Chapter 44

669 113 4
                                    

Naruto © Masashi Kishimoto

Jaz Berdua Bersama

°°°

Seharusnya, Hinata bisa lebih tegas. Hinata harus menyangkal ketidakberdayaannya. Tetapi keadaan malah memperkeruh pikiran. Membunuh nyaris seluruh fungsi, membekukan tubuhnya. Hinata tidak tahu, mengapa perasaan ini selalu hadir ketika hanya berhadapan dengan Naruto. Lelaki itu sungguh ajaib. Dia seolah menjadi kelemahan untuk sosok Hinata yang tangguh dan kebal dari para hidung belang.

Lelaki itu mendekap tubuhnya. Menyalurkan perasaan hangat yang seolah memberi isyarat kerinduan. Begitu erat. Dan membuat Hinata merasakan sesuatu yang memaksanya terbuai. Dia sama sekali tidak mengerti, dunia seakan berputar lambat. Waktu bahkan serasa berhenti, memaksa agar menikmati suasana gila ini.

Deru napas yang panas berhembus pelan diceruk gadis itu, memberi sensasi yang menggelikan. Naruto seperti satu-satunya lelaki paling bahagia saat ini. Menikmati momen yang mengikutsertakan perasaan.


"Hinata… kamu jahat sekali," ujarnya. Matanya berubah murung dengan rona kemerahan dikedua pipi. Barangkali efek dari minuman keras yang sempat ia teguk. Naruto masih sangat mabuk, moodnya pun terus berubah-ubah.

Sementara itu, Hinata sama sekali tidak mau menanggapi apapun pengutaraan Naruto. Gadis itu sibuk menjernihkan pikiran, mencari solusi untuk menghindari kemungkinan apapun tanpa melakukan kesalahan bodoh, meskipun hati merasa gemas ingin sekali memukul lelaki idiot ini. Tetapi, Hinata harus menahan hasrat, tidak mau membuat masalah yang sama.

Perlahan-lahan, tangannya mendorong tubuh Naruto, memberi jarak sejauh mungkin. Dia juga melangkah mundur. Namun, lelaki itu menahan lengan Hinata. Matanya berkilat marah.

"Kenapa kamu… Hinata?! Kamu… mau ngehindari saya lagi?" lelaki itu mencengkram lengan Hinata, "… apa salah… saya?!"

Hinata menepis, "Pak! Berhenti lakuin ini. Bapak mabuk!"

"Kamu bilang saya… mabuk?" lelaki itu tertawa, "Jangan bercanda. Saya gak suka minum," tawanya langsung berhenti. Tatapannya berubah sedih. Seketika itu, iris biru itu berkaca-kaca.

Hinata menatapnya gelisah. Ia merasa sedikit ngeri sekaligus iba. Berbeda dengan waktu itu, kali ini Naruto benar-benar ekspresif. Pengungkapan dan sikap seakan-akan mendeskripsikan apapun yang dipendam. Pikirannya menerka-nerka, barangkali Naruto masih merasa patah hati akibat berakhirnya hubungan dengan Saara.

"Hinata…" segaris senyum kembali mematri, begitu lembut dan manis. Naruto mendekati gadis itu, membelai rambut gelapnya yang sudah terurai. Sisa-sisa air mata seperti permata yang menghiasi tatapannya, "… kamu tau, saya lagi patah hati…" lelaki itu benar-benar membius Hinata, membuatnya membatu tanpa mengindahkan apapun.

Hinata serasa mati kutu, tak sanggup menahan pesona lelaki dihadapannya. Senyuman itu kian terang seperti matahari pagi. Menghangatkan sebagian tubuh dengan keindahan yang hanya mampu dirasakan. Perlahan-lahan, Naruto semakin berani. Kepalanya bergerak maju, mengikis jarak diantara mereka. Dahi mereka saling bertemu.

My Perfect SPV [ TAMAT ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang