54. Hilang Ditelan Bumi

6.3K 439 46
                                    

Trio DC langsung mengerubungi Edenin ketika melihatnya memasuki kelas. Mereka langsung memberondongnya dengan serangkaian pertanyaan.

"Chel, elo nggak kenapa, kan?! Nggak diapa-apain, kan?!" seru Raya panik.

"Iya, elo tadi diapain aja? Dia nggak nyakitin elo, kan?!" tambah Nadia.

"Sumpah mati, Chel, kita tadi pengen banget nolongin elo cuman keburu keder kitanya. Abisnya tampang Radit nyeremin banget! Maafin kita, ya?! Aduh, elo masih utuh, kan?!" Nia langsung memeriksa Edenin dari ujung rambut sampai kaki.

Edenin memandangi ketiga sahabatnya yang tampak panik. Akhirnya, ia tidak tahan untuk tertawa. Trio DC jelas langsung kompak melongo.

"Girls, gue nggak apa-apa. Liat sendiri, kan?" kata Edenin kemudian. "Duduk yuk." Ajaknya kemudian nyelonong sendiri menuju tempat duduknya.

Trio DC masih stay tune di posisi semula sambil memandanginya. Beberapa teman sekelasnya juga ikut menatap heran padanya. Nia lalu menarik lengan Raya.

"Nah lho? Liat Chelia sedih gue kuatir, Ya'. Tapi, liat dia mendadak agak ceria gini-gue, kok makin kuatir, ya?" bisik Nia.

"Iya." Raya mengangguk-angguk bodoh sambil terus menatap Edenin. "Padahal tadi heboh banget marahnya sama Radit. Emang abis diapain dia sama Radit, ya? Lama-lama gue yang stress nih." tanyanya dengan nada bergumam.

"Udah ah!" kata Nadia menyela. "Kita duduk aja. Liat ntar Radit gimana. Gue juga bingung." Lanjutnya sambil menarik keduanya ke tempat duduk.

Raditya kemudian datang sesaat sebelum guru mereka datang. Ia berjalan menuju tempat duduknya yang di sebelah Edenin. Ia berusaha terlihat tenang dan cuek dengan pandangan lurus ke depan meski ia tahu hampir semua mata di kelas menatapnya. Ia sebenarnya tidak peduli dengan teman sekelasnya tapi ia lebih fokus untuk menghindari kontak mata dengan Edenin.

Edenin bertopang dagu sambil terus menatap Raditya yang salah tingkah. Ia lalu tersenyum melihat Raditya yang terlihat enggan untuk duduk di sampingnya.

"Biasa aja kali, Dit." Katanya yang makin membuat Raditya salah tingkah.

Raditya hanya bisa komat-kamit dan mengomel tanpa suara. Tingkahnya justru makin membuat Edenin tersenyum. Raditya mendengus sambil menoleh ke Edenin dengan pandangan kesal.

"Elo lucu deh. Sumpah." Kata Edenin lalu tertawa kecil.

Raditya membuang nafas penuh rasa putus asa. Akhirnya, ia membuang muka dengan badan yang dicondongkan membelakangi Edenin.

Tanpa sepengetahuan mereka, trio DC sibuk menguping dan memperhatikan keduanya. Trio DC lalu saling bertukar pandang dengan bingung. Nia yang saat itu duduk dengan Raya kembali menumpahkan kekhawatirannya.

"Tuh, kan! Gue jadi serem nih ngeliat Chelia, Ya'." Bisiknya panik.

"Iya, gue juga. Makin gawat deh kayaknya Chelia. Kasian dia,"

"HEH, KAMU JANGAN BERISIK AJA!" bentak pak Sony guru yang memang terkenal super galak dan killer ketika baru saja memasuki kelas.

Raya dan Nia langsung pucat pasi, diam tidak berkutik. Sementara Edenin berpura-pura memperhatikan pelajaran yang sedang berlangsung padahal pikirannya sama sekali tidak berada di kelas.

*******************************

Edenin menghela nafas panjang. Pandangan matanya menerawang jauh. Ia lalu memeluk kakinya sambil menyembunyikan wajahnya ke lutut. Raditya yang baru saja datang memberinya kabar yang tidak menggembirakan.

Raditya lalu ikut duduk berselonjor di sebelah Edenin. Hari itu telah genap sebulan berlalu semenjak Verinda pergi menghilang seolah lenyap ditelan bumi.

"Gue udah coba cari informasi ke mana-mana, Chel." Raditya menggeleng dengan kecewa sambil menyandarkan punggungnya di pendopo rumah Edenin. "Tapi, orang-orang Verinda nggak ada yang mau buka mulut. Jaringan mereka susah ditembus, padahal gue udah minta tolong banget sama orangnya bokap gue. Tapi,"

"Udah nggak apa-apa kok, Dit." Potong Edenin sambil menegakkan kepala. "Elo udah banyak banget bantu gue. Makasih ya." Lanjut Edenin sambil tersenyum menatap tulus Raditya.

Raditya terpaku sejenak menatap wajah Edenin yang entah kenapa mengingatkannya sekilas pada sosok mahluk yang paling sering membuatnya kesal bukan main. Tersadar akan sikapnya yang memandang Edenin lebih lama dari batas kewajaran, ia buru-buru membuang muka lalu mengangguk.

"It's ok, Chel." Katanya sambil menarik nafas panjang. "Itu adek lo beneran belagu. Dia pergi ke luar negeri nggak pake pesawat komersil biasa. Dia pake private jet sewaan." Raditya menggeleng kesal teringat bagaimana kesalnya ia mendengar laporan dari orang suruhannya untuk mencari tahu negara tujuan Verinda. "Private jet, Chel." Raditya berkata penuh penekanan sambil menggeleng tidak habis pikir.

"Yah, almarhum papa kandung Verinda kan kaya banget, Dit." Sahut Edenin dengan nada bergumam sambil meletakkan dagunya di kedua lengannya yang terlipat di atas kakinya. "Udah wajar mungkin buat sewa pesawat pribadi kayak gitu,"

"Berlebihan." Potong Raditya kesal. "Dia pasti sengaja biar kepergiannya nggak bisa kita deteksi. Dia tau kalo bokap gue punya jaringan informasi." Raditya makin kesal mengingat bagaimana dulu ia membantu Verinda mencari informasi tentang papa kandungnya dan kini jaringan informasinya dikacangin sama Verinda. "Dia pasti nyuruh orang-orangnya buat tutup mulut!"

Miss Troublemaker (nona si pembuat onar)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang