Pagi hari, sebelum bel masuk sekolah
Verinda berjalan memasuki pintu gerbang sekolahnya dengan berat hati. Langkahnya terhenti sejenak sambil memandangi gerbang sekolahnya yang berdiri begitu kokoh dan megah. Ia membuang nafas panjang dan berat. Apa nggak ada tempat yang tenang selaen rumah pohon kakek? Kenapa nggak ada larangan agar siswa dilarang berisik walau nggak lagi dalam kelas? Seharusnya di lingkungan sekitar sekolah juga dilarang berisik! Verinda menarik nafas panjang dan berat lalu tertunduk sambil tersenyum tipis menyadari kekonyolannya. Gila... kalo ada sekolah kayak gitu pasti nggak akan yang mau masuk sekolah itu-kecuali gue.Suatu kemajuan pesat bagi Verinda yang sadar akan kegilaan tingkat khayalnya. Verinda lalu mendongak dan kembali melangkahkan kakinya. Baru beberapa langkah, ia merasakan bahunya terdorong ke depan. Seseorang telah menabraknya hingga tas punggung yang hanya disampirkan di bahunya terjatuh. Verinda mendengus kesal. Pagi yang super nyebelin!! Ia memungut tasnya lalu menoleh ke arah sang penabrak. Verinda langsung melotot.
"Elo lagi?!" bentak Verinda tertahan.
"Gue nggak ngeliat." Jawab Raditya sambil mengusap lengan bajunya yang kusut karena bertabrakan tadi.
Mulut Verinda komat-kamit tanpa suara. Sialan! Udah salah nggak minta maaf! Verinda segera menyampirkan tasnya ke bahunya. Tenang, Ver! Dia lawan berat elo. Jangan sampe elo lepas kontrol. Tetap tenang kayak biasanya. Jangan sampe elo kepancing ama cowok belagu yang licik ini.
"Manfaatin dong mata elo. Jangan cuman dijadiin pajangan doang." Kata Verinda datar namun pedas.
Raditya langsung melotot mendengar ucapan Verinda. Verinda tersenyum sinis penuh kemenangan melihat Raditya langsung kelihatan kesal. Ia lalu melengos pergi meninggalkan Raditya yang masih belum menemukan sindiran balasan. Sialan nih cewek barbar!! Awas aja-gue nggak bakal biarin dia bisa ngejek gue gitu aja. Laen kali gue bales!
Verinda melangkahkan kakinya yang terasa sedikit ringan. Ia langsung merasa sedikit lega. Seenggaknya gue bisa ngerasa sedikit seneng hari ini. Ia terkekeh dalam hati mengenang momen barusan. Entah bagaimana jalan pikiran Verinda sehingga mengolok seseorang terasa begitu menyenangkan hatinya. Sisi positif yang dapat diambil adalah setidaknya ia bisa melupakan sejenak permasalahannya dengan mama.
Waktu terus berjalan dan bel tanda berakhirnya jam sekolah berbunyi. Para siswa yang awalnya lesu, malas dan mengantuk mendadak mendapatkan spirit baru. Dengan sigap mereka memasukkan semua buku ke dalam tas dan bergegas meninggalkan kelasnya. Verinda sengaja tertinggal di dalam kelasnya sendiri. Ia menarik nafas dalam-dalam lalu membuangnya. Ia berharap semua beban masalahnya dapat ikut terbuang melalui hembusan nafasnya. Ia lalu melirik ke arlojinya lalu kembali membuang nafas panjang.
"Baru jam segini...." Gumamnya sambil beranjak dari kursinya.
Verinda meninggalkan kelasnya. Ia merasa bimbang untuk pulang ke rumah. Akhirnya, ia putuskan untuk bermain basket seperti biasa untuk membuang waktu. Sesampainya di gedung olahraga, Verinda langsung mengambil bola basket yang tersedia. Ia mulai men-dribble bola dan mengambil ancang-ancang untuk memasukkannya ke dalam ring.
PLUKK! Bola itu berhasil masuk dengan mulus ke dalam ring. Verinda tersenyum puas dengan hasil bidikannya. Yah, semakin hari dia semakin piawai memasukkan bola dalam ring, baik dari titik lemparan under ring atau bahkan three point. Suatu prestasi bagi seorang yang awam seperti dirinya. Perlahan senyumnya menghilang karena mendengar suara pantulan bola basket yang lain. Ia lalu mengedarkan pandangannya ke seisi ruangan hingga matanya menangkap sosok seorang cowok yang asyik memainkan bolanya.
"Ngapain lo?!" bentak Verinda.
Raditya yang sedang memainkan bolanya menatap Verinda dengan senyum sinis. Perlahan senyumnya itu hilang berganti dengan wajah dingin.
KAMU SEDANG MEMBACA
Miss Troublemaker (nona si pembuat onar)
Teen Fiction"Verinda itu anak badung. Pokoknya mama nggak mau kamu deket-deket dia, Chel." Doktrin itu udah terlanjur melekat di kepala Edenin, kakak Verinda. Mamanya aja udah tobat ngadepin perilaku anak bungsunya. Edenin yang manja dan anak mama, jelas aja la...