beberapa saat. Ia perlahan memejamkan mata dan air mata yang sudah menggenang di matanya jatuh. Ia membuka kembali matanya dan air mata masih menetes. Detik berlalu perlahan ia mulai menguasai emosinya. Air matanya sudah berhenti mengalir.

Verinda lalu menebarkan pandangannya ke seisi ruangannya. Tangannya lalu terulur meraih sebuah telepon terletak di atas laci di samping ranjangnya. Verinda sempat berbicara dengan operator rumah sakit sebelum akhirnya tersambung pada sebuah nomer yang ia ingin hubungi.

"Gue berubah pikiran," katanya kemudian setelah nomer yang ingin dihubunginya berhasil tersambung.

Miss Troublemaker (nona si pembuat onar)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang