Chapter 1

9.7K 382 18
                                    

Naruto © Masashi Kishimoto

...

Sells bulan ini cukup melesat dari target. Ini merupakan kabar baik untuk kita! Saya harap kedepannya, Harajuku semakin maju dan semakin diminati oleh para customer. Saya selaku Manajer perusahaan ini mengucapkan terima kasih dan selamat atas kerja keras kalian semua...” begitulah penuturan kata yang tidak sengaja Hinata dengar dalam sebuah rapat terbuka yang digelar oleh Manajer Harajuku Plaza Square ketika gadis itu berjalan melewati aula briefing.

Ya, penjualan bulan ini memang cukup menggila. Bahkan, Hinata sangat kelelahan karena leader dari tenantnya memberi lembur sekitar satu sampai dua jam kerja di hari weekend. Mungkin karena keterbatasan pegawai sehingga leadernya membentuk aturan baru semacam itu.

Bukannya tidak mau merekrut pegawai baru untuk memaksimalkan pekerjaan atau semacamnya, bos gadis itu justru memilih mengajukan upah lemburan kepada atasan. Bosnya tidak mau bersusah payah mengajarkan lagi teknik dan kiat-kiat dalam pekerjaan kepada pegawai baru.

Dan tentu saja itu artinya dia memberi peluang untuk menunjukkan resep-resep rahasia yang selama ini ia sembunyikan. Karena sejatinya otak manusia tidak akan pernah ada yang sama. Dan dia juga tidak mau mengambil resiko. Alasan itulah yang utama mengapa melamar pekerjaan ditempatnya cukup sulit meskipun sangat membutuhkan.

Tentu saja, suatu keberuntungan bagi Hinata yang sudah diberi kesempatan untuk bergabung, meskipun hanya sekedar menjadi seorang waiter. Dia sangat menghargai pekerjaan ini, juga bertekad akan semampunya berjuang bersama rekan kerja.

Hinata sampai disebuah counter makanan, tempat ia bekerja. Menu-menu berjejer rapi menyambut pandangan customer dengan tampilan yang sangat menarik minat. Harga-harga yang tertulis memang dibandrol cukup mahal bagi kalangan bawah. Tetapi untuk kualitas rasa masakan, lidah tidak akan berbohong.

Kelereng amethystnya beralih memandang seorang pria setengah baya yang sedang berkutat dengan kalkulator dan ballpoint, mencoret beberapa lembar kertas yang diyakini isinya adalah harga-harga dari bahan pokok masakan. Hatake Kakashi, seorang leader Hara Cafe and Resto yang sekaligus merangkap menjadi headchef disana.

“Astaga, Pak! Itu gak salah, belanjaan sampe 2 jutaan?!” gadis itu berkomentar setelah melihat jumlah akhir dikalkulator. Bosnya hanya melirik sekilas ke arah wajah heboh Hinata, lalu melanjutkan aktivitasnya kembali.

Gadis itu menghentakkan kaki kanannya dengan decakan kesal yang beriringan. Kakashi mengabaikan perkataannya dengan sengaja, tentunya. Suatu kebiasaan yang jelas sering Hinata terima.

Setelah mendapatkan perilaku demikian, gadis berumur 20 tahun tersebut memposisikan diri dengan duduk di samping bosnya, “Pak, Pak, tadi gue dengar katanya sells di bulan ini lewat dari target. Pak Manajer ngomong begitu pas gue lewat aula tadi.”

“Hmm…”

Segaris senyum mematri pada wajah porselen Hinata, “Berarti kalau lewat target gini terus bisa naik gaji, dong.” kedua tangan itu bertaut didepan dada dengan semangat.

Pria itu mulai merapatkan lembaran-lembaran kertas belanja dengan menggunakan stepler, kemudian menyelipkannya kepada sebuah buku laporan yang sisanya akan dikerjakan oleh Hinata nanti.

“Kamu ngomong apa? Saya gak denger.” setelah itu Kakashi beranjak dari tempat duduk dan menuju ke dapur.

“Ih... Bapak jahat banget, sih!”

“Ck, diem! Gue lagi fokus.” sela rekannya, Sai. Dia sedang mengerjakan beberapa pembukuan yang sempat ia lupakan dihari kemarin.

Pemuda dengan postur tubuh yang lumayan tinggi dan memiliki warna kulit putih. Rambutnya berwarna hitam senada dengan kornea matanya. Sai masih muda, seangkatan dengan Hinata yaitu berumur 20 tahun. Dia sudah bekerja disana sekitar 2 tahun lebih.

“Iya, iya, sorry deh. Sini biar gue bantuin.” Hinata perpindah ke sebuah meja yang terletak di ujung pantry, dengan menenteng buku laporan yang bosnya sempat tinggalkan.

Sai menjelaskan cara-cara menghitung arsip-arsip itu dengan detail. Hinata hanya mengangguk tanda mengerti, setelah itu mulai ikut mengerjakan pembukuan bersama-sama. Ditengah kesibukan mereka, sesekali mereka menyelanya dengan obrolan. Dari hal terpenting sampai yang tidak berfaedah sekalipun.

Gadis berwajah lugu itu bahkan tidak segan menceritakan kesan-kesannya selama bekerja disana, termasuk soal perasaan.

“Keren? Lo kata yang kayak begitu, keren?” Sai terbahak.

Mendengar komentar temannya tersebut, Hinata menyahut dengan cepat “Ih, 'kan udah gue bilang, Bapak Spv. Hara Electro itu orangnya menarik!” ia berusaha membela seseorang yang dikaguminya, dengan melanjutkan ocehan tidak perlu yang bahkan tidak didengarkan oleh Sai.

“Lo gak pernah denger apa, sesuatu hal yang pernah orang itu lakukan? Rumor paling heboh.” pemuda itu tidak menyembunyikan rasa gelinya ditengah kesibukan tangan kanannya yang masih berkutat.

“Rumor? Emangnya rumor apaan?”

”Lo beneran gak tau?” tawaan Sai kian mengencang.

“Ih, apaan sih! Cepetan kasih tau, astaga...”

“Nanti juga lo tau sendiri.” setelah membereskan pekerjaannya Sai merapikan berkas-berkas itu kemudian memasukan ke dalam sebuah lemari kecil dibawah meja. Pekerjaan yang mereka lakukan sudah selesai, dan mereka pun kembali melakukan kewajibannya sebagai pegawai.

Para customer kembali menyerbu tenant, Hinata menyambut dengan senyuman tulus. Menawarkan beberapa menu andalan, berharap para customer berminat untuk membeli dan menikmatinya.

...

A/n : Ini adalah perubahan yang saya ubah sampai chapter 4. Masih memacu pada alur pertama, jadi jangan heran kalo beberapa masih ada yang sama. Namanya juga revisi 😂😂

Happy reading.

My Perfect SPV [ TAMAT ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang