Kediaman Adham Nugraha
"Jeany, ada apa sebenarnya? Kenapa pak Adham mendadak nggak mau nerusin pengobatannya. Apa kamu tau konsekuensinya? Pengobatan yang membuat dia bertahan selama ini."
"Aduh, dok. Tolong jangan salahin gue. Bukan salah gue kalo mendadak dia tau dia punya anak!" protes Jeany sambil menyedot rokoknya.
Dokter berkacamata yang menangani papa kandung Verinda itu menghela nafas. Ia melihat ke arah catatan riwayat kesehatan pasiennya.
"Kamu tau kan seberapa penting cuci darah itu? Apalagi kebiasaan minumnya nggak bisa dihilangkan. Cari cara biar dia mau berobat."
Jeany menghembuskan nafas panjang yang diiringi kepulan asap rokoknya. Ia menatap dokter itu sejenak lalu mengangguk.
"Oke, oke, dok. Gue akan cari cara deh! Sementara itu dokter stand by aja. Gue takut si big boss kenapa-napa. Gue ogah tanggung jawab."
"Oke." Dokter itu lalu keluar ruangan karena ponselnya berbunyi.
Jeany membuang putung rokoknya ke asbak. Ia lalu duduk sambil berpikir keras. Lha, Jean, sekarang bisa apa lo?! Elo cuman cewek panggilan yang beruntung ketemu Adham. Sekarang apa yang bisa lo lakuin buat dia? Jeany meremas-remas kedua tangannya mencari akal.
Pintu kamar papa kandung Verinda berderit. Dengan tertatih Adham keluar dari kamarnya. Jeany langsung menghampirnya.
"Mestinya lo tidur aja sono! Kata dokter lo kudu banyak istirahat. Nggak usah kelayapan." Kata Jeany seperti seorang perawat.
Adham hanya terkekeh sambil sesekali meringis kesakitan. Wajahnya membiru karena dipukuli putrinya sendiri.
"Gue bisa mati bosen, Jean. Mati pun itu harus bergaya." Adham masih sempat bercanda lalu menertawakan leluconnya sendiri.
Jeany mendengus pelan sambil membantu bosnya duduk di sofa. Ia lalu duduk di depan Adham.
"Masih sempet aja lo becanda. Lo nggak mau berobat itu artinya idup elo tinggal kenangan."
"Oh, Jeany... lo sekarang lebih mirip jadi perawat tua yang berisik!"
Jeany tersenyum dan tertawa kecil.
"Ini gara-gara tawaran gila lo, Dham." Jeany mengambil sebatang rokok dari meja lalu menyalakannya. "Sekarang apa mau lo? Gue mungkin bisa bantu," katanya sambil mengepulkan asap rokoknya.
Wajah Adham langsung berubah muram. Sorot matanya terlihat sedih.
"Gue salah," matanya mulai berkaca-kaca. "gue emang nggak pantes jadi seorang papa. Seumur idup-seumur idup gue, Jean, gue selalu berharap bisa jadi papa... tapi, apa?! Begitu gue sadar, semua udah telat. Gue malah," papa kandung Verinda duduk sambil tertunduk menahan tangis.
"Udah, Dham." Kata Jeany yang mulai larut dalam suasana. "Gue bakal temuin dia sekali lagi dan jelasin penyakit lo,"
"Jangan!" potong Adham cepat.
"Kenapa?"
"Dia nggak boleh tau, Jean! Gue mau dia dateng bukan karena kasian liat gue sekarat." Papa Verinda lalu mendongak. "Jadi, jangan."
"Itu bakal sulit, Dham. Dia mungkin nggak bakal dateng ke kuburan elo kalo elo bertahan dengan sikap keras elo yang kayak gini."
"Terserah!" bentaknya marah.
********************************
Motor sport Raditya melaju tenang memasuki pelataran parkir sekolah. Beberapa siswi yang bergerombol langung ribut melihat Edenin diboncengan sepeda motor tersebut tanpa menyadari bukan Raditya yang mengendarainya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Miss Troublemaker (nona si pembuat onar)
Teen Fiction"Verinda itu anak badung. Pokoknya mama nggak mau kamu deket-deket dia, Chel." Doktrin itu udah terlanjur melekat di kepala Edenin, kakak Verinda. Mamanya aja udah tobat ngadepin perilaku anak bungsunya. Edenin yang manja dan anak mama, jelas aja la...