Verinda tersadar dari lamunannya karena teriakan heboh dari lapangan. Ia mendengus dan menatap heran ke arah orang-orang yang nampak panik. Ngapain mereka? Teriak-teriak kayak orang gila. Berisik! Verinda terdiam sambil memperhatikan salah satu tingkah siswi yang berteriak sambil menunjuk ke gedung sekolah di lantai tiga.
Ada apaan sih di atas? Verinda kembali mendengus lalu melongok malas ke atas lantai tiga. Matanya yang sipit langsung melotot. Ia langsung reflek berlari menuju lantai tiga. Dengan sekuat tenaga ia berlari menapaki anak tangga. Begitu sampai di lantai tiga, ia masih harus melewati sebuah tangga besi melingkar untuk menuju ke atap gedung sekolah.Keringatnya mengucur deras dari sekujur tubuh. Ia terus berlari walau ia mulai kehabisan nafas dan tenaga. Akhirnya, ia sampai di depan pintu atap gedung sekolah. Dengan sisa tenaga yang ada ia segera membuka pintu atap gedung. Verinda terdiam sejenak sambil menebar pandangannya.
Edenin berjuang sekuat tenaga agar tetap bertahan pada pinggiran dinding atap gedung dengan kedua jemari tangannya. Wajahnya pucat dan semakin pucat ketika menatap ke bawah. Jemarinya bergetar karena menopang beban tubuhnya.
Edenin berteriak minta tolong. Sedetik kemudian pegangan tangan kirinya terlepas. Para siswa dan guru hanya bisa berteriak panik melihat kejadian itu. Jemari tangan kanannya memutih pucat menahan beban yang tidak seimbang.
Edenin sudah tidak kuat lagi menahan beban tubuhnya. Ia hanya bisa pasrah dan berdoa mengharap keajaiban. Ya Allah, aku belum mau mati!! TOLONG!! Ia memejamkan matanya sementara perlahan satu demi satu jarinya mulai meringsut lemah terkulai. Dalam hitungan detik, ia akan terjun bebas!
Verinda langsung melesat begitu melihat sebuah tangan yang berpegangan di tepi dinding. Ia datang pada saat yang tepat. Ia menangkap pergelangan tangan itu sebelum benar-benar terjatuh. Edenin segera mendongak ketika pergelangan tangannya ditangkap oleh seseorang. V-ver?
"Ver, t-tolong..." kata Edenin lirih.
Verinda tertegun saat mengetahui orang yang nyaris celaka adalah kakaknya. Namun ia hanya terdiam menatap wajah Edenin yang pucat pasi. Kini hidup mati Edenin bergantung padanya. Sementara kerumunan di bawah bisa bernafas lega sejenak. Mereka meneriaki Verinda agar segera menariknya ke atas.
"CEPET TARIK!! TARIK!!" teriak salah satu dari kerumunan itu.
Kedua tangan gadis itu bergetar saat bertautan. Sesekali Verinda meringis tertahan menahan berat tubuh Edenin. Tangan Verinda mulai basah oleh keringat sehingga perlahan pegangan tangannya merenggang. Wajah Edenin kembali pucat. Ia merasa Verinda tidak akan sanggup menariknya ke atas. Ia tak henti-henti berteriak memohon Verinda untuk menariknya.
Verinda tetap diam tak bergerak sambil tetap menatap wajah pucat kakaknya. Ia hanya menahan tanpa berusaha menarik Edenin keluar dari maut. Verinda tidak mempedulikan teriakan-teriakan kerumunan di bawah.
Kek, apa aku... harus nolongin dia? Tiba-tiba dalam otaknya muncul siluet-siluet tentang masa kecilnya yang kelabu. Ia merasa kebenciannya pada Edenin meluap. Ia mulai menikmati setiap detik ketakutan kakaknya. Ia menatap kakaknya dengan mata dingin.
Dia sumber kesialan elo, Ver!! Yah, dia duri dalam hidup lo! Verinda meringis menahan beban Edenin yang terasa semakin berat. Gue nggak perlu nolongin dia. Lepasin dia-dan, nggak akan ada yang nyalahin elo. Verinda perlahan sengaja merenggangkan genggamannya. Mendadak di otaknya muncul siluet pesan yang pernah kakeknya katakan padanya. Ingatan itu begitu jelas seolah kakek berbisik langsung di telinganya.
"Ver,... kakak itu juga nggak jahat... Pokoknya, pesen kakek ke kamu cuman satu-kamu harus tetep sayang..."
Verinda tertegun mengingat pesan kakeknya yang terdengar begitu nyata. Sementara setiap detik begitu genting bagi kakaknya. Edenin mulai putus asa karena Verinda tidak ada usaha untuk menariknya. K-kenapa harus dia yang dateng? Pegangan tangan Verinda terus melorot hingga ke ujung jarinya. Edenin memejamkan mata pasrah dengan air mata berlinang. Kenapa dia? A-apa dia emang sengaja?
KAMU SEDANG MEMBACA
Miss Troublemaker (nona si pembuat onar)
Teen Fiction"Verinda itu anak badung. Pokoknya mama nggak mau kamu deket-deket dia, Chel." Doktrin itu udah terlanjur melekat di kepala Edenin, kakak Verinda. Mamanya aja udah tobat ngadepin perilaku anak bungsunya. Edenin yang manja dan anak mama, jelas aja la...