14. Nyaris Celaka!

8.9K 475 6
                                    

Verinda menatap malas ke Edenin yang duduk di depannya. Edenin terus menyantap makan siangnya dengan lahap. Sialan, bisa-bisanya dia maksa gue nemenin dia makan?! Verinda hanya bisa melengos.

"Makan dong! Jangan diliatin doang makanan elo." Omel Edenin.

Verinda mendengus sambil menoleh sekilas ke Edenin.

"Porsi elo makan udah kayak kuli. Gimana gue bisa selera makan?"

Edenin menggebrak pelan meja namun cukup berhasil membuat Verinda gagal menyembunyikan kekagetannya.

"Makan nggak?!" perintah Edenin.

Verinda sesaat terpaku menatap Edenin. Ia lalu mengalihkan pandangannya sambil mengomel dalam hati. Sialan, hari ini gue kenapa sih?! Kenapa jadi dia yang lebih galak dari gue?! Kenapa mendadak gue juga nggak bisa marah lagi ke dia?! Verinda putuskan untuk menurut saja karena malas berdebat. Ia lalu mengeluarkan obat maagnya dari dalam tas dan meminumnya.

"Obat maag? Jadi elo sakit maag?" tanya Edenin.

Verinda hanya menjawabnya dengan gumaman tidak jelas.

"Berarti elo kudu makan tepat waktu. Sekarang sebenernya udah lewat jam makan siang, elo juga belum makan... cepetan makan."

"Berisik!"

Edenin langsung manyun menatap makanannya. Uuurgh, ini anak emang nggak bisa dibaekin! Capek-capek gue usaha buat ngertiin dia-eh, dianya masih juga reseh ke gue!! Ver, apa sih yang sebenernya ada dalem otak elo?! Nggak ngerti gue! Ia langsung kehilangan selera makannya sehingga yang ia lakukan adalah mengaduk-aduk makanannya.

Verinda langsung menyadari bahwa sikapnya telah membuat Edenin marah. Ia berdehem keras untuk memancing perhatian Edenin tapi tidak digubris. Verinda ingin mengatakan sesuatu tapi dibatalkannya. Akhirnya, ia lebih memilih untuk mulai melahap makan siangnya yang belum tersentuh sejak tadi.

Suasana kaku mulai menyergap mereka. Kedua gadis itu sibuk dengan pikirannya masing-masing, jika saja tidak ada seorang laki-laki paruh baya berwajah timur tengah yang tampak modis berdiri di depan mereka.

"Selamat siang, adek." Sapanya sambil tersenyum.

Verinda menatap laki-laki dengan curiga sementara Edenin memilih beraksi dengan cara yang lebih ramah.

"Ya-ada yang bisa saya bantu, om?" sapa Edenin sopan.

Laki-laki perlente itu lalu dengan pede mengambil kursi dan duduk di antara kakak beradik itu. Senyumnya masih menempel ketika ia merogoh saku celananya lalu mengambil sebuah kartu nama.

"Nama saya Manoj," ia menyodorkan kartu namanya ke Edenin. "sebenernya saya sudah perhatiin kamu dari sejak kamu teriak nangis-nangis di jalanan tadi."

Wajah Edenin langsung memerah malu sementara Verinda yang dari tadi cuek langsung menyemburkan tawa tertahan. Laki-laki yang mengaku bernama Manoj itu sempat melirik Verinda sekilas sambil tetap tersenyum.

"Kalau kamu minat, bawa kartu nama ini ke kantor saya, ya? Saya mau kamu ikut casting." Katanya tiba-tiba.

Edenin hanya bisa manggut-manggut speechless. Keduanya sempat berbincang sebelum akhirnya laki-laki itu pamit setelah berhasil membujuk Edenin untuk memberikan nomer ponselnya.

"Wah, nggak rugi juga ya teriak-teriak sambil nangis di pinggir jalan tadi." Verinda akhirnya buka suara. Nyinyir. "Dapet tawaran dari produser." Lanjutnya.

"Nggak usah ngeledek deh!" protes Edenin manyun.

Verinda mendengus menahan geli sambil kembali sibuk dengan makannya. Tak seberapa lama dering ponsel Edenin memecahkan keheningan.

Miss Troublemaker (nona si pembuat onar)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang