42. Pertengkaran Hebat (3)

6.2K 444 18
                                    

Vote, vote, vote 😘😘😘 jangan lupa vote and share yah biar makin rame viewers nya 😁 btw, yukk baperan jama'ah sambil nangis bombay (lagi) sama Edenin 🤧🤧🤧

Postscript : sekedar tips dari mbak mimin author biar makin baper coba bacanya sambil puterin lagunya mas Afgan yang judulnya Ku Mohon ya gank 😁😢🤧
____________________________________

"Jadi, jauhin gue." Katanya lagi sambil mengendorkan kedua tangannya. Ia lalu berbalik kembali menuju pintu.

"Apa maksud elo, Ver?!" kata Edenin yang sudah tersadar dari kekagetannya. Ia berhasil mencegah Verinda keluar dan kini ia balik mendorong adiknya ke dinding. "Elo boleh marah sama kita semua-tapi, jangan gini caranya, Ver!! Jangan elo nggak ngakuin gue-gue, keluarga elo sendiri!!" Edenin histeris dalam tangisannya sambil mencengkeran baju Verinda.

Verinda memberi jeda seolah menikmati suara tangisan kakaknya. Ia terdiam menatap dingin wajah kakaknya yang basah.

"Gue bukan adik lo." Kata Verinda lagi. Tegas tanpa keraguan.

Edenin yang tadinya tertunduk kembali mendongak tidak percaya. Namun sebelum ia kembali protes Verinda segara menyela.

"Mama kita sama-tapi, papa gue bukan Surya namanya." Verinda tersenyum sini seolah omongannya layak ditertawakan. "Gue itu perwujudan dosa mama. Gue lahir karena kesalahan mama dulu." Lanjutnya sambil melangkah membelakangi Edenin. "Jadi, gimana lo bisa berharap gue bakal ngelupain semuanya?" ia menoleh menatap mata kakaknya. Ia terdiam sejenak lalu melanjutkan. "Ngelupain semua alasan dibalik sikap keras orang yang elo sebut mama itu di kehidupan gue."

"Ver, elo bercanda, kan?! Elo kelewatan!"

"Adham Nugraha," lanjut Verinda sambil kembali membelakangi Edenin seolah tidak terpengaruh ketidakpercayaan kakaknya. "pengusaha perminyakan yang baru aja meninggal-itu, bokap kandung gue."

"Ver, elo tega banget sih?! Elo kejam! Elo boleh benci banget sama mama, tapi elo nggak boleh ngarang cerita kayak gini!! Ini GILA!!!"

Verinda kembali berbalik dan mendorong kakaknya. Edenin tidak mau kalah, ia balas mendorong. Keduanya sempat saling dorong sampai akhirnya Verinda berhasil menyudutkan Edenin ke dinding lagi.

"Apa nggak pernah terlintas dalam otak lo, hah?! Kenapa nyokap lo selalu minta jauhin gue, hah?! Karena gue nakal atau gue nggak tau aturan?! JAWAB! Apa gue kayak yang dia omongin?! JAWAB!!" Verinda mencengkram krah baju Edenin seperti ingin mencekiknya. "KARENA GUE ANAK HARAM!! Gue bukan anak yang dia harapin! Jadi, wajar buat dia ngejauhin elo dari gue! Lo yang adalah anak satu-satunya-yang diharapin. Anak yang waktu dia kandung, dia doain biar lo lahir selamat. Gue?! Gue anak yang dia coba gugurin!! Dan, ternyata gue tetep lahir. Gue selamat dari segala usaha yang dia coba buat gugurin gue. Ya, gue selamat."

"Ver lo bohong..." Edenin berkata lemah.

"GUE SELAMAT TAPI NGGAK CUKUP SAMPE DI SITU," Verinda berhenti sejenak sambil menyedot ingusnya. "kali ini dia berhasil." Ia tersenyum sinis sambil menurunkan tangannya dari Edenin. "Lo liat sekarang dia berhasil. Hidup gue mungkin nggak sampe enam bulan-berkat dia." Verinda mengusap-usap wajahnya lalu memijat tengkuknya.

Edenin memberanikan diri mendekat ke Verinda.

"Ver, mama nggak mungkin sekejam itu." Katanya dengan suara bergetar.

Emosi Verinda mendadak naik lagi. Ia mencekik leher Edenin lalu mendorongnya ke dinding. Edenin terbatuk karena kesulitan bernafas.

"TAU APA LO SOAL NYOKAP LO?! LO NGGAK ADA DI POSISI GUE! LO NGGAK PERNAH MENDERITA. ELO NGGAK PERNAH DIHUKUM ATAS KESALAHAN BESAR SEKALIPUN! TAPI, GUE-GUE SELALU SALAH!! GUE YANG SELALU DIHUKUM!! JADI ELO NGGAK BERHAK NILAI DIA KEJAM ATAU NGGAK KARENA LO NGGAK PERNAH NGERASAIN KEKEJAMAN DIA!! NGERTI?!" Verinda berteriak kalap di depan wajah Edenin dengan hidung nyaris menempel.

Edenin hanya bisa menangis. Wajahnya memerah karena sulit bernafas. Verinda kemudian menyadari tindakannya segera melepas cekikakannya. Edenin tertunduk sambil menarik nafas dalam-dalam dan memegangi lehernya.

"Terserah elo percaya atau nggak. Lo tanya aja sama nyokap lo yang tersayang itu." Katanya pelan dengan nafas naik turun.

Edenin menggeleng pelan. Ia tidak mau percaya pada perkataan Verinda. Perlahan tubuhnya merosot ke lantai.

Verinda menunduk menatap dingin pada wajah Edenin yang basah. Perlahan ia membungkuk, memegang lengan Edenin lalu menariknya berdiri. "Satu hal yang gue minta. Mulai sekarang-jauhin gue. Lo pantes benci gue, karena seharusnya elo itu jadi anak tunggal." Ia lalu beranjak pergi.

Verinda berjalan secepat ia mampu menuju pintu keluar rumah sakit. Nafasnya terus naik turun sementara hatinya terasa panas dan sakit. Ia mati-matian menahan emosinya. Dalam satu koridor ia sempat berpapasan dengan mama, namun ia tetap berjalan lurus tanpa menoleh seolah mamanya hanya angin lalu.

Mama tidak berani mencegah Verinda. Ia hanya tertunduk sedih menyesali atas semua sikapnya yang salah selama ini. Ia masih berlumur air mata. Perlahan ia melangkah gontai mencari Edenin.

Miss Troublemaker (nona si pembuat onar)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang