15. Pukulan Telak

6.5K 402 3
                                    

comments and votes are very welcome 😇😇😇
***

Verinda baru menyelesaikan sarapannya ketika suara telepon rumahnya berdering. Verinda lalu meneguk segelas susu yang sudah disiapkan.

"Non Ver, ini ada telepon dari rumah sakit." Kata Lastri sambil membawakan telepon wireless ke ruang makan.

Verinda mengangguk kecil lalu menerima telepon tersebut.

"Iya, saya sendiri."

"Kami mau mengabarkan kalau hasil CT-scan mbak Verinda udah selesai dan hasilnya bisa diambil nanti siang."

"Oke, nanti siang saya ambil sendiri hasilnya."

"Ehm, maaf tapi tadi dokter Suherman pesan kalau mau mengambil hasil tes mbak sebaiknya didampingi orang tua."

"Kenapa harus sama orang tua?"
"Saya sendiri kurang paham maksud dokter Suherman, mbak... mungkin nanti bisa langsung ditanyakan, mbak."

"Oke." Verinda lalu menutup teleponnya sepihak.

Verinda menarik nafas panjang sambil menyandarkan bahunya ke punggung kursi. Ia menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Aneh.... Verinda menepuk pelan dahinya dengan teleponnya berusaha menemukan alasan yang tepat kenapa dia harus didampingi orang tua saat mengambil hasil tesnya.

"Telepon dari siapa, non?" tanya mbok Tun sambil membereskan piring kotor di depan Verinda.

"Oh, dari rumah sakit."

"Oalah, hasilnya udah keluar toh. Wah, mbok yakin orang yang pecicilan kayak non Ver pasti hasilnya bagus semua! Pokoknya top!"

Verinda tersenyum tipis menanggapi gurauan mbok Tun.

"Aku pergi dulu, mbok."

********************************

Siang hari, di rumah sakit

"Nona Verinda." Panggil seorang suster. "Silahkan masuk." Lanjutnya ramah lalu mengantarkan Verinda masuk ke dalam ruang praktek dokter Suherman.

Verinda mengangguk kecil sambil mengikuti suster itu. Dokter Suherman saat itu sedang sibuk memeriksa data seorang pasien. Begitu melihat Verinda, ia langsung tersenyum sambil menurunkan data yang tadi dibacanya.

"Silahkan duduk, Ver." Katanya ramah.

Verinda mengangguk sambil duduk di kursi yang berhadapan langsung dengan dokter tersebut. Dokter Suherman melirik ke arah pintu masuk sekilas.

"Kamu sendirian, Ver?"

"Iya, dok."

Dokter Suherman menghela nafas berat mendengar jawaban Verinda sambil mengusap dagunya yang tidak berjenggot.

"Apa suster yang telepon kamu tadi nggak nyampaikan pesen saya?"

"Saya udah gede, dok. Nggak perlu ditemenin orang tua kalo cuman mau ambil hasil tes. Langsung aja, dok... saya nggak suka panjang lebar. Gimana hasil tes saya? Kenapa saya harus ngulang sampai dua kali tesnya?"

Dokter itu terdiam sejenak, "Sebaiknya saya langsung bicara sama orang tua kamu, Ver. Kamu terlalu muda untuk mengerti. Menurut saya itu lebih baik."

Verinda mendengus pelan. Sikap dokter Suherman yang berbelit-belit padanya membuat ia menjadi kehilangan kesabarannya.

"Apa bedanya sih, dok? Saya udah cukup dewasa buat ngerti. Nggak akan ada bedanya ngomong sama saya atau ke mereka. Mereka kan juga nggak ngerti dunia kedokteran. Jadi udah langsung aja, dok!"

"Tapi,"

"Dokter!" bentak Verinda. "Saya yang paling berhak tau atas semua yang terjadi pada diri saya, dok." Lanjutnya dengan suara melunak.

Miss Troublemaker (nona si pembuat onar)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang