Author's note:
Berhubung ada beberapa komen di bab 34 yang bikin author feeling so amazed, bab 35 ini buat kalian, gank 😘😘😘
____________________________________Suasana sekolah di SMA 3 Global Jaya
Edenin berdiri di depan pos satpam menanti Verinda. Wajahnya terlihat cemas dan tidak sabar. Verinda berjalan dengan langkah gontai memasuki gerbang pintu sekolah. Begitu melihat adiknya muncul Edenin langsung berlari menghampiri."Tunggu," kata Edenin sambil menarik tangan Verinda.
Verinda yang notabene sedang tidak bertenaga langsung mudah berputar 180 derajat ke arah kakaknya.
"E-elo sakit?" Edenin menatap lingkar mata adiknya yang menghitam kemerahan dan bibir kering pucat. Edenin kemudian mendengus tidak ingin perhatiannya teralih. "Lo dari mana aja sih, hah?! Katanya kemarin elo mau pulang-tapi, kenapa malah nggak pulang lagi, Ver?! Elo nginep di mana dua hari ini?! Jawab Ver!"
"Lepasin." Kata Verinda datar berusaha menguatkan diri. Ia lalu menepis tangan Edenin dengan lemas dan melengos pergi.
Edenin terpekur melihat gelagat Verinda yang tidak seperti biasanya. Kenapa dia? Kok lemes banget? Apa penyakitnya kumat lagi?
"Ver, lo nggak kenapa-napa, kan?" ia lalu mengejar Verinda. "Lo lemes banget nggak kayak biasanya. Muka lo pucet banget." Lanjutnya panik.
Verinda mendengus kesal dengan sikap Edenin yang dianggapnya terlalu ingin tahu urusannya. "Jangan ganggu gue!!" bentak Verinda dengan segenap tenaga.
Hari itu Verinda memang merasa tidak enak badan. Beberapa hari terakhir pikirannya kacau balau. Kejadian demi kejadian terus mempermainkan emosinya sehingga ia menjadi kurang istirahat karena stress.
Verinda menatap tajam Edenin yang shock. Ia lalu terbatuk pelan dengan nafas naik turun. Berteriak dengan kapasitas volume pelan seperti saat ini pun sangat menguras tenaganya. Ia berusaha menahan batuknya.
"Jangan ganggu," Verinda tidak meneruskan kalimatnya karena tubuhnya secara reflek langsung bergerak mundur ketika melihat sebuah sepeda motor melintas dengan cepat dan nyaris menyerempetnya.
Edenin ikut terdorong mundur karena terdesak tubuh adiknya.
"Nggak pake mata apa?!" omel Edenin seketika. Lho? Edenin langsung tertegun menyadari siapa pengendara motor tersebut. Radit?! Dia kok....
Verinda menatap lurus ke arah Raditya yang saat itu sedang memarkir motornya. Sialan! Untung reflek gue bagus! Tunggu, kayaknya-apa dia sengaja?! SIALAN!! Ia ingin memaki Raditya namun kondisi tubuh yang sedang tidak sehat membuatnya kehilangan minat untuk adu mulut.
Verinda membuang nafas pelan sambil berjalan menuju kelasnya. Padangannya tetap lurus ke depan tanpa menoleh sedikit pun ketika ia melewati areal parkir motor di mana Raditya berada.
Raditya tertegun melihat Verinda yang tidak seperti biasanya. Sementara itu Edenin berlari menuju ke arahnya dengan wajah kesal.
"Apa-apaan sih lo, Dit?!" omel Edenin marah. "Tadi tuh bahaya banget tau!! Kalo dia sampe telat ngeles apa elo mau tanggung jawab, hah?!" bentaknya lagi.
Raditya langsung melongo melihat Edenin marah-marah. Kok jadi dia yang nyolot sekarang? AAARGH, sialan!! Ia meneguk ludah karena ia tidak bisa membohongi ada perasaan bersalah yang menelusup di hati kecilnya.
"Sorry, Chel. Tadi gue buru-buru. Gue pikir udah telat." Kata Raditya beralasan.
Edenin membuang muka sambil mendengus. Ia berusaha meredam emosinya. Dit, maafin gue. Gue cuman nggak mau si Ver kenapa-napa... dia lagi sakit, Dit. Sakit parah! Perlahan ia menoleh ke Raditya memasang wajah tidak enak. Ia lalu mengangguk pelan sambil berusaha tersenyum.
"Ya, udah deh.... Masuk yuk. Bentar lagi bel." Katanya berusaha mengalihkan pembicaraan. Raditya lalu mengangguk setuju.
********************************
Verinda duduk dengan kepala tertunduk di meja. Sekujur tubuhnya terasa makin lemas dan tidak bertenaga. Tiap tarikan nafasnya terasa berat dan panas dari mulutnya. Ya Allah... kakek, papa-sampe kapan aku kayak gini?
"Asyik, istirahat!!" seru salah seorang siswa kegirangan.
Verinda perlahan mendongak dan mendapati hanya dia yang tertinggal dalam kelas. Ia menarik nafas panjang. Bagus deh. Mending lo semua pergi dari sini. Biar gue bisa tenang duduk di sini. Ia kembali merebahkan kepalanya.
Kesunyian yang disukai Verinda tidak bertahan lama. Segerombol teman sekelasnya datang dan langsung meriuhkan suasana dengan celotehan.
Verinda menahan nafas berusaha kebal dengan suara-suara berisik. Dear God-please, help me.... Akhirnya, ia memilih keluar dari kelasnya.
Verinda berjalan menyusuri koridor demi koridor kelas berusaha mencari tempat yang tenang dan sepi untuk istirahat. Kini ia telah sampai di depan anak tangga besi melingkar yang menghubungkan ke atap gedung sekolah. Ia tertegun menajamkan telinganya. Sialan, ada anak cheerleader latian! Kenapa sih harus latian sekarang?!
Verinda lalu mengurungkan niatnya ke sana. Akhirnya, ia memutuskan untuk pergi ke gedung olahraga sekolah dengan harapan tempat itu sepi. Dengan langkah gontai ia kembali menyusuri setiap koridor kelas. Tiba-tiba ia berhenti berjalan sambil menoleh ke belakang. Cukup lama ia terdiam sambil menebarkan pandangannya.
Jantung Edenin naik turun ketika mendadak Verinda menoleh ke belakang. Beruntung dia masih sempat bersembunyi sehingga adiknya tidak tahu bahwa dirinya sedang diikuti. Kepala Edenin perlahan menyembul dari balik tiang penyangga raksasa gedung sekolahnya. Fiuh, untung nggak ketauan! Dengan kewaspadaan tinggi ia berusaha kembali mengikuti Verinda.
Verinda saat itu harus kembali gigit jari. Suasana di gedung olahraga justru sedang heboh dan riuh. Beberapa anak cowok keren kelas tiga sedang bertanding dengan anak cowok dari kelas dua yang juga tidak kalah keren. Bisa dipastikan penontonnya sudah pasti didominasi kaum hawa yang suka kecentilan.
Verinda terpaku di ambang pintu gedung olahraga. Ia tertegun di antara suara teriakan penuh semangat dalam ruangan itu. Ya Allah, harus kemana lagi sih? Kalo harus balik ke kelas-rasanya nggak sanggup. Sebaiknya gue duduk dulu bentar. Ia lalu masuk sambil menebar pandangan mencari kursi penonton terdekat.
Edenin yang sejak tadi mengikuti Verinda diam-diam menyelinap masuk. Ia lalu membaur di antara kerumunan para siswa lainnya. Meski begitu pandangannya tidak pernah terlepas mengawasi adiknya.
Verinda terus menyapu pemandangan ke sekeliling, tatapannya lalu bertemu dengan Raditya yang saat itu ikut bertanding. Emosi dalam hati mendadak naik. Si kutu kupret sialan itu maen juga?! Pantes banyak mahluk centil di sini. Namun tak lama ekspresi wajah Verinda menegang.
"Aaargh," rintihnya pelan sambil memegang perutnya.
Wajah Verinda semakin pucat. AAAARGH!!! G-gue bisa pingsan di sini kalo gini terus keadaannya... gue harus cepet keluar dari sini! Dengan segenap tenaga tersisa ia langsung berbalik menuju keluar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Miss Troublemaker (nona si pembuat onar)
Teen Fiction"Verinda itu anak badung. Pokoknya mama nggak mau kamu deket-deket dia, Chel." Doktrin itu udah terlanjur melekat di kepala Edenin, kakak Verinda. Mamanya aja udah tobat ngadepin perilaku anak bungsunya. Edenin yang manja dan anak mama, jelas aja la...