Chapter 27

1.1K 143 5
                                    

Naruto © Masashi Kishimoto

Beberapa minggu berlalu dengan cepat. Pria dengan rambut pirang itu semakin akrab dengan wanitanya. Mungkin beberapa hal baru menjadi pengalaman berharga yang ia dapat, termasuk mengetahui sisi lain dari kekasihnya.

Rumor miring tentang Naruto perlahan-lahan lenyap. Biasanya, dia akan mendengar karyawan terus berbisik dan mencemoohnya dari belakang. Namun, setelah Naruto berhubungan dengan Sara, lingkungan sekitarnya mulai berubah. Atmosfer menjadi lebih bersahabat dan menyenangkan, meskipun masih ada beberapa orang yang membicarakan Naruto.

Selain itu, ada yang takjub dengan hadirnya pasangan baru ini. Adapun yang iri. Naruto memang terkenal tampan dan dingin, tak ayal jika dia memiliki banyak pengagum.

Meskipun begitu, terkadang Naruto merasa sedikit terganggu. Jika bukan karyawan sekitar, Naruto tidak perlu peduli, tetapi, jika karyawan satu atap, perasaannya terasa menyempit. Ada rasa kurang leluasa untuk bergerak ketika bertemu dengan orang yang begitu transparan membencinya.

Naruto merasa geli, sekaligus tidak senang. Gadis itu benar-benar menuruti permintaannya untuk 'tidak mengganggu'. Tetapi, sepertinya dia mendefinisikan terlalu ekstrim kata 'mengganggu' tersebut. Seringkali gadis itu menghindar, dengan tatapan yang tajam menusuk. Naruto bingung menghadapinya.

"Biar gue tebak…" tiba-tiba sebuah suara memecah lamunan Naruto, "Lo mikirin cewek itu lagi, 'kan?" dia Sasuke.

Naruto sebenarnya tidak senang dengan tebakan Sasuke yang selalu benar. Dan ia tidak senang karena teman akrabnya itu selalu peka dengan masalahnya. Ada beberapa hal yang menjadi kelebihan sekaligus keburukan yang Sasuke punya, dan Naruto sangat benci dengan semua itu.

Mata biru pria itu melirik sekilas, "Ganggu aja." imbuhnya. Netra lelaki itu kembali menatap layar laptop.

"Gue penasaran…" Sasuke membenarkan kacamatanya dengan elegan, kemudian menyimpan beberapa map penting di meja Naruto, "Sebenernya, lo itu suka Sara atau cewek yang kerja di Pak Kashi itu?" tanyanya.

Kedua tangan Naruto bergerak dengan cekatan di atas keyboard. Setumpuk pekerjaan menantinya, Manajer meminta semua file itu bisa terselesaikan sebelum jam makan siang. Dan, seharusnya Sasuke paham, dia sedang sibuk saat ini.

"Kalo elo gak ada kepentingan, mending balik aja ke ruangan lo. Gue lagi sibuk."

Sasuke menyeringai, "Kan gue cuma penasaran. Lagian, akhir-akhir ini gue lihat cewek itu makin benci ama lo." terawang Sasuke. Mata hitamnya melirik ke tenant tempat dimana gadis yang dimaksudnya bekerja. "Dia… lumayan juga."

Naruto menghela napas, "Terus mau lo apa? Lo mau deketin dia? Deketin aja, sana."

"Serius? Lo yakin ngebolehin gue deketin cewek itu?"

Naruto melirik Sasuke dengan tatapan yang aneh. Dingin dan tajam. Kilatan tak menyenangkan itu seakan menyiratkan sesuatu hal yang mengancam teman akrabnya tersebut. Namun, Sasuke menanggapinya dengan tawaan.

"Terserah lo, lah. Lo mau deketin dia atau nikahin dia juga bukan urusan gue. Kalo dianya mau sama lo." komentarnya agak menekan kalimat terakhir, lalu kembali melanjutkan pekerjaannya yang tertunda.

"Haha, lo yakin gak bakal nyesel? Gue serius. Gue bakal deketin dia kalo lo gak keberatan."

"… terserah."

Tawaan ringan masih mematri di wajah Sasuke. Ia bermaksud pergi menemui gadis itu, "Kalo gitu, gue mau mampir dulu kesana…"

Naruto menatap punggung Sasuke yang mulai menjauh. Entah mengapa tiba-tiba saja emosinya berubah aneh. Dan dalam sesaat udara disekitarnya terasa gerah.

Naruto meminum setengah jus jeruknya hingga tandas, mencoba membasahi kerongkongannya yang kering. Shappire itu masih memokus pada objek yang jauh disana. Memperhatikan semua ulah mereka yang dalam sekejap tampak akrab.

Perasaannya untuk sesaat merenyut. Agak menyakitkan. Tetapi Naruto kembali menguasai diri. Dia menolak semua emosi yang datang tanpa diminta. Naruto hanya perlu fokus pada pekerjaan dan melupakan apapun yang ia lihat.

Tetapi, entah mengapa sangat sulit untuk tidak memperhatikan mereka berdua.

"Makasih id-nya, entar saya chat."

"Okay, Pak Sasu. Saya tunggu."

Mereka saling melempar senyuman sebelum akhirnya Sasuke pergi. Ada sesuatu hal yang membuat patrian senyum itu sangat sulit untuk dihilangkan. Kedua pipi Hinata bersemu, perasaan gemas bercampur senang tersemat dalam hatinya.

"Nat, gue tau patah hati itu sakit. Tapi, sasaran lo jangan ke temennya juga, kali. Cari cowok lain, kek." sungut Sai.

Hinata berdecak sebal. Matanya memandang dengan sinis, "Siapa juga yang patah hati? Kagak gue, biasa aja."

Sai tertawa agak mengejek. Disadari ataupun tidak, perubahan Hinata akhir-akhir ini sangatlah kontras. Apalagi melihat perilakunya ketika berpapasan dengan Naruto, dia akan segera pergi. Sampai-sampai, pesanan dari Naruto pun sangat enggan dia buat ataupun diantarkan. Hinata menjadi kurang profesional hanya karena masalah pribadinya.

Gadis itu mulai merogoh handphonenya, bermaksud untuk menambahkan kontak Sasuke yang tadi diberikan. Hanya perlu beberapa detik, id Whats*p Sasuke sudah muncul dikontaknya. Senyumnya kembali terbit dengan sumringah.

"Gue kadang gak paham ama semua cewek. Mudah banget pindah-pindahin hati." sindir Sai.

"Ralat, ya. Gue gak suka ama Pak Naru. Gak pernah suka!"

Sai mendecih, "Waktu itu aja, lo rajin banget merhatiin Pak Naru. Cari perhatian dia juga. Banyak hal idiot yang udah gue lihat saat lo ngejar Pak Naru." pria itu menelusuri semua tingkah Hinata, berusaha agar gadis itu sadar dan mengakui perasaannya secara nyata.

Namun, Hinata mengacuhkan semua fakta yang diungkapkan oleh Sai. Dia memilih mengelak, "Dulu, gue cuma kagum. Catet, ya, kagum! Mana ada gue suka ama cowok macem dia,"

"Elah, kagum ama suka itu beda tipis! Gue masih inget gimana gilanya elo pas Pak Naru gak ada."

Hinata memutar matanya dengan malas, "Terserah, ya, yang pasti gue gak suka Pak Naru. Dan gak perlu deh, sebut-sebut nama dia lagi. Kuping gue sakit! Sekarang, gue punya Mr. Culun tapi ganteng!" dan sesaat gadis itu tersenyum dengan mata yang berbinar-binar.

Sai menempelkan telunjuknya didahi dengan posisi miring, "Gila!"


My Perfect SPV [ TAMAT ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang