"Kamu tuh kemana aja sih?" lanjut cewek itu sambil mendekati Azzam dan tanpa sungkan menggandeng mesra tangan Azzam.
Azzam langsung mati kutu di depan Edenin. Sementara cewek asing itu baru menyadari bahwa dunia bukan hanya miliknya dan Azzam. Ia menatap Edenin dan Raditya dengan heran. Ia kembali menatap Azzam.
"Sayang, mereka temen kamu, ya? Kenalin dong!"
Edenin seperti tersambar petir di siang bolong. Ia hanya bisa menatap Azzam yang semakin salah tingkah. Ia mendadak menjadi patung hidup. Sementara Raditya yang tadinya cuek dengan permasalahan Edenin dan Azzam langsung bereaksi. Kebetulan!
"Cowok elo gangguin cewek ini." Sahut Raditya sambil melangkah maju.
Edenin membiarkan Raditya ikut campur dalam masalahnya. Ia masih belum menguasai penuh hatinya. Sementara Raditya terus melangkah mendekati Azzam yang masih terdiam.
"Dan, gue nggak suka itu." Kata Raditya lagi sambil melayangkan pukulan yang mendarat pada sudut bibir Azzam.
Azzam langsung oleng dan jatuh. Cewek asing itu hanya bisa berteriak kaget melihat romeonya dipukuli orang. Raditya lalu jongkok menindih Azzam dan kembali memukulinya tanpa ampun. Cewek asing itu berteriak minta tolong sambil memohon Raditya untuk berhenti namun tidak digubris. Kehebohan itu langsung mengundang siswa-siswa lain yang berada di luar gedung olahraga. Mereka langsung mengerumi Raditya dan Azzam.
Kerumunan itu semakin riuh dan mulai bersorak seolah mereka sedang menonton tinju jalanan. Edenin yang sedikit demi sedikit menguasai dirinya langsung berlari mencegah agar Raditya menghentikan aksinya.
"Radit, udah!" cegah Edenin sambil menahan tangan kanan Raditya yang siap melayang ke wajah Azzam yang sudah babak belur.
Ajaib. Raditya langsung menghentikan aksinya padahal si cewek asing itu sudah berpuluh-puluh kali memohon tapi tidak digubrisnya. Ia lalu bangkit, sementara Edenin langsung menarik tangannya menjauh dari Azzam. Edenin kembali terdiam kehilangan kata ketika menatap Raditya. Mata Edenin mulai berkaca-kaca.
"Gue emang butuh sasaran kok." Kata Raditya lalu melenggang dengan tenangnya.
Trio DC yang berada dalam kerumunan langsung berhambur mendekati Edenin.
"Chel, elo kenapa?! Ada apaan sih?!" tanya mereka serempak dan memberondong.
Edenin kembali terpaku ketika dikelilingi teman-temannya. Ia belum sanggup untuk menceritakan apa yang telah terjadi. Satu hal yang ingin ia lakukan sekarang adalah kabur dari semuanya lalu menangis sepuasnya. Trio DC berusaha menyadarkan Edenin dari lamunannya dengan mengguncang-guncangkan bahu temannya.
"Chel, elo kenapa?!" tanya Nadia khawatir.
Perlahan Edenin menoleh ke arah Nadia. Tanpa bisa ditahan setetes air matanya jatuh. Anehnya tangisan Edenin tidak merengek seperti biasanya. Ekspresinya datar namun Nadia bisa melihat jelas kepedihan terpancar dari mata sahabatnya itu. Edenin lalu berlari meninggalkan ketiga sahabatnya.
"Jangan dikejar." cegah Nadia pada Raya dan Nia. "Dia butuh sendiri." Lanjutnya.
Raya dan Nia menghela nafas lalu membenarkan pendapat Nadia. Sementara Edenin terus berlari. Ia merasa sudah kehabisan nafas namun ia tidak peduli. Ia hanya ingin terus berlari menjauh dari kerumunan. Sesekali ia menghapus air mata yang terus jatuh tanpa mau berkompromi.
Verinda berdiri pada salah sisi gedung yang tanpa dinding pengaman itu sambil memandang ke bawah. Ia berdiri tepat pada posisi di mana dulu ia pernah menolong kakaknya yang nyaris jatuh.
"Di sini semuanya dimulai..." kata Verinda pada dirinya sendiri lalu menarik nafas panjang, "apa-perlu diakhiri di sini juga?" lanjutnya yang mulai berpikir gila.
KAMU SEDANG MEMBACA
Miss Troublemaker (nona si pembuat onar)
Teen Fiction"Verinda itu anak badung. Pokoknya mama nggak mau kamu deket-deket dia, Chel." Doktrin itu udah terlanjur melekat di kepala Edenin, kakak Verinda. Mamanya aja udah tobat ngadepin perilaku anak bungsunya. Edenin yang manja dan anak mama, jelas aja la...