•●•
Tifanny meletakan kepalanya diatas meja, jam baru menunjukan tepat pukul 06.00 pagi, dan iasudah sampai disekolah sepagi ini.Dia terbangun dari tidurnya mungkin sekitar jam 4 pagi, dan keluar dari pintu belakang rumahnya secara diam diam saat jam 5.
Dia sendirian saja didalam ruangan karantina ini, Tifa sengaja berangkat pagi pagi agar Tidak dibuntuti lagi oleh para Pria berbadan besar itu, yang selalu membuatnya Risih tiap saat, karena para pengawal itu bahkan membuntutinya sampai kedalam Angkot, mengapitinya agar selalu terlindung dari serangan dadakan.
"Ehhrkkkk.. kenapa juga gue datang pagi!, jatuhnya gue kek anak Ngao duduk nganga disini1" Gerutu Tifanny menendang mejanya kesal, gadis itu menggulung sedikit lengan Jecketnya,
Beberapa luka ditangannya terpampang, tifa menatap lukannya lama, padahal dia sudah memakai obat penghilang bekas luka, tapi bekasnya bahkan hanya sedikit saja yang menghilang, membuatnya pasrah jikalau bekasnya akan tetap bertahan lama seterusnya, dia melepas gulungan jecket jeans kembali seperti semula.
Dia Bangun dari duduknya berjalan keluar dari ruangan karantina, koridor sekolah terlihat sepi. Tifa menghentikan langkahnya tiba tiba saat menatap sebuah sepatu yang tepat berada dihadapannya, gadis itu mendongak.
Errrrrrr...
Lagi lagi Lutfi, padahal alasan mengapa Tifa datang pagi adalah agar tidak berpapasan dengan pria ini namun salah, dia baru ingat kalau Lutfi ini anak Rajin pasti selalu bangun tepat waktu, Tifanny bergeser kekanan lalu kembali berjalan berlawanan arah dengan Lutfi.
Lutfi diam ditempat, dia berbalik memandang punggung Tifa yang menjauh. Mereka berdua sama sama tak perduli satu sama lain, Lutfi kembali berjalan masuk kedalam ruangan. Egonya terlalu tinggi untuk meminta maaf pada gadis itu.
Tifanny terus saja berjalan jalan tanpa menghiraukan jam yang terus saja berjalan, siswa siswi mulai berdatangan masuk kedalam kelasnya masing masing, tak seperti dirinya berkeliling gedung sekolah baru, yang memang berseblahan langsung dengan gedung sekolah lama, Tifa berjalan menuju kelasnya, sudah lama dia tidak kesana, dia sudah merindukan kursi tempatnya biasa duduk.
Baru saja ingin membuka pintu, dia dikagetkan dengan sesuatu...
BRUUAKK...
Seorang gadis berkacamata terhempas jatuh dihadapannya, Tifanny mendongak menatap dengan mata memencing mencari si pelaku yang mendorong teman sekelasnya itu..
Yang benar saja di depan Sana terlihat Wanda Cabe yang pernah menumpahkan es teh dibajunya sedang berdiri di depan kelas menyirami seorang lelaki dengan es teh dan beberapa anak lainnya yang berdiri dibelakangnya.. astaga jadi gadis itu sedang membully murid sekelasnya Toh..
Tifanny mengangguk angguk, sepertinya seru juga!!, dia berjongkok menyodorkan tangannya membantu gadis itu agar bangun dari posisinya, memapah tubuh kecil itu masuk kedalam kelas. Dia mendudukan gadis itu yang bahkan tak Tifanny tahu namanya, yang ia tahu selama ini hanya gadis itu teman sekelasnya.
Tifanny berjalan anteng kearah Wanda yang masih sibuk mengolok ngolok lawan didepannya, menaruh kedua tangannya dalam saku rok, wanda belum menyadari keberadaan Tifanny dibelakangnya yang sudah naik dan duduk diatas meja paling ujung menyaksikan aksi dirinya, sementara para murid sudah membungkam rapat rapat mulut mereka saat melihat Tifanny masuk kedalam kelas.
"Dia salah apa sampai di bully kayak gini?" Tanya Tifanny melihat lihat kukunya. Wanda menoleh saat ada suara menganggu aktifitasnya.
Badannya sedikit membeku dan bergetar takalah melihat Tifanny yang sudah tersenyum manis, seperti Seorang Devil. "Kenapa gak jawab? Woiii.. kenapa pada diam sariawan, bibir pecah pecah atau panas dalam,?" Tifanny malah melawak. Semua bungkam tak ada yang berani menjawab pertanyaan kocak itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Black Rose [COMPLETED]
Teen Fiction(19/9/2017) DALAM TAHAP REVISI #2 Teenfication