Sementara itu, di SMA 3 Global Jaya
Raya berlari menerobos keramaian siswa yang sibuk antre di kantin sekolah. Wajah merah dan nafasnya ngos-ngosan. Ia sudah mirip atlet pelari marathon yang penuh semangat mencapai garis finis.
"CHEL!!" teriaknya begitu melihat Edenin meski dari jauh. "Elo harus denger ini! Penting banget!! Gawat!!" tambahnya heboh dan menarik perhatian siswa lainnya.
"Ada apa sih?" tanya Edenin malas ketika Raya sudah duduk di sampingnya.
"Iya, ada apaan sih?! Heboh banget!" tanya Nadia yang disambut anggukan Nia.
"Aduh, pokoknya gawat ini!" kata Raya dengan muka panik dan serius. "Gue nggak lagi maen-maen!" lanjutnya sambil menjulurkan kepalanya dan mengajak ketiga sahabatnya untuk merapat. "Ini soal adek lo, Chel." Bisik Raya sambil celingukan untuk mencegah ada orang lain yang menguping.
Edenin yang awalnya ogah-ogah langsung berminat mendengar cerita Raya.
"Barusan gue lewat kantor Kepsek dan gue denger kalo Verinda mau keluar dari sekolah!" kata Raya langsung seperti petir di siang bolong bagi Edenin. "Pokoknya yang tadi dateng buat ngurus kepindahan Verinda tuh perempuan model tante-tante modis gitu, Chel. Dia bilang katanya Verinda mau home schooling aja dan katanya juga, karena si Verinda itu nantinya mau pindah ke luar negeri."
Edenin tidak mampu berkata-kata lagi. Mendadak kepalanya berdenyut karena terlalu banyak masalah yang membebani kepalanya.
"Chel? Elo nggak kenapa-napa, kan?" tanya ketiganya tampak panik.
Edenin hanya menggeleng pelan. Ya Allah, kenapa jadi gini banget sih masalahnya? Ver kenapa lo keluar dari sekolah? Kenapa elo sama sekali nggak ngehubungin gue? Apa elo serius sama omongan elo waktu itu? Edenin menunduk sambil memegangi kepalanya. Kenapa sih elo nggak pernah mikir meski papa kita nggak sama-tapi, mama kita sama, Ver. Biar gimana juga gue masih sodara lo. Kalo elo segitu bencinya sama mama, jangan lampiasin juga ke gue!
"Chel? Beneran elo nggak apa-apa?" tanya Nia memecah lamunannya.
"Kita nggak tau seberat apa masalah elo, Chel. Kita juga nggak paksa elo ceritain masalah elo. Tapi, kalo elo butuh curhat-elo tau pasti kita siap dengerin dan jaga rahasia elo." Kata Nadia.
"Nadia bener, Chel. Maaf kalo gue lancang, gue bukan mau ikut campur. Gue rasa ini udah saatnya elo sharing ke orang lain. Gue rasa kepala lo bisa meledak kalo lo tetep nyimpen masalah lo sendirian." Kata Raya sambil menepuk bahu Edenin."Raya bener, Chel. Lo nggak pernah kayak gini sebelumnya." Kata Nadia menambahi. "Kita sebagai sahabat lo tuh kuatir banget."
"Kita kangen sama senyum dan cekikikan elo yang bego." Tambah Nia polos.
Edenin akhirnya tersenyum mendengar perkataan Nia. Ia menarik nafas panjang sambil menatap satu per satu sahabatnya.
"Yah, mungkin udah waktunya gue ceritain. Gue juga sebetulnya udah lama nggak kuat ngadepin masalah ini sendirian." Katanya dengan suara serak menahan tangis.
********************************
Verinda duduk menyilangkan kakinya dengan anggun. Pandangan matanya kosong tertuju pada jendela. Ia lalu menoleh ke Jeany yang duduk di sampingnya.
"Udah siap berangkat?" tanya Jeany sambil tersenyum.
Verinda membuang muka dan kembali menatap keluar jendela.
"Jean, elo sebaiknya bener soal ini."
"Ver, namanya juga kita lagi usaha. Kalo gue sih maunya ya bener! Lagian ini juga kan saran dari dokter Darmawan." Katanya lalu sambil menarik nafas berat. Ia lalu memanggil seorang pramugari yang sedang bertugas. "Bilang ke pilotnya kalo kita udah siap take off."
"Baik, nyonya."
Verinda dan Jeany bersiap untuk tinggal landas meninggalkan Jakarta dengan pesawat sewaan yang biasa digunakan almarhum papa Verinda.
Terdengar suara mesin jet pesawat mulai berderu. Seorang pramugari tidak lupa mengingatkan dan memandu dua penumpangnya untuk memakai seat belt. Perlahan pesawat itu bergerak menuju landasannya.
"Urusan sekolah udah beres?" tanya Verinda kemudian sambil melepas seat belt-nya ketika pesawat sudah lepas landas.
"Beres semua." Jawab Jeany singkat. "Urusan tinggal lo selama di sana buat berobat juga udah oke semua. Penerjemah bahasa juga udah beres! Gini-gini gue udah pengalaman kayak sekretaris profesional!" katanya sambil ikut melepas seat belt-nya.
Verinda mendengus sambil menggeleng mendengar ocehan Jeany.
"Oya, tadi sebelum berangkat elo ke mana dulu emangnya?"
"Bukan urusan lo." Katanya sambil mengatur posisi sandaran duduknya agar ia bisa tidur. Ia lalu membuang muka dan memejamkan matanya.
Jeany mendengus melihat tingkah Verinda. Ia tahu jelas Verinda tidak sedang mengantuk tetapi malas untuk berbicara dengannya. DASAR! ANAK SAMA BAPAK SAMA AJA KELAKUANNYA! Jeany mengangkat salah satu tangannya seolah ingin menjitak kepala Verinda.
KAMU SEDANG MEMBACA
Miss Troublemaker (nona si pembuat onar)
Teen Fiction"Verinda itu anak badung. Pokoknya mama nggak mau kamu deket-deket dia, Chel." Doktrin itu udah terlanjur melekat di kepala Edenin, kakak Verinda. Mamanya aja udah tobat ngadepin perilaku anak bungsunya. Edenin yang manja dan anak mama, jelas aja la...