Chapter 28

1.1K 127 6
                                    

Naruto © Masashi Kishimoto

Siang itu mungkin terlalu gerah untuk dinikmati. Matahari yang terik tepat berada di atas kepala, bagaimana tidak membuat suasana menjadi sangat panas. Mungkin segelas perasan jeruk manis yang ditambahkan dengan beberapa es batu mampu menyejukkan kerongkongan yang kering, tetapi nyatanya haus tak kunjung mereda jika hanya dibayangkan.

Sebenarnya, Hinata sangat ingin membeli beberapa kaleng minuman sebelum ia masuk ke tempat kerja, namun kaki dan tangannya terlalu malas untuk bergerak ke kantin. Hinata memilih masuk ke loker saja, untuk menyimpan beberapa barang. Gadis itu hanya menenteng pouch yang berisi beberapa make up, dompet dan sebuah handphone.

"Astaga, kenapa panas banget?" gerutu gadis itu. Ia menepi disebuah cermin besar disana, merapikan beberapa makeup dan menyanggul rambutnya yang terurai.

Masuk kerja di shift kedua memang menyenangkan, sekaligus menyebalkan. Menyenangkan bahwa Hinata akan lebih santai di rumah. Ia bisa tidur sepuasnya tanpa dibangunkan oleh Tenten ataupun Neji. Yang membuatnya merasa menyebalkan adalah perjalanan yang macet, panas dan gerah. Lihat saja, keringat sudah memupus sebagian bedaknya.

"Gue mesti beli cusion kalo gini. Dih, emang dasar bedak murah."

Setelah rapi, Hinata bergegas keluar dari loker bermaksud untuk segera masuk. Beberapa teman yang mengenal Hinata menyapanya, bahkan satpam pun selalu akrab dengan gadis itu.

Tanpa terduga, setelah ia berbincang dengan salah seorang satpam, seseorang ikut datang dari luar.

"Siang, Pak Naruto." sapa satpam itu dengan sopan.

Pria dengan panggilan akrab itu hanya mengangguk sekilas tanpa berbasa-basi. Terkesan dingin, pria itu selalu menampilkan wibawanya. Matanya tajam dan serius. Aura misterius selalu menguar kentara. Ketampanannya menjadi pusat perhatian, namun disegani.

Beberapa saat setelah disapa oleh satpam, shappirenya menangkap basah si gadis yang menatapnya dengan kurang senang. Mereka saling bertatapan beberapa detik, lalu Hinata memutusnya. Ia langsung berlalu begitu saja.

Suasana yang panas dan gerah, menyebar dengan cepat ke dalam hati Hinata. Entah mengapa, setiap pria itu ada dalam jangkauannya seolah menyuruh dia untuk enyah. Perkataan Naruto waktu itu terlalu membekas, dan Hinata sangat patuh karenanya.

"Udah gerah, malah tambah gerah! Dunia gue hampir kiamat!" Hinata mendengkus. Sesuatu hal buruk seolah menyerang hatinya begitu mendadak.

Gadis itu mulai menaiki tangga, namun, seseorang turun dari atas sana.

"Hei, Hinata…" sapanya ringan.

Gadis itu mendongak, sesaat moodnya berubah. "Oh, hai, Pak Sasu!" sebuah senyuman mematri diwajah cantiknya. "Saya pikir siapa…"

"Emangnya kamu berharap siapa, Hinata?" mata Sasuke beralih dengan cepat dari Hinata, "Oh, my bro… bagaimana kalian berdua bisa barengan begini?" orang itu tepat di belakang Hinata.

Hinata menengok sekilas untuk memastikan siapa yang berada di belakang sana, tetapi gadis itu merasa terlalu lucu untuk mengakui orang yang dimaksudkan Sasuke.

Gadis itu membuang napas dengan perasaan gelinya yang tak kunjung mereda. Perasaan dongkol menyemat, menutupi keceriaan yang sebelumnya mendominasi. Terkutuklah pria itu! Dan sumpah demi apapun, Hinata tidak ingin mengakui siapa pria dibelakangnya.

'Demi celana dalam si Neji yang gak pernah dicuci, gue gak sudi harus deket-deket sama si kampret Naruto ini!'

Tanpa berkata-kata, Hinata beranjak untuk pergi. Namun sebuah tangan menghalau langkahnya. Sasuke merentangkan sebelah tangannya untuk menahan Hinata agar tidak bisa lewat.

"Kenapa buru-buru banget, Hinata?" Sasuke tersenyum, "Bukannya kamu bilang mau ngobrol-ngobrol denganku?" ucapnya, "Oh, semalam kamu ketiduran, hm, sampe chatku gak dibales." tanpa disadari Hinata, iris hitam Sasuke melirik Naruto.

"Ah…" Hinata tersenyum kikuk, "Soal itu… saya minta maaf. Saya ketiduran."

"Wah, seharusnya kamu bilang kalau kamu ngantuk, Hinata." Sasuke menepuk kepala Hinata dengan lembut, "Nanti akan aku chat lagi."

"Okay, Pak. Kalo gitu, saya izin ke atas dulu---"

"Enggak, Hinata. Kamu jangan pergi dulu." jemari Sasuke meraih lengan Hinata.

"Bro, kenapa lo diem aja?" ujarnya, "Tadi gue nanya ke lo, dan elo belum jawab."

Naruto menatap Sasuke datar, tanpa satu ekspresipun yang terlihat. Pria itu terlalu pintar untuk bersembunyi, terlalu ahli untuk menutupi perasaannya.

"Hanya kebetulan." balas Naruto singkat.

Mata birunya beberapa kali melihat ke arah Hinata secara spontan. Menangkap bayangan ketidaknyamanan yang sejauh ini tampak jelas terlihat dari tatapan amethyst gadis itu. Seolah keberadaannya menjadi sesuatu hal yang sangat mengganggu. Hanya saja, lingkungan kerja yang sempit ini membuat Naruto dan Hinata diharuskan untuk sering berjumpa.

Tanpa disadari, Naruto menghelakan napas. Ia mulai melangkahkan kakinya untuk sesegera mungkin pergi dari sana.

"Bisakah kamu enggak menghalangi jalanku, Sasuke?"

"Jalan lo?" Sasuke tertawa, "Lo ini kenapa, sih? Buru-buru banget. Santai, Bro…"

Diantara gelak tawa Sasuke yang menggema, Naruto kembali menatap iris Hinata yang menatapnya dengan sinis. Hinata langsung memalingkan wajahnya.

"Ayo kita ngobrol dulu, lah…"

Tanpa mengindahkan ucapan Sasuke, Naruto berlalu dengan cepat. Langkah kakinya terdengar seolah ia terburu-buru, menaiki satu demi satu anak tangga menuju tempat yang seharusnya.

"Astaga, kenapa bocah itu?" Sasuke mendesis, lalu perhatiannya kembali pada Hinata, "Apa kamu ngerasa ada yang aneh?"

"A-aneh?" lidah Hinata mendadak kelu. Pertanyaan Sasuke yang sedikit ambigu terlalu menohok perasaannya. Seolah pria itu mengerti ada sesuatu yang terjadi antara mereka.

Hinata mulai merasa curiga. Kedekatannya dengan Sasuke bisa dibilang memang terlalu tiba-tiba. Tidak sembarang orang bisa dekat dengan atasan mereka, apalagi setara dengan Supervisor ataupun Manager. Sangat mustahil untuk kalangan bawah seperti Hinata bisa seakrab itu. Mungkin Tsunade adalah pengecualian.

Ah... entahlah.

Takdir Tuhan kadang terlalu lucu dan tidak masuk akal.

"Mungkin... Pak Naru ada sedikit masalah." sahut Hinata akhirnya, "Oh ya, saya izin untuk ke atas duluan, ya, Pak. Saya harus prepare dulu."

"Okay, chat saya kalo kamu enggak sibuk..."

Hinata mengangguk, lalu mulai menaiki tangga.

...
...


A/n :
Hai, hai, hai.... apa kabar 😂😂😂 sudah berapa tahun ff ini nanggung dan gak dilanjutin 🙏🙏 mon maap ya. Duta saya teralalu sibuk sampai melupakan hobi saya yang satu ini 😂😂 apalagi setelah si kecil lahir makin sibuk bangeettt 😁😁😁
Semoga masih ada yang mau baca dan semoga terhibur 🥰🥰🥰

My Perfect SPV [ TAMAT ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang