Author's note:
Yukk nangis bareng Edenin sama Verinda 😢😢😢 lagi pada sedih tingkat dewa ini gank 🤧____________________________________
Dokter itu menatap Jeany sejenak.
"Itu pak Adham!" serunya sambil berlari menuju ruang ICU. "Siapkan semua keperluan injeksi. Jangan lupa juga siapkan alat pacu jantung!" perintahnya pada sang suster.
Verinda terpekur di posisinya. Jeany dan yang lainnya langsung menghambur mengikuti dokter dan suster tersebut. Ya Allah, apa lagi ini? Verinda memegang dadanya yang mendadak terasa sesak. Dengan langkah ragu dan sempoyongan ia lalu menuju ke ruang ICU tempat papa kandungnya dirawat.
Kesibukan yang luar biasa sedang terjadi di kamar papa kandung Verinda. Dokter sedang berusaha mati-matian untuk menolong papanya. Berbagai macam pertolongan medis dilakukan untuk meningkatkan denyut jantung yang melemah.
"Tambah kekuatannya." Perintah dokter sambil bersiap menekan dada papa Verinda dengan dua lempengan yang beraliran listrik.
Verinda menatap papanya tanpa ekspresi dari balik jendela kaca pada sisi ruangan. Pikirannya kembali berkecambuk. Situasi itu terlalu mengejutkannya sehingga ia sendiri tidak tahu harus bagaimana dan berbuat apa.
"Bokap lo ini udah cukup menderita." Jeany lalu berdiri di samping Verinda sambil menatap ke dalam. "Kalo pun elo masih nggak sudi maafin dia-at least, lo bisa pura-pura, kan?" Jeany lalu menoleh ke Verinda.
Verinda masih tidak bergeming. Pandangan lurus ke depan ke arah papanya.
"Ver, tolong..." Jeany kembali menatap ke arah jendela. "temuin dia setelah ini."
Verinda langsung menoleh ke Jeany.
"Gue tau, mungkin elo belum siap." Katanya sambil menghela nafas. "Tapi, udah nggak ada waktu lagi. Dokter sebenernya udah nyerah nanganin bokap lo. Harapan bokap lo udah hampir nggak ada." Lanjutnya sambil menatap Verinda.
Verinda menatap lekat mata Jeany selama beberapa saat. Ia lalu menghela nafas sambil kembali menatap ke arah jendela. Kek, apa lagi ini? Cobaan macam apa lagi ini, kek? Aku harus ngapain? Apa aku harus nemuin dia?
"Gue tinggalin lo sekarang." Kata Jeany ketika berhasil membujuk Verinda untuk masuk ke dalam ruang papanya dirawat.
Verinda masih terlihat ragu ketika mendekati papa kandungnya yang terkapar di ranjang. Ia meneguk ludah menatap tubuh papanya yang dililiti berbagai alat yang menunjang hidupnya. Terdengar suara pintu yang ditutup oleh Jeany.
Verinda masih terpaku di tempatnya. Sementara itu papanya mulai bergerak-gerak lemah. Perlahan ia menghampiri papanya.
"V-ver," papanya terlihat kaget sekaligus senang. Ia tidak menyangka Verinda akan sudi menengoknya. Kedua matanya langsung basah. "kamu dateng juga," suaranya terdengar sangat pelan dan lemah.
Verinda tidak bisa lagi menutupi perasaannya. Ia langsung menghambur dan mengenggam erat tangan papanya. Air mulai menggenang di pelupuk matanya.
"M-maaf..." kata papanya lagi dengan air mata menetes.
Verinda menggeleng cepat sambil mencium punggung tangan papanya.
"Nggak ada yang perlu dimaafin." Suara Verinda terdengar bergetar menahan luapan emosi dan air mata.
Papa Verinda mulai sesenggukan membuat siapa saja yang mendengarnya pasti akan merasa terharu. Adham Nugraha terlihat begitu sedih.
"Maaf," katanya lagi. "papa... b-bukan orang baik," ia berusaha mengumpulkan segenap tenaganya untuk berbicara.
KAMU SEDANG MEMBACA
Miss Troublemaker (nona si pembuat onar)
Teen Fiction"Verinda itu anak badung. Pokoknya mama nggak mau kamu deket-deket dia, Chel." Doktrin itu udah terlanjur melekat di kepala Edenin, kakak Verinda. Mamanya aja udah tobat ngadepin perilaku anak bungsunya. Edenin yang manja dan anak mama, jelas aja la...